“Bahkan kalian pun tahu jika Cassandra sangat membenci kita,” ucap Jovan dengan suara lemasnya.
Medina menatap datar wajah anak bungsunya itu.
"Jovan, aku tahu bahwa kesalahan yang telah terjadi sangat menyakitkan bagi Cassandra. Namun, aku percaya bahwa cinta dan pengampunan masih memiliki tempat dalam hatinya."
Jovan mendengarkan dengan hati yang terbuka, namun ekspresinya terlihat tegang.
Dia merenung sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Ibu, aku juga merasa sangat menyesal atas segala yang telah terjadi. Aku tahu aku telah menyakiti Cassandra dengan tindakan dan keputusanku. Tapi bagaimana aku bisa yakin bahwa dia akan mau kembali padaku setelah semua yang telah terjadi?"
Medina menghela napas dalam-dalam, mencoba untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk menguatkan hati Jovan.
"Jovan, aku tidak ingin mendengar alasan apa pun darimu! Memangnya kau tidak menyangkan semuanya, huh? Cassandra pewaris kaya raya di kota ini, Jovan. Kau akan menjadi pebisnis hebat setelah berhasil menarik hati Cassandra kembali.”
Medina menatap anaknya dengan penuh. "Cassandra masih mencintaimu, Jovan. Meskipun dia telah menyatakan bahwa dia tidak ingin kembali padamu, aku yakin bahwa dia juga terluka dan terombang-ambing oleh perasaannya sendiri. Yang mesti kau tanamkan adalah, Cassandra masih mencintaimu!”
Jovan meresapi kata-kata Medina dengan cermat. Meskipun masih ada keraguan dalam hatinya, dia merasa terdorong untuk mencari jalan menuju rekonsiliasi dengan Cassandra.
Medina memandang Jovan dengan tatapan penuh keingintahuan. "Jovan, aku penasaran, apa sebenarnya yang sedang Cassandra lakukan di desa saat kau temukan dia?"
Jovan mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab, mengingat kembali momen-momen itu.
"Waktu itu, aku menemukan Cassandra sedang menanam tanaman di kebun milik neneknya. Dia sedang sibuk mengurus tanaman-tanaman itu, memelihara kebun seperti yang neneknya lakukan selama bertahun-tahun."
“Dan ternyata nenek itu hanyalah keluarga yang pernah menolong Cassandra.”
"Dan apa yang membuatmu terpikat pada Cassandra saat itu? Apa yang membuatmu menyatakan cinta padanya?" tanya Medina lagi.
Jovan menatap ibunya dengan mata yang penuh dengan kilauan kenangan. "Ketika dia menyebutkan bahwa dia memiliki banyak tanah di sana, aku merasa terkesima. Tapi lebih dari itu, aku terpesona oleh kegigihan dan kecantikannya saat dia bekerja di kebun. Sederhana namun begitu kuat dan menawan. Itu adalah saat di mana aku menyadari bahwa hatiku telah dicuri oleh Cassandra."
Medina mendengarkan dengan penuh perhatian, memahami betapa pentingnya momen itu bagi Jovan.
“Kau harus mengambil kembali Cassandra, Jovan!” ucap Medina dengan tegas.
**
Setelah semua yang telah terjadi, Cassandra memutuskan untuk memulai kehidupan barunya dengan penuh semangat dan tekad yang tidak tergoyahkan.
Meskipun telah menjadi seorang janda, dia tidak akan membiarkan keputusan Jovan untuk meninggalkannya menghentikan langkahnya.
“Status bukanlah penghalang untukku maju. Justru aku harus membuktikan bahwa aku sangat berharga!”
Dengan keberaniannya yang luar biasa, Cassandra memutuskan untuk mengambil alih peran sebagai pemilik hotel bergengsi di kota itu.
“Hh! Sangat nyaman sekali. Semua orang akan tunduk padaku. Mereka tidak akan menilaiku dengan hina lagi. Ah! Sudahi semua penderitaan itu, Cassandra. Kau harus bangkit dan bahagia dengan hidupmu sekarang.”
