Share

Bab 3

Alvin tidak percaya, dia mencari di semua tempat yang mungkin akan didatangi Janet.

Taman belakang, ruang belajar, ruang pemutaran film .... Bukan hanya Janet yang tidak bisa ditemukan, bahkan barang-barang Janet pun sudah tidak ada lagi.

Rak buku di ruang belajar sudah tiada lagi buku-buku kedokteran yang sering dibaca Janet.

Alvin jarang pulang ke sini dan sekarang setelah Janet pergi, rumah ini terasa seperti belum pernah ditinggali dan tidak ada kehangatan sama sekali.

Alvin berjalan turun dengan langkah berat dan memperhatikan bahwa area di belakang sofa itu kosong. Napasnya tercekat saat melihat lukisan rusak yang dibuang ke tempat sampah.

Setelah menikah dengannya, Janet selalu mengajaknya pergi berbelanja. Dia sibuk dengan pekerjaan dan muak dengan Janet, jadi dia menolak berulang kali.

Hari itu adalah hari ulang tahun Janet, Janet pergi ke perusahaan untuk mencarinya dan bertanya, "Alvin, bisakah kamu merayakan ulang tahunku? Kalau kamu sibuk, setengah jam juga nggak masalah."

Dia sangat kasihan pada Janet, jadi dia setuju untuk merayakan hari ulang tahun Janet.

Dia berpikir Janet akan meminta dia membelikan hadiah, menemani makan atau mengajukan permintaan yang tidak masuk akal.

Tanpa diduga, Janet hanya memintanya untuk menemani Janet berbelanja dan bertanya dengan hati-hati, "Alvin, bolehkah aku menggandeng tanganmu?"

Janet tahu dia sibuk, jadi tidak membuatnya lelah. Janet mencari toko kerajinan tangan dan memilih sebuah lukisan untuk diselesaikan bersamanya.

Dia merasa itu kekanak-kanakan dan hanya melihat dari samping, dia bahkan menerima beberapa kali panggilan telepon dari Quinn saat itu.

Janet tidak berkata apa-apa. Sesampainya di rumah, Janet menggantungkan lukisan itu di ruang tamu dan terlihat sangat bahagia.

Tapi, sejak itu dia tidak pernah meminta Alvin untuk pergi berbelanja bersamanya dan dia tidak pernah merayakan ulang tahunnya lagi.

Alvin hendak mengulurkan tangan dan mengambilnya ketika pandangan sekelilingnya secara tidak sengaja melirik perjanjian perceraian yang diletakkan di atas meja kopi.

Alis Alvin tiba-tiba terangkat. Di halaman tanda tangan, dia melihat namanya dan nama Janet.

Jakun Alvin bergulir, matanya dipenuhi keheranan.

Janet ternyata menyetujui perceraian?!

Kring!

Ponselnya berdering dan Alvin segera membuka ponselnya. Dia mengira itu Janet, tapi ternyata itu adalah pesan dari keluarganya.

"Alvin, perjamuan ulang tahun Nenek yang ke-70 hampir siap. Nenek sangat peduli dengan gengsi, jadi kali ini Nenek akan mengadakan acara khusus dan semua undangan sudah disebar. Nenek membuat pernyataan khusus, Kamu dan Janet harus hadir tepat waktu, kalau nggak, tanggung sendiri konsekuensinya!"

Alvin merasa kesal.

Perjamuan ulang tahun ini datang pada saat yang tidak tepat.

....

Di vila Keluarga Colia di pusat Kota Yune.

Kakek Sandrio yang mengenakan setelan tradisional pun mengangkat cangkirnya dari meja makan dan berkata sambil tersenyum, "Selamat kepada Janet atas pembebasannya dari penderitaan!"

"Janet, karena kamu sudah pulang, warisi saja perusahaan Ayah! Ayah mau pensiun!" Tarman Colia dengan manja memohon Janet untuk mewarisi kekayaan triliunan dia.

"Nggak bisa, Janet harus pergi ke rumah sakit lagi bersama Nenek. Sangat disayangkan kalau menyia-nyiakan keterampilan medismu yang baik!" kata Lanah dengan serius.

"Kenapa Janet nggak belajar desain perhiasan dengan Ibu saja?" Gania Scott menopang wajah dengan tangannya dan tersenyum seindah bunga.

Janet memegang alat makan, piring nasi di depannya berisi hidangan favoritnya.

