Share

Bab 5

Malam harinya, di lantai 33 Hotel Santika.

Perjamuan sedang berlangsung, pemandangan malam Kota Yune yang ramai tidak terhalang melalui jendela besar sepanjang dinding.

Diiringi alunan musik piano yang merdu, Janet bersandar malas di depan bar, dia menggoyangkan gelas anggur merah di tangannya karena merasa bosan sambil melihat sekeliling dengan matanya yang menawan.

Mata serakah para pria di ruangan itu terpaku pada tubuhnya, mereka ingin memulai percakapan, tapi tidak berani.

Hari ini dia mengenakan rok tali hitam panjang dengan beberapa lipatan di ujung gaun, memperlihatkan betisnya yang indah.

Rok panjang itu tergantung longgar di tubuhnya, menonjolkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Rambut keritingnya tergerai dan tato kupu-kupu dia terlihat samar, benar-benar memesona.

Ponsel berdering, Janet menunduk, itu pesan teks.

Tarman, "Apakah kamu sudah pergi ke pesta?"

Janet menghela napas dan membalas pesan itu, "Ya."

Tarman menjemputnya tadi malam dan saat dia mabuk, Tarman menipunya untuk menghadiri jamuan makan malam ini dan mengatur kencan buta untuknya.

Masalahnya, dia benar-benar setuju dalam kondisi linglung.

Mabuk mudah membuat orang melakukan kesalahan!

"Janet?" Sebuah kalimat bahasa Indonesia yang terpatah-patah tiba-tiba terdengar.

Janet menoleh dan melihat seorang pria asing tampan berambut pirang dan bermata biru.

Mata pria itu berbinar dan dia berkata dengan heran, "Benar-benar kamu?"

Janet juga agak terkejut, "Yohanes? Kenapa kamu ada di sini?"

Asisten Yohanes mau tidak mau bertanya-tanya, "Pak Yohanes dan Nona Janet saling kenal?"

Janet tersenyum. Lima tahun yang lalu ketika dia bepergian ke luar negeri, Yohanes mengalami kecelakaan dan dia menyelamatkannya.

Asistennya menjelaskan, "Yohanes adalah tamu istimewa pada jamuan makan hari ini. Nona Janet mungkin nggak tahu, tapi dia sekarang menjadi investor hebat di luar negeri."

Janet merasa heran, dia tidak percaya Yohanes begitu hebat.

Lima tahun lalu, dia adalah seorang tunawisma yang bahkan tidak punya rumah dan hanya bisa mengemis di luar.

Yohanes melambaikan tangannya, dengan kerendahan hati dan rasa malu seorang pria dewasa, "Aku nggak sehebat itu, berkat Janet waktu itu ...."

Tanpa Janet, dia mungkin sudah mati di bawah jembatan itu.

"Kenapa kamu datang ke Indonesia kali ini?" Janet bertanya dengan sopan.

Yohanes yang hendak menjawab pun tiba-tiba tersenyum dan menunjuk pria yang masuk sambil berkata dengan riang, "Untuk bekerja sama dengan Pak Alvin."

Janet merasa napasnya sesak saat mendengar panggilan tersebut.

Pak Alvin yang paling berkuasa di Kota Yune hanya Alvin Gunner.

Ketika Janet mendongak dan melihat keluar, dia melihat orang yang paling tidak ingin dia temui, Alvin.

Alvin mengenakan setelan rancangan khusus, sosoknya jangkung dan tegap, bahunya lebar dan pinggangnya kecil, dia memiliki proporsi bodi yang sangat bagus.

Begitu memasuki jamuan makan, dia menjadi fokus semua orang. Banyak orang yang datang mengobrol dengannya untuk menunjukkan keakraban, berharap bisa menjalin hubungan dengan Alvin.

Biarpun usianya masih muda, posisinya di industri ini sangat kuat. Bahkan para senior pun harus hormat memanggilnya Pak Alvin.

