“Biar saya bantu,” ucap seorang pria berambut tebal dengan kedua mata coklat menawan mengulurkan tangan. Dia tersenyum hangat.
Gauri menyambut uluran tangan pria asing itu dan segera mengucapkan terima kasih.
Gauri kehilangan wajah di pesta pertamanya bersama Adam. Dia berjalan keluar gedung menuju tempat parkir dengan kaki terkilir dan menahan tangis.
Dada Gauri terasa sangat sesak. Adam sudah keterlaluan. Bagaimana bisa Adam melakukan hal seperti itu dengan wanita lain saat berada di satu tempat yang sama dengan Gauri.
Gauri masuk ke dalam mobil Adam setelah Denny–sopir Adam membukakan pintu. Dia meluapkan tangisannya tanpa takut mempermalukan Adam. Tangisnya sangat menyayat hati, penuh luka dan amarah.
“Sudah berapa lama ini berlangsung?” Gauri memukul dadanya berkali-kali, berharap sesak hilang dari sana.
Sejak awal pernikahan ini memang tidak dimulai dengan cinta. Namun, bukan berarti hati Gauri mati rasa hingga tidak merasa apa-apa setelah lama tinggal bersama.
Pintu mobil terbuka. Adam datang tanpa merasa bersalah sedikitpun. Dia menatap Gauri dengan datar. Mata bengkak, wajah basah dan merah milik Gauri tetap tak bisa membangkitkan empati Adam.
Gauri meremas tangannya sendiri. Dia berkata, “Mari akhiri pernikahan kontrak kita, Mas!"
Gauri sudah lelah. Suara Adam dan Amora di toilet pria tadi masih terngiang-ngiang di benak Gauri dan berhasil merobek hatinya.
Adam melirik Gauri dengan sudut matanya tanpa menoleh.
Saat dia ingin menanggapi Gauri, Denny masuk dan bertanya, “Kita langsung ke rumah?”
Gauri segera memalingkan wajah. Dia tidak ingin pekerja Adam melihatnya berantakan.
“Iya,” jawab Adam singkat.
Kemudian Adam mengalihkan perhatiannya pada Gauri. “Kita bicarakan ini setelah sampai di rumah.”
Tanpa melihat ke arah Adam, Gauri mendengarkan ucapannya. Perlahan dia mulai mengatur napas untuk melegakan diri. Mereka memang tidak mungkin membicarakan tentang pernikahan kontrak ini di depan orang lain.
Perjalanan dari Kempinski Grand Ballroom menuju rumah Adam berlangsung sangat sunyi. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir mereka.
Gauri turun dari mobil dengan membuka mobil sendiri. Dia melangkah masuk ke rumah tanpa menunggu Adam.
Langkah Gauri terhenti di depan ruang gym lantai dua. Dia memutar tubuh dan menunggu Adam sampai. Tempat ini selalu menjadi saksi dari interaksi yang terjadi antara mereka.
“Belum waktunya pernikahan ini berakhir,” ucap Adam saat Gauri berada dalam jangkauan suaranya. Dia berdiri beberapa langkah di depan Gauri.
“Aku tidak bisa diperlakukan seperti ini, Mas,” sahut Gauri.
“Diperlakukan seperti apa? Apakah ini caramu membalas budi, Gauri?” Adam melangkah, menipiskan jarak di antara mereka.
Gauri spontan melangkah mundur. Namun, Adam terus mendesak hingga punggung Gauri menabrak pintu kamarnya.
“Kamu belum tentu bernasib baik seperti sekarang jika aku tidak menolongmu dari para lintah darat yang hampir memperkosamu itu,” geram Adam mengepalkan tangannya.
“Bagaimana bisa hidup di sangkar emas ini dianggap baik?’” sangkal Gauri mengernyitkan dahi. Dadanya naik turun menahan emosi.
Sejak Gauri menginjakkan kaki di rumah mewah ini, dia tidak pernah mendapatkan perlakuan sebagai menantu. Arum Malasari, mertua yang tinggal bersama mereka, selalu memberi Gauri pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh ART.
“Setidaknya itu emas?” Adam menaikkan kedua alisnya.