Dia memandang orang-orang di meja makan dan merasa masam di hatinya.

Keluarga Colia tetaplah Keluarga Colia yang sama, selalu penuh kasih sayang dan semangat, dengan suasana rumah yang sangat hangat.

Padahal dia sudah melukai hati mereka dengan parah, tapi mereka tidak mengatakan sepatah kata pun tentang hal itu.

Dia akhirnya mengerti bahwa hanya keluarga yang bisa menoleransi ketidaksempurnaan dia tanpa syarat.

Memikirkan hal ini, Janet semakin merasa bahwa dia tidak dewasa.

Dia tidak akan pernah menyakiti orang yang mencintainya lagi demi orang yang tidak mencintainya.

"Biarkan Janet terus mengembangkan ilmu pengobatan!"

"Nggak, berbisnis saja!"

"Oh, menjadi desainer punya masa depan yang cerah!"

Ketiga orang itu tiba-tiba mulai berdebat. Janet dan Sandrio saling memandang dengan bingung.

"Janet, coba katakan, apa yang kamu pilih?!" Tiga suara terdengar bersamaan.

Janet menggerakkan sudut mulutnya, sarafnya begitu tegang hingga dia tidak berani bernapas.

"Aku ...." Janet menggigit bibirnya dan memegang erat alat makannya. Apa pun pilihan yang dia ambil, dia akan menyinggung seseorang!

Bang!

Tiba-tiba terdengar suara deru sepeda motor dari luar vila, Janet tersenyum, sahabatnya Rania Sanders datang menjemputnya.

Dia menyeka sudut mulutnya dan berkata, "Keluargaku yang terkasih, aku pergi main dulu. Kalau sudah puas mainnya, aku akan mengambil alih satu per satu!"

Setelah mengatakan itu, Janet pun kabur, meninggalkan orang-orang di meja makan yang berdebat dengan sengit.

Kekayaan triliunan maupun praktik pengobatan untuk menyelamatkan orang baik-baik saja, tapi bagi Janet, kebahagiaan adalah yang utama.

Dia ingin menebus tiga tahun masa muda yang dia sia-siakan!

Di Bar SK.

Musiknya memekakkan telinga dan lampu sorot bersinar di tengah lantai dansa.

Janet mengenakan rok ketat berwarna merah dan sepasang sepatu hak tinggi sepuluh sentimeter, sepasang kakinya terlihat ramping dan mulus. Roknya dengan sempurna membentuk sosoknya yang sempurna.

Dia memakai riasan tebal hari ini, rambut keritingnya tergerai di punggungnya dan matanya yang indah sangat menawan.

Cahaya menyinari tubuhnya dan tato kupu-kupu di punggungnya begitu indah sehingga orang-orang rasanya ingin menciumnya.

Rania memandang Janet dengan kilatan prihatin di matanya.

Biarpun Janet bersikap acuh tak acuh, dia sangat memahami Janet karena dia dan Janet berteman sejak kecil.

Janet sangat menderita saat ini, tapi dialah yang bertanggung jawab atas semua ini. Dia tidak bisa bercerita, jadi dia hanya bisa membuat dirinya mati rasa dengan alkohol.

Tidak ada yang lebih mencintai Alvin selain Janet.

Apakah Alvin benar-benar tidak menyesali bila kehilangan Janet?

Mata banyak pria di tempat itu tertuju pada Janet dengan rakus. Mereka menelan ludah dan memuji, "Nona Janet benar-benar cantik!"

"Alvin beruntung sekali mempunyai istri secantik itu!"

Musik berhenti dan Janet membanting botol anggur yang sudah kosong ke sofa di bawah panggung. Tubuhnya sedikit bergoyang, tepat saat dia mendengar nama Alvin.

Dia melirik ke arah bawah panggung dan berkata dengan suara serak, "Di malam yang begitu bahagia, bukankah menyebut nama Alvin itu sial dan menjijikkan?"

"Aku pesan seluruh bar ini malam ini! Kalau ada yang menyebut Alvin lagi, keluar dari sini!"

Semua orang di tempat tersebut bersorak dan berkata bahwa mereka akan mengikuti keinginan Nona Janet.

Tanpa disadari, di sudut yang tidak mencolok, seorang pria ingin rasanya meremas hancur gelas anggur di tangannya.