Di mata Janet, Alvin sempurna dan tidak bisa ditemukan kekurangan apa pun kecuali Alvin tidak mencintainya.

Di sebelahnya berdiri seorang wanita muda berpakaian putih, putri Grup Lark, Quinn.

Keluarga Lark sangat terkemuka dan merupakan salah satu dari Empat Keluarga Besar Kota Yune. Orang tua Quinn sangat menyayangi putri mereka. Quinn memiliki tiga kakak laki-laki dan semua kakaknya sangat menyayangi Quinn.

Janet dan Quinn sudah berteman selama bertahun-tahun, tapi mereka jatuh cinta pada pria yang sama.

Ketika dia tidak bisa mendapatkan cinta, dia juga kehilangan persahabatan.

Dia benar-benar pecundang.

Quinn merangkul lengan Alvin dan keduanya tersenyum satu sama lain, wajah Alvin terlihat melembut.

Kalau menyangkut Quinn, dia selalu bersikap lembut.

Hati Janet tertusuk saat menyaksikan adegan ini.

Setelah bertahun-tahun menikah dengan Alvin, Alvin tidak pernah tersenyum padanya seperti ini.

Sepertinya, pernikahan mereka tidak pernah diakui olehnya.

"Janet, ini Pak Alvin. Dia sangat terkenal. Biar kuperkenalkan padanya." Yohanes menggenggam tangan Janet dan berjalan menuju Alvin.

Janet tertawa, apakah dia masih perlu mengenal Alvin?

Dalam tujuh tahun terakhir, Janet sudah melihat kelembutan dan kehangatannya, sifatnya yang tidak terkendali dan bebas serta kekejaman dan kata-katanya yang kasar.

Dia mengenal Alvin lebih dari siapa pun.

"Hei, Alvin!" panggil Yohanes ke arah Alvin.

Mata Alvin tertuju pada Yohanes, tapi hanya diam sesaat sebelum berpindah ke Janet.

Janet tanpa sadar menatap Alvin.

Secara refleks dia berbalik dan ingin pergi, dia tidak ingin berhadapan dengan Alvin, tapi Yohanes menariknya untuk menemui Alvin.

Alvin menatap gerakan mesra Yohanes yang memegang erat pergelangan tangan Janet dengan tenang.

Janet baru saja mengajukan cerai padanya dan berganti pria setiap hari.

"Janet ternyata juga datang." Quinn terkejut.

"Siapa ini?" Yohanes memandang Quinn dengan heran, "Kudengar Pak Alvin sudah menikah, apakah dia istrimu?"

Mata Janet menjadi suram.

Setelah tiga tahun menikah, dia sang istri bagaikan gelembung, begitu tidak berarti.

Seperti Yohanes, banyak orang yang belum mengetahui bahwa dia adalah istri Alvin, termasuk Alvin sendiri.

Quinn memandang Alvin dengan hati-hati dan merangkul erat lengan Alvin.

Dia terlihat sedikit gugup, seolah sedang menunggu Alvin memberikan identitas padanya.

Alvin memandang Janet dari sudut matanya dan berkata dengan nada dingin, "Hmm."

"Ya ampun, kalian tampan dan cantik, sangat cocok satu sama lain," seru Yohanes sambil menoleh dan bertanya pada Janet sambil tersenyum, "Benar 'kan, Janet?"

Janet mendongak dan menatap mata Alvin yang kelam sambil memegang gelas anggurnya erat-erat.

Di balik penampilannya yang tampak tenang, hati Janet terkoyak parah hingga tidak bisa bernapas.

Dia tidak pernah memperkenalkan Janet kepada siapa pun sebagai istrinya.

Kapan pun dia bertanya alasannya, Alvin selalu menjawab dengan kesal, "Itu hanya sebuah hubungan. Nggak perlu membiarkan seluruh dunia tahu. Itu sangat kekanak-kanakan."