Dagu Adam sedikit terangkat saat mengucapkan itu. Tatapannya memancing darah dalam tubuh Gauri semakin mendidih.
“Berterima kasihlah kepadaku,” ujar Adam lagi sambil menepuk dadanya. “Berkat aku, derajatmu naik. Kamu juga tidak perlu bekerja serabutan untuk membayar utang kedua orang tuamu.”
Gauri mengepalkan tangan, giginya menggertak dalam diam menahan amarah. Uang yang Adam berikan untuk melunasi utang orang tersebut memang sangat banyak. Namun, setelah itu Gauri tidak pernah menerima nafkah dari Adam.
Tanpa sepengetahuan Adam, Gauri juga masih bekerja sebagai penatu. Hanya pekerjaan itu yang bisa menjadi jembatan untuk menggapai mimpi orang tuanya.
“Masuk ke kamarmu!” perintah Adam. Dia menunjuk pintu kamar Gauri dengan dagunya.
Lalu Adam memutar tubuh dan melangkah ke kamarnya, area terlarang untuk Gauri.
Gauri tidak boleh masuk ke kamar Adam adalah pasal yang menjadi sorotan dalam kontrak pernikahan mereka.
Padahal Gauri selalu membuka pintu kamarnya untuk Adam. Dia sengaja tidak pernah mengunci pintu. Dengan harapan, suatu saat nanti Adam akan menghabiskan malam dengannya.
Sayangnya, waktu yang berjalan tidak bisa menumbuhkan cinta di hati Adam. Dia masih tetap dingin seperti saat mereka pertama bertemu.
‘Apa aku tidak cukup baik untuk Mas Adam hingga dia mencari kepuasan dengan wanita lain?’ batin Gauri. Air matanya perlahan jatuh. Dia menangis tanpa suara.
Gauri masuk ke kamar. Dia tertidur di ranjang tanpa mengganti pakaian setelah lelah membuat bantalnya basah.
Saat itu Adam masuk ke kamar Gauri dengan membawa wadah berisi air hangat dan handuk kecil.
Adam menarik gaun Gauri ke atas lutut secara perlahan. Dia melihat bengkak pada bagian mata kaki Gauri.
Pria yang sudah mengganti pakaian dengan piyama itu mengembuskan napas. Lalu, dia mulai mengompres bengkak tersebut dengan lembut.
Adam tidak ingin Gauri terbangun dan memergokinya melakukan hal seperti ini.
“Dasar gadis ceroboh,” gumam Adam.
Setelah mengompres Gauri selama beberapa jam, Adam pergi keluar kamar. Sebelum menutup pintu kamar istrinya, dia mengamati wajah Gauri sambil tersenyum tipis.
“Aku tidak bisa terus berharap pada Mas Adam.”Itu adalah hal yang Gauri sadari setelah melihat Adam bermain api dengan wanita lain. Perpisahan sudah di depan mata. Apalagi Adam masih saja bungkam sampai tiga hari kemudian.Tak mau terus berdiam diri, Gauri pergi ke Universitas Pelita Bangsa. Wanita itu bersyukur kakinya yang terkilir cepat sembuh sehingga dia tidak perlu meminta Denny mengantarnya ke sini.Sopir Keluarga Harraz itu pasti akan melapor pada Adam ke mana dirinya pergi. Sementara Gauri masih ingin merahasiakan hal ini dari Adam.Jika ingin terus hidup dan tidak mengulang kesalahan orang tuanya yang terlilit utang, Gauri harus mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia butuh keahlian untuk mendapatkan hal itu.Saat Gauri sedang menyerahkan berkas administrasi ke petugas kampus, seorang wanita memanggil dan memintanya untuk ikut ke Kantor Kepala Jurusan.“Maaf, memanggilmu seperti ini. Saya Ezra, Gauri,” ucap pria yang duduk di balik meja dengan tanda nama Ezra Damon, S.M, M.M.