"Hahahaha, Alvin, istrimu sepertinya terbang bebas pergi setelah mengajukan cerai padamu?"

"Kenapa aku nggak tahu istrimu punya tato sebelumnya? Cukup merangsang!"

Jimmy menatap Janet sambil terus menggunakan kata "istrimu", tatapannya tak teralihkan sedikit pun.

Alvin hanya diam, dia merasa kesal saat mendengarnya.

Setelah tiga tahun menikah, baik di hadapannya atau di acara-acara penting, Janet selalu berpakaian sopan, anggun dan pantas, Janet tidak pernah berpakaian seperti ini.

Dia bahkan tidak tahu Janet punya tato di punggungnya.

"Nona Janet benar-benar tegas saat bilang nggak mencintaimu lagi. Dia sangat lugas." Mata Jimmy berkilat kagum.

Alvin hanya meminum anggur dengan ekspresi dingin dan tetap diam.

Itu hanya tipuan kecil Janet. Dalam tiga hari, Janet pasti akan kembali padanya.

Alvin tanpa sadar menatap Janet sesaat, matanya langsung menjadi dingin.

Janet sedang bersandar di pelukan seorang pria dan bibir tipisnya menyentuh telinga pria itu. Tidak tahu apa yang dia dengar, dia menunduk dan terkekeh, terlihat sangat menggoda.

Pria lain menawarinya minuman dan dia menerima semuanya dengan senyuman manis yang menggoda.

Jakun Alvin bergulir, dia menyaksikan seluruh tubuh Janet menempel di tubuh pria itu.

Tiba-tiba ada orang yang berteriak dengan suara melengking, "Nona Janet dan Tuan Muda Lincoln benar-benar serasi!"

"Tuan Muda Lincoln, mereka bilang kita pasangan yang serasi. Apakah kamu sudah menikah?" Janet menggoyang anggur di gelasnya, matanya sedikit menyipit, dia terlihat sedikit mabuk.

Otak pria itu kacau karena godaan Janet, dia bertanya balik, "Aku lajang, berani nikahi aku?"

"Kenapa nggak berani? Jujur saja, aku juga lajang." Sudut bibir Janet melengkung membentuk senyuman.

Mendengar perkataan Janet, Alvin pun menghabiskan segelas anggur.

Dia ingin sekali berpura-pura tidak peduli, tapi entah kenapa dia yang selalu tenang jadi merasa gelisah hari ini dan matanya tertuju pada Janet secara tak terkendali.

"Kamu dan Al ...." kata-kata pria itu hampir keluar dari bibirnya.

Janet langsung mengangkat ujung jarinya dan menyentuh bibir pria itu, "Ssst, jangan sebut pria ini, merusak suasana saja."

Alvin mempererat cengkeramannya pada cangkir, amarah muncul di hatinya.

Merusak suasana?

Wanita ini terus mengatakan mencintai dia, tapi sekarang malah bermesraan dengan pria-pria lain.

Bukankah Janet yang bersikeras menikahi dia?

Janet menjilat bibirnya, membuka kancing kemeja pria itu dengan ujung jarinya dan berkata dengan ambigu, "Apakah kamu berani bermain sesuatu yang heboh?"

"Bagaimana cara bermainnya?" Pria itu sangat menantikannya.

"Buka kamar," kata Janet terus terang.

Suasana ambigu memanas dan orang-orang di bar berseru dan mulai bersorak.

Hanya wajah Alvin yang langsung menjadi muram.

Jimmy seketika merasakan tekanan datang dari orang di sebelahnya.

Pria itu tersenyum, "Nona Janet, aku akan menganggapnya serius."

"Apakah aku bercanda?" Janet tidak setuju.

Pria itu segera berdiri dari sofa. Dia menatap Janet sambil menelan ludahnya dan mengulurkan tangan ke arah Janet, "Ayo pergi?"

Darah Jimmy mendidih saat melihatnya, "Alvin, istrimu ...."

Saat Jimmy berbalik, Alvin sudah tidak ada di sampingnya.

Saat mendongak, dia mendengar teriakan seorang gadis, "Alvin?!"

Alvin meraih pergelangan tangan Janet dan menariknya bangun, lalu menatap pria itu dengan mata dipenuhi ancaman.

Dia menarik Janet menuju kamar mandi.

Rania duduk tegak dan tertegun melihat sosok itu.

Kenapa Alvin ada di sini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status