Sekarang kalau dipikir-pikir, bukan tidak perlu, tapi Janet tidak pantas untuk status itu.

Quinn yang mendapat pengakuan Alvin pun terlihat agak malu.

Baru kali ini Alvin mengakui dia sebagai istrinya di depan umum dan yang penting saat ada Janet.

Janet menunduk dan menjawab sambil tersenyum, "Memang pasangan yang cocok."

Mendengar jawaban tersebut, Alvin mengerutkan kening dan perlahan mengepalkan tangannya yang berada di saku celananya.

Alvin teringat pertama kali Janet mengatakan menyukainya, Janet bersumpah dengan matanya yang ceria, "Aku nggak mengizinkan orang lain mengatakan kamu cocok dengan siapa pun. Hanya aku, Janet, yang layak untuk kamu!"

Sekarang, Janet mengakui sambil tersenyum bahwa dia dan Quinn adalah pasangan yang sempurna.

Dia sangat penurut dan patuh, trik apa yang dia mainkan?

"Alvin, ini temanku, Janet." Yohanes memperkenalkan pada Alvin.

Janet menyembunyikan kepahitannya, lalu mengulurkan tangan kanan dan tersenyum pada Alvin, "Halo, Pak Alvin, aku sudah lama mengagumimu."

Alvin mengamati wajah Janet tanpa ekspresi, lagi-lagi kata "Pak Alvin" yang membuatnya jijik.

Untuk pertama kalinya, dia merasakan kekuatan yang mematikan dari Janet.

Dia tersenyum begitu lembut dan indah, tapi saat menatap Alvin, ada pisau tersembunyi di matanya.

Alvin tidak mengulurkan tangan.

Janet tidak mengambil hati, karena ini bukan pertama kalinya Alvin mengabaikannya. Dalam hati Alvin, dia tidak pernah pantas dihormati.

Yohanes tidak menyadari keanehan suasana tersebut, dia memuji Janet tanpa ragu, "Janet adalah wanita paling baik dan terhebat yang pernah aku temui. Aku sangat mengaguminya."

Apalagi saat menatap Janet, sorot mata Yohanes tidak polos.

Alvin melihat ekspresinya, lalu memandang Janet dan tidak bisa menahan senyum.

Janet menjebak Quinn berulang kali, mendorong Quinn ke dalam kolam renang biarpun tahu Quinn takut air.

Apakah wanita seperti itu baik hati?

Ketika dia teringat Janet bisa memesan kamar dengan seorang pria dengan santai di klub malam, dia tidak memiliki kesan yang baik terhadap Janet.

Merasakan sarkasme di mata Alvin, Janet menarik kembali senyumannya, "Yohanes, Pak Alvin sepertinya nggak terlalu menyukaiku. Kalian mengobrol saja, aku nggak mau mengganggu."

Setelah mengatakan itu, Janet berbalik dan pergi.

Dia berjalan dengan malas dan santai, tato kupu-kupu di punggungnya mulai terlihat, seperti aslinya, tapi itu menyakiti mata Alvin.

Yohanes bercanda, "Seharusnya nggak ada seorang pun di dunia ini yang nggak menyukai Janet 'kan? Kecuali orang tersebut buta."

Alvin, "...."

Janet memiliki kebiasaan menonton berita, terutama tentang Alvin.

Janet pasti sudah melihat berita bahwa dia membawa Quinn ke konferensi peluncuran produk baru pagi ini. Tapi, Janet tidak mengiriminya pesan teks atau menelepon.

Mungkinkah Janet benar-benar bersedia mengalah kali ini?

Quinn memperhatikan Alvin dengan cermat. Dia menemukan bahwa Alvin tampaknya tidak terlalu bahagia setelah Janet mengajukan gugatan cerai.

Quinn mau tidak mau merasa khawatir, apakah Alvin mempunyai perasaan terhadap Janet?

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh di aula, "Gawat, Pak Lagos terkena serangan jantung, dia pingsan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status