Cassandra tidak mau lagi terpaku pada masa lalunya yang pahit. Dia memilih untuk melihat ke depan, mengukir takdirnya sendiri, dan membangun masa depan yang cerah tanpa tergantung pada siapapun.
Setiap langkah yang dia ambil adalah manifestasi dari kekuatan dan keteguhan hatinya.
Meskipun terkadang rasa sakit masa lalu masih menghantuinya, Cassandra tidak membiarkan itu menghalangi langkahnya ke arah kehidupan yang lebih baik.
“Oh, Cassandra. Hidup penuh dengan penderitaan itu telah sirna. Kau sudah menjadi wanita anggun penuh karisma,” ucapnya menghibur diri yang selalu saja teringat penderitaan yang ia alami selama tiga tahun lamanya itu.
Namun, ketenangan itu terusik saat Jovan tiba-tiba datang menghampirinya.
“Cassandra,” panggil Jovan menatap Cassandra.
“Jovan? Ada apa kau datang kemari?” tanyanya dengan nada datarnya.
Jovan menarik napasnya dalam-dalam menatap Cassandra. “Aku ingin meminta maaf padamu dan aku ingin kita memulai semuanya dari awal kembali.”
Dengan mata yang berapi-api dan suara yang penuh dengan keberanian, Cassandra menatap Jovan dengan tajam. "Kau yang telah mencampakkanku," katanya, suaranya dipenuhi dengan keputusan yang tak tergoyahkan. "Lalu untuk apa kau berlutut di kakiku dan meminta agar aku kembali padamu?"
Kata-kata Cassandra terdengar tajam, menggambarkan kekesalannya yang mendalam atas perlakuan yang telah dia terima dari Jovan.
“Mengapa kau bersikap kasar seperti ini, Cassandra? Aku tidak menyangka jika sikapmu akan berubah jadi kasar seperti ini,” ucap Jovan, seolah tak percaya dengan sikap tegas Cassandra ini.
Perempuan itu tersenyum miring. “Inilah aku sebenarnya, Jovan. Bukan wanita lemah, seperti yang kau ketahui selama ini, yang seringkali kau injak-injak harga diriku!”
"Kau pikir kau bisa memperbaiki segalanya dengan sekadar permintaan maaf? Kau pikir kau bisa memperbaiki hatiku yang telah hancur dengan sekadar berkata 'aku minta maaf'?"
Dia menggelengkan kepala dengan tegas, menunjukkan penolakannya yang tegas terhadap permintaan maaf Jovan. "Aku tidak ingin melihatmu di sini lagi. Kau telah membuat pilihanmu, sekarang biarkan aku menjalani hidupku tanpa keberadaanmu."
“Tapi, Cassandra ….”
“Sekali tidak tetap tidak!”
"Bukankah kau sangat mencintaiku?" katanya dengan suara yang penuh keyakinan."Bagaimana bisa, seseorang yang begitu mencintai tiba-tiba menjadi begitu membenci dengan sangat? Tidakkah ada ruang untukku di hatimu? Aku ingin kembali padamu, Cassandra,” pinta Jovan dengan suara nyaris tak terdengar.Dia mencoba meruntuhkan tembok yang dibangun oleh Cassandra dengan kata-kata yang penuh dengan keinginan untuk rekonsiliasi."Dulu mungkin aku mencintaimu dengan segenap hatiku," jawab Cassandra, suaranya bergetar oleh keberanian yang terpendam."Namun, apa yang telah terjadi telah mengubah segalanya. Kepercayaan dan cinta yang dulu aku miliki telah hancur bersama dengan perbuatanmu. Aku sudah membuang cinta itu, Jovan.”Dia menatap Jovan dengan tatapan yang tegas. "Aku sangat tidak ingin kembali padamu," ucapnya."Kau telah membuat pilihanmu dan sekarang aku membuat pilihanku. Aku memilih untuk menjalani hidupku tanpamu. Maka dari itu, jangan pernah bermimpi aku akan kembali padamu!”Kata-k
“Ya, Kendrick. Dia adalah pria yang memiliki banyak kesamaan denganmu, Cassandra. Dia pintar, berbakat, dan memiliki kepribadian yang hangat. Dia juga merupakan orang yang sangat dermawan, dia memiliki kekayaan yang luar biasa. Seorang pengusaha terkenal nan tampan.”"Apa maksudmu, Ibu? Apakah kamu mencoba menjodohkanku dengannya?" tanyanya kemudian.Tamara menangkap kekhawatiran dalam suara putrinya. Dia mencoba meyakinkannya dengan lembut. "Aku hanya ingin memberimu kesempatan untuk mengenalnya, Cassandra. Tidak ada yang kamu harus terburu-buru. Aku hanya ingin melihatmu bahagia."Cassandra menatap keluar jendela, merenung sejenak. Dia tahu ibunya hanya ingin yang terbaik baginya, tetapi pikirannya masih berputar-putar dalam keragu-raguan. "Tapi, Ibu, aku belum siap untuk bertemu seseorang. Aku masih ingin fokus pada pekerjaanku dan merencanakan masa depanku sendiri."Tamara menggenggam tangan putrinya dengan lembut. "Aku mengerti, Sayang. Tapi, terkadang, cinta datang kepada kita k
Mata Cassandra berbinar-binar mendengarnya. “Apa kau serius, Kendrick?”“Ya, tentu saja. Aku tidak akan mengecewakanmu, Cassandra.”“Oh my God. Aku benar-benar sangat senang bisa mengenalmu, Kendrick.”“Bagaimana, Cassandra? Kau setuju, bekerja sama denganku?”Cassandra mengangguk antusias. “Tentu saja. Aku memang sedang mencari partner. Kebetulan kau menawarkan diri, aku senang sekali. Terima kasih, Kendrick.” Cassandra tersenyum lebar.Bahkan tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya sebab Kendrick bisa mewujudkan impiannya.Setelah beberapa jam, mereka meninggalkan kafe dengan senyum di wajah masing-masing. Cassandra merasa lega mengetahui bahwa pertemuan itu tidak seburuk yang dia bayangkan. Dia bahkan mulai merasa tertarik untuk mengenal Kendrick lebih lanjut.“Terima kasih, untuk waktunya, Cassandra. Aku harap kau tidak keberatan jika aku ingin mengajakmu bertemu kembali,” ucap Kendrick ketika ia mengantar Cassandra pulang.“Ya. Atur saja jadwalnya. Aku akan menunggu kabar darimu.
Jovan menggelengkan kepalanya dengan ekspresi campuran antara kekecewaan dan kebingungan yang mendalam. "Tak menyangka jika kau akan memutuskan kerja sama ini. Apakah ini semua karena perceraian yang telah kulayangkan padamu? Apakah kau ingin balas dendam?"Cassandra menggeleng dengan tegas, matanya memancarkan keputusan yang telah ia pertimbangkan matang-matang."Tidak, Jovan. Ini bukan tentang balas dendam. Aku hanya ingin menghapus semua yang berkaitan denganmu dari hidupku."Jovan terdiam, tatapannya kosong ke arah Cassandra, mencoba memahami alasan di balik keputusannya. Namun, dalam keheningan itu, suasana ruangan terasa tegang, diisi dengan ketegangan yang sulit diungkapkan.Setelah beberapa saat berlalu, Cassandra akhirnya memutuskan untuk menjelaskan lebih lanjut, meskipun suaranya tetap tenang dan mantap."Jovan, apakah kau melupakan bagaimana kau memperlakukanku selama pernikahan kita? Bukankah kau yang tidak memiliki kesabaran, yang akhirnya membuangku seperti baju kotor,
Cassandra menatap Kendrick dengan senyum tulus di wajahnya. "Terima kasih, Kendrick, karena sudah mau menemaniku makan siang hari ini. Aku benar-benar butuh waktu untuk bersantai sejenak."Kendrick tersenyum balas, matanya bersinar penuh kehangatan, memantulkan ketulusan Cassandra. "Tidak perlu berterima kasih, Cassandra. Sebaliknya, aku yang berterima kasih karena kau mau meluangkan waktu untukku."Di tengah deru lembut percakapan di sekitar mereka, mereka memulai makan siang dengan penuh antusiasme.Makanan yang tersaji di depan mereka menjadi saksi bisu obrolan mereka, cerita demi cerita terungkap, tawa renyah mengiringi setiap suap. Mereka berbagi kisah masa lalu dan impian masa depan, mempererat ikatan yang kian kuat di antara mereka.Setelah beberapa saat menikmati makanan dan kebersamaan, Cassandra mengangkat tatapannya, matanya menyiratkan keraguan yang lama terpendam. "Kendrick, bolehkah aku bertanya sesuatu? Apakah kau memiliki masa lalu yang menyakitkan?"Kendrick menatapny
Di klub malam yang berkilauan oleh lampu neon, Luna merasakan amarah mendidih saat mendengar pengakuan Jovan. Dia yakin Jovan tidak pernah benar-benar mencintai Cassandra dan bertekad untuk menyadarkannya."Dengarlah, Jovan," ucap Luna dengan suara penuh ketegasan, matanya memancarkan api semangat yang tak terbendung. "Aku tahu bahwa kau tidak pernah mencintai Cassandra. Ini semua hanya salah paham belaka."Jovan menarik napas dalam-dalam, matanya memandang Luna dengan tatapan yang serius dan tenang. "Apa yang kau tahu tentang hatiku, Luna? Sudahlah, sebaiknya kau pergi saja. Aku butuh waktu untuk sendiri."Luna merasa kecewa dan marah atas sikap Jovan yang tampak tidak peduli. "Jovan, bagaimana bisa kau begitu acuh terhadap semua ini? Aku hanya ingin membantumu melupakan Cassandra, tapi kau malah menolak bantuan itu."Jovan menggeleng, ekspresi wajahnya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia merasa terganggu oleh kehadiran Luna. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Luna. Aku bisa menye
Dua bulan telah berlalu sejak perpisahan yang pahit antara Jovan dan Cassandra. Namun, Jovan masih belum bisa melepaskan diri. Setiap malam terasa kosong tanpa kehadiran Cassandra, dan rasa bersalah menghantui setiap langkahnya. Malam ini, di tengah pertemuan di sebuah hotel mewah yang berkilauan dengan lampu kristal, Jovan sekali lagi memberanikan diri untuk menghampiri Cassandra, yang duduk di sofa dengan sikap tegar."Cassandra," ucap Jovan, suaranya penuh harapan dan kerinduan. "Bisakah kita berbicara sebentar?"Cassandra menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Dia merasa kesal dengan ketidakmampuan Jovan untuk menerima perpisahan itu sebagai sesuatu yang pasti. "Jovan," ucapnya dengan suara yang dingin, matanya memicing dengan ketegasan, "Apakah kau benar-benar berpikir bahwa aku akan kembali padamu setelah semua yang telah terjadi?"Jovan berdiri di depannya dengan raut wajah penuh harap. Ia menelan ludah sejenak sebelum menjawab, "Cassandra, aku tahu aku telah membuat kesala
Agnes, kakak tertua Jovan, melangkah dengan hati yang berat menuju ke ruangan adiknya yang terlihat murung. Cahaya lampu temaram menambah kesan suram dalam ruangan itu. Jovan duduk di sofa dengan tatapan kosong, ekspresinya mencerminkan kekecewaan yang mendalam. Agnes merasa iba melihat adiknya seperti itu, dan dia ingin mencoba membantu."Jovan," panggil Agnes dengan lembut saat dia mendekati adiknya.Jovan menoleh ke arah Agnes dengan mata yang sedikit redup. "Ada apa?" sahutnya dengan suara yang rendah.Agnes duduk di sebelahnya, menyentuh bahunya dengan lembut. "Apa yang sedang terjadi, Jovan? Mengapa kau terlihat begitu murung?"Jovan menghela nafas berat sebelum akhirnya menjawab, "Ini tentang Cassandra, Agnes. Aku mencoba untuk membuatnya kembali, tetapi dia tidak mau."Agnes menghela napas kasar, memahami bahwa adiknya memang terus mencari cara untuk mengambil Cassandra kembali. "Apakah kau tahu mengapa dia berubah pikiran, Jovan? Apakah dia tidak mencintaimu lagi? Aku rasa, t