“Apa yang kamu lakukan di dalam, Gauri!”Gauri terbangun dari mimpi. Dia mendengar Arum berteriak sambil menggedor pintu kamarnya dengan kasar..Gauri segera membuka pintu dan mendapati wajah Arum yang memerah. Dia menatap Gauri dari ujung kepala sampai kaki.“Apa saja yang kamu lakukan hari ini? Kenapa rumah masih berantakan dan cucian kotor masih menumpuk? Coba lihat ini jam berapa? Sebentar lagi Adam pulang dan belum ada makan malam,” serang Arum bertubi-tubi.Setiap hari Arum akan keluar rumah untuk bermain bersama teman-teman sosialitanya pada pukul 10 pagi dan baru kembali sekitar tujuh jam kemudian. Gauri harus membuat rumah rapi dan bersih selama waktu itu, juga menyiapkan makanan.Sayangnya, hari ini Gauri tidak bisa melakukan hal yang diminta Arum. Tidak hanya urusan rumah, Gauri pun terpaksa izin bekerja untuk mendaftar kuliah.“Aku akan pesankan makanan,” sahut Gauri santai.“Masak, Pemalas!” hardik Arum mendorong bahu Gauri. “Kamu masuk ke rumah ini dengan gratis. Tahu di
Matahari tepat berada di atas kepala saat Gauri berada di XLaundry, tempat kerjanya.“Aku perhatikan mobil itu sejak tadi ada di situ.” Revi membuka obrolan sambil menunjuk sebuah mobil sedan hitam.“Di sana memang area parkir ruko, kan?” tanya Gauri memicingkan mata ke arah yang ditunjuk oleh rekan kerjanya.“Lihat baik-baik, Gauri!” pinta Revi. “Mobil itu terlihat sangat mahal. Aku sering melihatnya di drama Korea dan biasa dipakai oleh orang-orang kaya.”Gauri akhirnya kembali menoleh dan memerhatikan mobil itu lebih detail.Mobil paling bagus yang pernah parkir di area ruko adalah Mitsubishi Pajero. Mobil yang biasa dibawa oleh pasangan suami istri China pemilik Restoran Tiongkok. Restoran itu memang paling ramai dibanding usaha lain.Maserati GranTurismo jelas terlalu mewah untuk berada di sini. Warna hitamnya jauh lebih mengilap daripada yang lain. Bukan hanya Revi dan Gauri yang menjadikan mobill itu pusat perhatian, tapi beberapa penghuni ruko juga begitu.“Kalau kamu penasara
“Ada tamu, Bu. Dia ingin bertemu dengan Pak Adam,” ucap Andri, satpam rumah Adam, melalui telepon saat Gauri berada di dapur. Keluarga Harraz baru saja selesai makan siang.Gauri mengernyit. “Oke, terima kasih, Pak.”Tanpa menunggu lebih lama, Gauri mengelap tangan dan melepas apron. Dia melangkah menuju pintu utama.Tok! Tok! Tok!Gauri segera membuka pintu tersebut.Detak jantungnya seakan berhenti saat melihat siapa yang datang. Sosok yang menjadi pusat rasa cemburu kini berdiri di hadapannya.“Pak Adam ada?” tanya Amora memainkan ujung rambut panjangnya.Siang itu penampilan Amora dan Gauri sangat berbanding terbalik, bagai tuan putri dan upik abu. Pakaian bermerek yang dikenakan Amora begitu mencolok dibanding dengan kaus rumahan yang dipakai Gauri.Namun, tetap saja pesona Gauri tidak terkalahkan. Dia masih terlihat cantik dan menawan tanpa perlu bantuan pakaian merek mewah seperti Amora.“Mas Adam tidak pernah menerima rekan kerja saat akhir pekan di rumah,” sergah Gauri member
