Selain karena usianya yang memang sudah cukup tua, kondisi tubuh dan juga organ vitalnya yang sudah tidak terlalu baik. Ditambah komplikasi penyakit yang luar biasa banyaknya. Tidak bisa terbayangkan oleh Amora, seperti apa rasanya menjadi pasien tersebut.Walaupun dia mendapatkan perawatan yang terbaik di rumah sakit ini. siapa sih orang yang suka mendapat perawatan di rumah sakit?Apalagi di ruang ICU yang pastinya sangat tidak nyaman karena harus sendirian tanpa ada keluarga yang bisa menemani dan mengajaknya mengobrol.Ditambah lagi begitu Amora melihat daftar obat-obatan yang diberikan kepada pasien tersebut. sebagai seorang dokter yang masih magang, Amora memang sudah sempat diberitahu bahwa seorang pasien yang penderita berbagai macam penyakit biasanya akan mengonsumsi berbagai macam obat pula. Tapi obat-obatan yang dimaksud itu, tidak akan terlalu banyak dan hanya dikonsumsi lewat oral saja. Namun pada pasien ini, obat-obatannya lebih banyak melalui suntikan, dan juga ada b
Betul kata dokter Giandra, begitu sampai di depan ruang tunggu di dalam ruang ICU tersebut.Ada satu gerombolan keluarga yang terdiri dari seorang laki-laki berusia sekitar 30 tahunan, seorang perempuan dengan usia yang kisarannya hampir sama, dan juga dua orang laki-laki lainnya yang berusia sekitar 40 tahunan berdiri sambil menunggu dengan cemas.Namun si perempuannya masih duduk dengan raut wajah yang khawatir begitu kentara.Begitu melihat sosok dokter itu keluar dari ruangan tersebut. mereka semua langsung berlarian mendekat dan mengerubungi dokter Giandra dan juga Amora. Dengan wajah yang cemas dan penuh harap, mata mereka yang terlihat sembab dan juga berkaca-kaca menunjukkan bahwa mereka begitu khawatir dan takut jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada keluarga mereka yang saat ini sedang menjalani perawatan di dalam ruang ICU.“Kebaikan apa yang tadi aku katakan kepadamu,” perintah dokter Giandra kepada Amora kemudian.Sambil sesekali menundukkan kepalanya dan terlihat c
Giandra kemudian mulai berjalan mendekat dan berdiri tepat di sisi Amora. Sepertinya dia tahu persis apa yang akan terjadi setelah Amora mengumumkan kematian dari pasiennya tersebut kepada pihak keluarga.Dan benar saja, ketika setelah Amora mengumumkan berita kematian tersebut kepada pihak keluarganya.Perempuan yang berusia 30 tahunan tersebut, yang awalnya terlihat cukup tenang saat melakukan komunikasi bersama Amora, kemudian berteriak histeris dan menangis.Dia bahkan sampai menjatuhkan dirinya ke lantai dan seperti sedang mengamuk sendiri. hingga laki-laki yang diperkenalkan sebagai suaminya tersebut, harus ikut berjongkok dan mencoba menenangkan istrinya itu.Sementara dua pria lainnya yang terlihat lebih bisa mengendalikan dirinya walaupun merasa sangat terkejut atas berita yang disampaikan oleh Amora barusan.Mereka memang sedih dan merasa bingung dengan apa yang terjadi, tapi mereka hanya bersikap dengan cukup tenang dan terduduk di ruangan tunggu di ruang ICU tersebut sambi
Setelah semua situasi yang cukup menegangkan dan membingungkan itu bisa terselesaikan dengan baik. Dan pihak keluarga juga bisa jauh lebih tenang, serta bisa diajak berbicara dengan baik oleh pihak dokter juga pihak rumah sakit agar mereka bisa menyelesaikan segala proses bagi pasien tersebut untuk bisa segera diurus jenazahnya sebelum dibawa kembali ke rumah.Dokter Giandra kemudian meminta dokter Amora untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang kerja dokter Giandra lagi. Karena ada satu hal penting yang ingin disampaikan oleh dokter tersebut pada Amora.Amora yang masih terlihat cukup syok dan bingung, hanya bisa terdiam mematung saat dokter Giandra berbicara kepada dirinya.“Kamu ikut saya ke ruangan sekarang. Ada yang mau saya bicarakan sama kamu dan ini penting.”Perintah itu begitu jelas dan terdengar di telinga Amora, tapi karena dia memang sedang bingung. Jadi cukup lama untuk Amora bisa memproses perintah dari sang dokter tersebut.Melihat Amora yang masih saja berdiri dan dia m
