Dia pikir dirinya akan disambut dengan teriakan. Karena penasaran dengan ekspresi Giandra saat ini, dia memberanikan diri untuk memandang.Beberapa saat tatapan mereka bertemu dan sialnya lagi adalah, bahkan saat Dokter itu melangkah mendekatinya, Amora tidak bisa berkutik, tidak bisa menurunkan pandangannya, atau hanya sekadar berkedip.Amora seperti patung hidup sampai ….Plakk!Satu pukulan mendarat di kepalanya.Tidak sakit, tetapi jujur saja itu cukup berat. Giandra menggunakan buku—sejenis makalah dengan ketebalan sedang.“Masih berani menatapku?!”Amora merasakan aliran darahnya berhenti, jantungnya meluncur bebas ke lantai kemudian kembali lagi ke tempat asalnya.Plakk!Satu pukulan lagi.“Bagus, besok-besok terlambat dua jam saja sekalian—ah, tidak. Kamu bisa datang pas pergantian shift malam. Bukan di A&E, tapi di pos satpam saja!”Di situasi seperti ini, Amora sempat memikirkan bahwa gaya teriakan Giandra cukup unik. Lelaki itu berkata lembut di awal kalimat, tetapi saat m
Ruangan Dokter Giandra Dwipangga memang cukup luas dan di sana ada dapur mini di mana bisa memasak atau sekedar menyeduh kopi atau teh. Di sanalah Amora sedang menjalankan tugasnya yaitu melayani Dokter Giandra.Teh yang sedang Amora seduh adalah teh hijau sesuai dengan permintaan pria yang saat ini sedang memangku kepalanya di langan kursi putar.Jika boleh jujur memang dokter itu terlihat sangat lelah, dan mata merah yang Amora pikir karena marah kepadanya itu ternyata ada kesan efek dari begadang.Dia jadi tidak tega untuk mengutuk dokter itu sepuas hati."Apa kamu sedang mandi di dapurku?"Suara itu berhasil membuat Amora terkesiap. "Ya, Dok—ah, maksud saya tidak, Dok. Tehnya hampir selesai." Dia mengadu teh itu kemudian membawanya.Hati-hati Amora menaruh gelas yang berisi teh hijau itu di atas meja."Sudah selesai, Dok."Namun, tidak ada jawaban lelaki itu memejamkan mata tampak terlelap seolah benar-benar tidur dan suara tadi yang mengintrupsinya hanya sekedar racauan orang ya
"Ya? Te-tentu saja tidak, Pak.""Terus kenapa masih ada di sini?""Baik, Pak, kalau begitu saya permisi. Nikmati waktu istirahat Anda." Amora undur diri setelah membungkukkan badannya singkat kemudian melangkah pergi ke luar pintu.Barulah Amora bisa bernafas lega saat ini, lupakan saja soal 'nanti'.Saat ini yang harus dilakukan adalah fokus bekerja dan membuktikan bahwa dirinya bukanlah pemalas, pagi ini hanya dia sedang sial saja.Amora bergabung dengan kedua temannya dan melakukan pekerjaan sebagaimana yang harus dilakukan.***"Apa yang dilakukan dokter Giandra padamu?" Agnes bertanya ketika mereka berada di ruang santai untuk membuat kopi."Nggak—maksudku belum. Dia sepertinya sengaja menunda hukumanku meski dia beralasan terlalu lelah dan ingin tidur." Itulah yang mengganggu pikirannya sejak tadi."Sungguh?"Amora membuang nafas panjang, satu cup kopi di tangannya perlahan dia sesap. Setelah itu, barulah dia berbicara, "Aku rasa setelah ini kehidupanku di rumah sakit semasa ma
“Bukannya saya tidak mau, Dok… tapi saya rasa, lebih baik kalau dokter sendiri yang memberitahukan perihal berita kematian ini kepada keluarga pasien. Karena dokter yang tahu sebab dari kematian pasien tersebut. Lagi pula, saya hanya dokter magang di sini dan—.” Belum selesai Amora berbicara, dokter Giandra sudah lebih dulu memotong ucapannya sambil berkata.“Justru karena kamu itu adalah dokter magang. Seharusnya kamu mau melakukan apa pun yang saya tugaskan, sebagai bahan pembelajaran kamu sebagai dokter.”“ Kalau untuk memberitahukan berita kematian saja kamu tidak bisa, Lalu bagaimana nanti kalau kamu tiba-tiba sudah mendapat pasien sesungguhnya dan mengalami hal seperti ini? lagi pula, kamu bisa membaca apa yang menjadi penyebab kematian pasien setelah saya memberikan penjelasannya kepada kamu, bukan?”“ Seharusnya dari situ saja kamu sudah bisa paham dan menjelaskan kepada keluarga pasien. Masa gitu aja harus saya ajarin!” pria yang dipuja-puja sebagai salah satu dokter dengan