“Hamil?” tanya Arum memastikan.Sesaat setelah Amora meminta Adam untuk bercerai, Gauri pergi menjauh dari kamar Adam. Dia sempat pergi ke kamarnya untuk menumpahkan seluruh air mata dan amarahnya.Namun, Gauri tidak bisa terus mengurung diri di kamar. Dia ingin mendengar keputusan Adam secara langsung. Sekalipun dia tidak bisa menyembunyikan mata bengkaknya.Amora mengangguk. Wanita itu tak segan menggenggam tangan Adam yang duduk di sebelahnya saat mereka ada di ruang tamu.“Aku akan kasih Mama cucu pertama,” ujar Amora percaya diri.Gauri melirik tautan tangan mereka yang terlihat jelas dari posisi duduknya. Amora sangat mahir menuang minyak dalam api cemburu yang membakar hati Gauri.Bahkan, Adam tak berusaha menghindar. Bahasa tubuh yang diartikan Gauri sebagai persetujuan Adam atas ide Amora.“Itu berita baik, Amora! Mama sudah lama ingin menimang cucu,” sahut Arum. Dia menatap Amora dengan penuh harap.“Bukannya terakhir kali Mama bilang kalau keponakan Adam yang masih berusia
“Berapa yang harus aku bayar?” tanya Gauri memberanikan diri menatap mata Adam. Gauri tidak yakin dia bisa membayar itu atau tidak. Nilainya pasti besar, mengingat Adam adalah pebisnis yang pandai melihat celah. Pria itu tidak mungkin melepaskan lawan tanpa menghancurkannya. Dalam surat yang legal, Gauri adalah istri sah Adam. Namun, hal itu tidak lantas menjadikan Gauri berdiri di belakang barisan Adam. Terpaksa menikah, tidur di kamar yang terpisah, dijadikan babu, dan tidak dinafkahi bukanlah perlakuan yang seharusnya diterima jika memang Adam menganggap Gauri sebagai orangnya. Jari lentik Gauri bergerak seperti orang yang sedang menghitung dalam gerakan samar. Gaji yang tidak seberapa dari bekerja sebagai penatu selalu Gauri tabung. Uang yang Gauri gunakan untuk mendaftar kuliah juga sudah dikembalikan oleh pihak kampus atas permintaan Ezra dan Thomas. ‘Apa benar tabunganku tidak akan cukup seperti kata Adam?’ Gauri bertanya dalam hati sambil menarik napas panjang. Ad
“Kamu harus menandatangani surat perceraian itu setelah aku mendapatkan uangnya, Mas,” pinta Gauri sambil meremas kedua telapak tangannya.“Tentu, aku tidak perlu menahan kucing liar yang ingin kembali ke jalanan. Sekarang silakan keluar!” Adam menunjuk pintu dengan dagunya.Kesal karena Adam mempersulitnya, Gauri berbalik badan dan keluar dari ruang kerja suaminya. Tak lupa, Gauri juga sengaja menutup pintu keras. Dua pintu, satu di ruang kerja dan satu di kamar Adam.Gauri melangkahkan kakinya keluar rumah. Dia harus menemui Amelia. Walaupun masih terasa sungkan, harus Gauri akui bahwa kali ini dia membutuhkan bantuan Thomas.Saat Gauri berjalan melewati ruang tamu, Amora dan Arum yang sejak tadi masih berbincang mendadak menutup mulut mereka.“Sudah ingin pergi?” tanya Amora menaikkan kedua alisnya. Bibirnya tersenyum miring.Gauri mendengar itu, tapi memilih untuk mengabaikannya dan tetap berlalu. Dia justru merasa beruntung karena kali ini Arum tidak menahannya. Terima kasih kepa
“Apa Kakek marah?” tanya Gauri yang sudah duduk di kursi bagian belakang mobil.Amelia dan Santo, sopir Gauri, duduk di kursi depan.Mobil melaju dalam kecepatan sedang membelah aspal jalan tol yang cukup ramai menjelang jam pulang kerja.Sesaat setelah 200 juta berhasil ditransfer ke rekening Gauri, Thomas menelepon dan memintanya untuk datang ke rumah.Gauri tentu saja gugup.“Semoga tidak, Nona,” sahut Amelia datar.Nyatanya, jawaban Amelia sama sekali tidak membantu meredakan kecemasan Gauri. Dia justru semakin gugup.Sore ini akan jadi pertemuan kedua Gauri dengan Thomas. Dan, pertama kali Gauri mendatangi kediaman Thomas.“Kita hampir sampai,” ujar Amelia ketika sebuah gerbang besar berhadapan dengan mobil mereka.Gerbang itu terbuka otomatis setelah mengenali mobil yang ditumpangi Gauri.Mobil melaju pelan saat melewati halaman rumah yang dipenuhi dengan pohon pinus.Gauri menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Rumah bergaya Eropa yang berdiri gagah di depan sana m