“Sudah saya sempat katakan padamu bukan, jangan pernah mencampuradukkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Kamu harus profesional dan tidak membawa setiap apa yang kamu lihat itu ke dalam emosi kamu sendiri secara pribadi.” Dokter Giandra yang merasa tidak tahan melihat air mata di wajah Amora, dan sikap gadis itu yang menurutnya agak terlalu berlebihan dan cukup emosional, kemudian membuat dia akhirnya mengungkapkan kata-kata seperti itu.“Saya sedang tidak mencampuradukkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Nyatanya saya tidak menangis di hadapan keluarga pasien, walaupun rasanya dada Saya ingin meledak saat melihat peristiwa barusan. “Saya akhirnya mengerti, kenapa dokter merasa begitu berat untuk menyampaikan berita kematian seorang pasien kepada keluarganya,” kata Amora kemudian.Iya, akhirnya Amora memahami betul apa yang dimaksud oleh dokter Giandra. Kenapa pria itu merasa begitu berat setelah menangani pasien dan harus melakukan pemberitahuan mengenai berita kem
Seharian ini Amora benar – benar dihadapkan dalam situasi perasaan yang tidak enak. Reaksi dari keluarga tersebut, masih terbayang jelas di dalam ingatan gadis itu selama dia menjalankan pekerjaannya. Membuat Amora jadi lebih banyak diam dan melamun, bahkan saat jam makan malam tiba.Ketika jadwal shift nya sudah hampir berakhir dan dia akan segera pulang ke rumah, sampai detik itu pula Agnes sama sekali belum mendapat cerita dari temannya itu, mengenai apa yang di alami Amora hingga menjadi sosok pendiam selama satu hari penuh ini.“Kamu beneran baik – baik aja, Ra?” tanya Agnes yang lama – lama merasa khawatir juga dengan perubahan sikap drastis yang dilakukan oleh sahabatnya itu.“Iya, aku beneran baik – baik aja, kok. Cuma emang kecapekan aja kali ya… banyak banget kerjaan begini. Waktunya juga mepet terus…” ujar Amora.“Makan dulu aja, yuk. Sebelum kamu pulang ke rumah. Mumpung masih di rumah sakit. Ikut sekalian makan di kantin aja sama temen – temen yang lain. Siapa tahu perasa
Namun ketika Amora baru saja selesai berganti pakaian biasa dan akan pulang ke rumah, dia dikejutkan oleh kehadiran seorang yang begitu familier dan yang telah membuat mood nya hancur dalam satu hari ini. Siapa lagi kalau bukan dokter Giandra?Dokter itu sudah berdiri persis di depan pintu ruang ganti tempat Amora berada sebelumnya, entah sejak kapan. Tapi sepertinya setelah Agnes keluar dari ruangan itu lebih dulu.Karena kalau dokter itu sempat bertemu muka dengan Agnes, maka biasanya Agnes sudah heboh dengan kedatangan pria itu dan memanggil Amora dengan cepat untuk segera keluar dari ruangan juga.“D-dokter?” wajah Amora yang sudah pucat pasi, kini semakin memucat melihat sosok dokter Giandra yang ada di hadapannya dengan wajah datar dan terlihat galak karena tatapan mata pria itu yang sangat tajam pada Amora.Gadis itu mau tidak mau, jadi ikut memperhatikan penampilan dari dokter Giandra yang sudah mengenakan pakaian santai dan melepaskan jas dokternya sendiri. Tidak bisa dipun
Amora mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menerima coklat yang disodorkan oleh dokter Giandra pada dirinya.Coklat itu tiba – tiba saja membuat perut Amora yang awalnya tenang jadi berontak dan mengeluarkan suara menyebalkan, yang seharusnya tidak perlu didengar oleh siapa pun termasuk dokter Giandra yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan tenang tapi sangat mengintimidasi.“Apa perlu banyak waktu untuk kamu bisa menerima coklat yang saya berikan ini? Saya tidak memberikan racun ke dalamnya, kok.” Dokter itu mengeluarkan kata – kata pedas pamungkasnya sekali lagi di depan Amora.“Saya sedang tidak mengatakan bahwa dokter memberikan racun ke dalam coklat itu. Hanya saja… saya bingung, kenapa tiba – tiba dokter memberikan coklat ini pada saya? Apa dokter tidak salah, memberikan coklat ini pada saya?” Bodohnya Amora yang bertanya hal demikian pada dokter Giandra.Seolah dia sedang kegeeran sendiri karena mengira dokter itu memberikan perhatian lebih pada dirinya. Padahal, bi
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak