"Apartemen-apartemen di sini bagus-bagus ya, Mas?" Padma mengamati lobby apartemen The Kanopolis dengan seksama. Lobby modern minimalis ini mengusung konsep seperti dinding pasir yang tertiup angin. Sehingga membentuk Gelombang-gelombang yang sangat cantik. Ditambah dengan indirect lighting yang mewah, kesannya menjadi sangat hangat dan romantis. "Kamu suka?" Tirta membawa Padma berjalan menuju lift."Suka sekali. Ideku langsung menyala melihat setiap detail-detail intetiornya," aku Padma jujur."Apartemen ini dulu kami developernya. Aku menyisakan satu unit untukku pribadi, tepat lima tahun yang lalu," imbuh Tirta seraya menekan tombol lift."Aku akui, hasil kerja PT. Karya Graha Mandiri memang bagus."Begitu juga dengan design interiornya. Sebenarnya tanpa dirinya bergabung menjadi desain interior exclusive PT. Karya Graha Mandiri pun, team desain interior yang lama sudah mumpuni secara skill. Bisa dikatakan Tirta hanya membuang-buang uang saat menghire-nya."Kita ke lantai 18 ya
"Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya memperingatkan perempuan ini--""Namanya Padma, Man. Sebut namanya." Tirta memberi tatapan tidak mau dibantah pada Herman."Dan turunkan juga jari telunjukmu," lanjut Tirta lagi. Selama berbicara Herman memang terus menunjuk-nunjuk wajah Padma."Masuk, Ma." Tirta mendorong lembut bahu Padma ke dalam kamar mandi."Mas lupa dengan apa yang perempuan ini-- dia lakukan dulu? Apa Mas lupa juga dengan sumpah yang dulu Mas ikrarkan?" Herman melotot. Ia kesal kareka Tirta menghalanginya berbicara.Padma dengan cepat menutup pintu toilet. Ia tidak mau mendengar apa pun lagi. Sungguh, ia benar-benar menyesal pernah mengucapkan kata-kata jahat pada Tirta di masa lalu."Man, dengar. Mulai hari ini aku tidak mau membahas masalah itu. Aku punya rencana sendiri." Tirta menegaskan sikapnya pada Herman."Oke, aku percaya pada pada Mas. Semoga semua rencana Mas, berhasil. Semangat!" Herman mengepalkan tangannya. Ia akan mendukung penuh rencana Tirta. Sepupunya ini kalau s
"Hah, Erina menyukaiku?" Tirta menunjuk dadanya sendiri."Tidak mungkin. Selain kerabat, kami itu bersahabat sedari kecil. Tidak ada perasaan aneh-aneh di antara kami," bantah Tirta yakin. Bu Nani tersenyum maklum. Sampai berusia sematang ini pun, putranya tidak memiliki kepekaan terhadap lawan jenis."Nak, persahabatan antara laki-laki dan perempuan itu tidak ada yang benar-benar tidak melibatkan perasaan yang aneh-aneh. Perasaan aneh-aneh itu sebenarnya ada dan nyata. Hanya saja di antara keduanya, ada yang kuat menahan rasa aneh-aneh itu, agar persahabatan keduanya terlihat baik-baik saja. Dalam persahabatanmu dan Erina, Erina lah yang memiliki rasa aneh-aneh itu terhadapmu." Bu Nani menggenggam tangan sang putra."Asal kamu tahu, Erina pagi-pagi buta tadi sudah menelepon Ibu. Meminta izin pada Ibu untuk membuat kejutan di hari ulang tahunmu.apa namanya itu kalau ia tidak suka kenapmu? Makanya sekalian saja ibu tanyakan, apakah dia mau Ibu jodohkan padamu.""Lantas, apa yang Erina
"Makan yang banyak ya, Ma. Jangan malu-malu." Bu Nani menambahkan lauk ke piring Padma yang sudah kosong. Saat ini mereka makan bersama di ruang makan."Sudah cukup, Bu. Jangan ditambah lagi." Padma menahan tangan Bu Nani yang ingin menambahkan lauk lagi ke piringnya."Iya, Ma. Makan saja. Menambah beberapa kilo kalori, tidak akan berpengaruh banyak padamu. Namanya juga sedang berpesta," celetuk Erina sambil tertawa.Padma terdiam. Erina menyindirnya dalam bentuk canda."Kalau kamu tidak bisa bicara yang baik-baik, mending kamu diam saja, Rin." Tirta menegur Erina. Setelah puluhan tahun bersama, baru kali inilah ia ilfeel pada sikap Erina."Astaga, Tir. Aku cuma bercanda lho. Serius amat. Iya 'kan, Mbak?" Erina melayangkan tatapan tidak mau dibantah pada Padma. Padma diam saja. Ia tidak mau mengiyakan karena merasa tidak enak, seperti sikapnya dulu ketika ia dibully. Dengan diamnya, ia sudah mengambil sikap kalau ia tidak setuju dengan ucapan Erina."Kamu tidak perlu bertanya pada Pad
"Duh, kalian berdua jadi repot ya? Sini, sisanya Ibu saja yang mengeringkan." Bu Nani ikut mengambil kain lap dari laci."Tidak usah, Bu. Biar aku saja yang mengerjakannya. Tanggung. Lagi pula mencuci piring adalah tugas sehari-hariku. Ibu duduk-duduk santai saja di depan," saran Erina. Ia segera mengambil kain lap dari tangan Bu Nani."Baiklah. Ibu ke depan dulu ya? Mau mengobrol-ngobrol lagi dengan Tirta. Nanti kalian menyusul ya? Sudah lama kita tidak bersenda gurau," tukas Bu Nani dengan senyum semringah."Silakan, Bu. Nanti kalau sudah selesai kami akan menyusul," ujar Erina. Padma dalam diam memperhatikan air muka Bu Nani. Bu Nani tampak sangat bahagia. Sedari tadi Bu Nani tidak henti-hentinya tersenyum. Sepertinya ada hal yang membuat hatinya berbunga-bunga."Mbak pulangnya barengan denganku saja. Sepertinya Bu Nani masih kepingin mengobrol dengan Tirta di sini." Erina mencoba membujuk Padma."Tidak usah repot-repot, Rin. Aku bisa naik taksi online kok... kalau aku mau." Padma
"Sembilan kali lagi, Ma. Ayo semangat!" Wilma, Yesi dan Ririn menyemangati Padma yang tengah melakukan gerakan push up. Walau kedua tangannya gemeter kelelahan, Padma tetap fokus pada tujuannya.Sedikit lagi, Ma. Tahan kesakitanmu, demi membungkam mulut-mulut nyinyir esok hari."Selesai." Padma terduduk lemas usai menyelesaikan push up sebanyak tiga puluh lima kali. Mungkin bagi orang lain 35 kali itu sedikit. Tetapi baginya itu adalah perjuangan. Ia berancana akan menambah 1 kali lagi setiap harinya."Ya Allah, sampai gemeteran tangan sama kaki gue. Mau kurus itu susah banget ya? Giliran makan sedikit aja, langsung jadi daging." Padma ngos-ngosan."Lo mending makan dikit jadi daging. Gue dulu cuma ngeliat poster KF* di jalan, terus nelen ludah, langsung naik dua kilo," imbuh Yesi hiperbola."Wuih itu si Mike baru dateng. Langsung ngeliatin si Padma lagi. Ayo kita jauhan dulu. Biar doi bisa ngedeketin Padma." Wilma mengambil ancang-ancang untuk menjauh."Yuk... yuk... yuk..." Ririn da
Padma menoleh ke belakang. Ternyata memang Tirta. Bukan itu saja. Wilma, Ririn dan Yesi tampak tersenyum-senyum tidak jelas."Lho, kok Mas bisa ada di sini?" seru Padma kaget."Ya bisa lah. Namanya juga tempat umum. Sini sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Tirta berusaha melepaskan pegangan tangan Michael."Tunggu dulu." Michael mempertahankan cengkramannya."Kamu belum memberitahuku nomor teleponmu." Michael terus menuntut."Untuk apa sih, Dek? Toh, nanti saya juga akan ke sini lagi." Padma berusaha menarik lengannya. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Di mana Tirta dan Michael sama-sama memegangi satu lengannya. Wilma, Ririn dan Yesi membuat gerakan huruf O sambil bertepuk tangan kecil."Kok untuk apa. Ya agar saya bisa memantau hasil program kamu dong." Michael mempertahankan cengkraman tangannya."Kamu ikut program apa memangnya, Ma?" Tirta mengernyitkan alisnya."Itu, program 100 days to get better. Pengalaman pribadi Dek Michael ini saat kelebihan berat bad
"Kok kita ke mall sih, Mas? Memang pertemuannya sambil belanja gitu?" Padma heran saat Tirta membelokkan mobil ke sebuah mall."Kamu mau belanja?" Tirta balik bertanya."Ya nggak lah. 'Kan aku belum kurus."Ups, ia keceplosan."Apa hubungannya antara belum kurus dengan tidak belanja? Agak lain kamu ini memang." Tirta menghidupkan lampu tangan saat sebuah mobil terlihat akan keluar dari parkiran."Beruntung banget kita hari ini ya, Mas." Padma mencoba mengalihkan pembicaraan."Beruntung kenapa?" Tirta melajukan kendaraan setelah mobil yang ia tunggu keluar dari lot parkir. Baru setelahnya ia mematikan mesin mobil."Aku meminta pertemuan di mall agar cepat selesai. Kafe di mall itu ramai. Jennifer pasti tidak betah duduk lama-lama di sana." Tirta memberi alasan. Padma nyengir. Jennifer memang tidak menyukai kebisingan."Temani aku ke satu tempat dulu, baru kita menemui Jennifer ya. Ada waktu sekitar satu jam lagi.""Oke, Mas." Padma mengangguk. Keduanya kemudian keluar dari mobil dan be