Selain karena usianya yang memang sudah cukup tua, kondisi tubuh dan juga organ vitalnya yang sudah tidak terlalu baik. Ditambah komplikasi penyakit yang luar biasa banyaknya. Tidak bisa terbayangkan oleh Amora, seperti apa rasanya menjadi pasien tersebut.Walaupun dia mendapatkan perawatan yang terbaik di rumah sakit ini. siapa sih orang yang suka mendapat perawatan di rumah sakit?Apalagi di ruang ICU yang pastinya sangat tidak nyaman karena harus sendirian tanpa ada keluarga yang bisa menemani dan mengajaknya mengobrol.Ditambah lagi begitu Amora melihat daftar obat-obatan yang diberikan kepada pasien tersebut. sebagai seorang dokter yang masih magang, Amora memang sudah sempat diberitahu bahwa seorang pasien yang penderita berbagai macam penyakit biasanya akan mengonsumsi berbagai macam obat pula. Tapi obat-obatan yang dimaksud itu, tidak akan terlalu banyak dan hanya dikonsumsi lewat oral saja. Namun pada pasien ini, obat-obatannya lebih banyak melalui suntikan, dan juga ada b
Betul kata dokter Giandra, begitu sampai di depan ruang tunggu di dalam ruang ICU tersebut.Ada satu gerombolan keluarga yang terdiri dari seorang laki-laki berusia sekitar 30 tahunan, seorang perempuan dengan usia yang kisarannya hampir sama, dan juga dua orang laki-laki lainnya yang berusia sekitar 40 tahunan berdiri sambil menunggu dengan cemas.Namun si perempuannya masih duduk dengan raut wajah yang khawatir begitu kentara.Begitu melihat sosok dokter itu keluar dari ruangan tersebut. mereka semua langsung berlarian mendekat dan mengerubungi dokter Giandra dan juga Amora. Dengan wajah yang cemas dan penuh harap, mata mereka yang terlihat sembab dan juga berkaca-kaca menunjukkan bahwa mereka begitu khawatir dan takut jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada keluarga mereka yang saat ini sedang menjalani perawatan di dalam ruang ICU.“Kebaikan apa yang tadi aku katakan kepadamu,” perintah dokter Giandra kepada Amora kemudian.Sambil sesekali menundukkan kepalanya dan terlihat c
Giandra kemudian mulai berjalan mendekat dan berdiri tepat di sisi Amora. Sepertinya dia tahu persis apa yang akan terjadi setelah Amora mengumumkan kematian dari pasiennya tersebut kepada pihak keluarga.Dan benar saja, ketika setelah Amora mengumumkan berita kematian tersebut kepada pihak keluarganya.Perempuan yang berusia 30 tahunan tersebut, yang awalnya terlihat cukup tenang saat melakukan komunikasi bersama Amora, kemudian berteriak histeris dan menangis.Dia bahkan sampai menjatuhkan dirinya ke lantai dan seperti sedang mengamuk sendiri. hingga laki-laki yang diperkenalkan sebagai suaminya tersebut, harus ikut berjongkok dan mencoba menenangkan istrinya itu.Sementara dua pria lainnya yang terlihat lebih bisa mengendalikan dirinya walaupun merasa sangat terkejut atas berita yang disampaikan oleh Amora barusan.Mereka memang sedih dan merasa bingung dengan apa yang terjadi, tapi mereka hanya bersikap dengan cukup tenang dan terduduk di ruangan tunggu di ruang ICU tersebut sambi
Setelah semua situasi yang cukup menegangkan dan membingungkan itu bisa terselesaikan dengan baik. Dan pihak keluarga juga bisa jauh lebih tenang, serta bisa diajak berbicara dengan baik oleh pihak dokter juga pihak rumah sakit agar mereka bisa menyelesaikan segala proses bagi pasien tersebut untuk bisa segera diurus jenazahnya sebelum dibawa kembali ke rumah.Dokter Giandra kemudian meminta dokter Amora untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang kerja dokter Giandra lagi. Karena ada satu hal penting yang ingin disampaikan oleh dokter tersebut pada Amora.Amora yang masih terlihat cukup syok dan bingung, hanya bisa terdiam mematung saat dokter Giandra berbicara kepada dirinya.“Kamu ikut saya ke ruangan sekarang. Ada yang mau saya bicarakan sama kamu dan ini penting.”Perintah itu begitu jelas dan terdengar di telinga Amora, tapi karena dia memang sedang bingung. Jadi cukup lama untuk Amora bisa memproses perintah dari sang dokter tersebut.Melihat Amora yang masih saja berdiri dan dia m
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak