Share

4. Piyama Seksi Gauri

“Apa yang kamu lakukan di dalam, Gauri!”

Gauri terbangun dari mimpi. Dia mendengar Arum berteriak sambil menggedor pintu kamarnya dengan kasar..

Gauri segera membuka pintu dan mendapati wajah Arum yang memerah. Dia menatap Gauri dari ujung kepala sampai kaki.

“Apa saja yang kamu lakukan hari ini? Kenapa rumah masih berantakan dan cucian kotor masih menumpuk? Coba lihat ini jam berapa? Sebentar lagi Adam pulang dan belum ada makan malam,” serang Arum bertubi-tubi.

Setiap hari Arum akan keluar rumah untuk bermain bersama teman-teman sosialitanya pada pukul 10 pagi dan baru kembali sekitar tujuh jam kemudian. Gauri harus membuat rumah rapi dan bersih selama waktu itu, juga menyiapkan makanan.

Sayangnya, hari ini Gauri tidak bisa melakukan hal yang diminta Arum. Tidak hanya urusan rumah, Gauri pun terpaksa izin bekerja untuk mendaftar kuliah.

“Aku akan pesankan makanan,” sahut Gauri santai.

“Masak, Pemalas!” hardik Arum mendorong bahu Gauri. “Kamu masuk ke rumah ini dengan gratis. Tahu diri!” tambahnya.

“Aku tidak punya cukup waktu untuk masak, kali ini pesan makanan dulu. Nyonya mau tetap di sini mengganggu saya sampai Adam tiba? Dia harus makan malam, bukan?” Gauri menekankan kata Nyonya.

Saat Adam tidak ada di rumah, Arum meminta Gauri memanggilnya Nyonya. 

Gauri menutup pintu, membiarkan Arum mematung. Pertemuan dengan Thomas membuat Gauri lebih percaya diri. Apalagi Thomas memberikan Gauri seorang asisten pribadi bernama Amelia Yuan.

Amelia, asisten pribadi terlatih yang merangkap sebagai bodyguard, akan selalu ada di sekitar Gauri tanpa diketahui oleh siapa pun. Amelia adalah bentuk perlindungan Thomas untuk Gauri.

“Kamu tidak akan merapikan rumah? Banyak cucian kotor, Gauri!” teriak Arum kembali menggedor pintu kamar menantunya.

Napas Arum tersengal-sengal. Gauri tak menyahut sama sekali.

Ini di luar dugaan Arum. Biasanya Gauri akan selalu menuruti semua perintahnya. 

“Ada apa, Ma?” tanya Adam mencium punggung tangan Arum.

Arum yang masih berada di depan kamar Gauri terlonjak. Seketika dia segera mengulas senyum.

“Kamu tahu tadi Gauri ke mana?” Arum balik bertanya.

Adam menggeleng dan mengernyit. “Aku pikir dia selalu di rumah.”

“Pekerjaan rumah belum selesai semua, Adam. Mama pusing!” keluh Arum memijat kepalanya.

“ART kita ke mana?” tanya Adam memegangi lengan Arum. Dia khawatir Arum akan pingsan.

Arum melebarkan mata. Dia lupa kalau Adam tidak tahu Gauri sering diperintah untuk menggantikan semua tugas ART.

“Mmm, mereka mudik.” Arum mencari alasan. Dia mencoba tersenyum dengan tulus.

“Mudik semua?” tanya Adam menaikkan salah satu alis.

Arum mengangguk. Dia harus mengalihkan perhatian Adam.

“Kamu sudah makan? Kita belum ada ma—”

Ucapan Arum terpotong oleh suara pintu kamar Gauri yang dibuka. Gauri berjalan melewati mereka tanpa menoleh.

Dia mengibaskan rambut panjangnya dan melangkah ke pintu utama. Wanita berusia 20 tahun itu juga sudah mengganti pakaian dengan piyama seksi berwarna merah marun.

Adam spontan mengikutinya. Dia menahan tangan Gauri ketika jaraknya menipis.

“Kamu mau ke mana dengan pakaian seperti itu?” tanya Adam menatap mata cokelat Gauri.

Jantung Adam memompa darah dengan ritme yang tidak terkendali. Gauri tidak pernah berpakaian seperti ini.

“Ada kurir di depan pagar. Aku harus menemuinya,” jawab Gauri datar. Dia menunjukkan layar ponselnya pada Adam.

Adam melihat layar ponsel Gauri yang menyala. Dia melihat ruang obrolan Gauri dengan kurir pria.

“Mama bilang di meja makan tidak ada makanan, jadi aku pesan daring,” tambah Gauri melirik Arum. Arum mengepalkan tangan, menahan emosi yang mulai meluap.

Gauri membenarkan rambut yang ada di wajah. Berpura-pura tidak melihat Arum..

Adam merebut ponsel Gauri dengan tatapan berapi. “Biar aku saja yang ambil!”

Pria yang masih mengenakan jas kerjanya itu berlalu. Langkahnya lebar.

“Dari mana kamu dapat uang untuk beli makanan?” Arum menarik siku Gauri.

Di mata Arum, Gauri hanya menantu yang bekerja sebagai babu tanpa upah. Sama seperti Adam, dia tidak tahu kalau selama ini Gauri bekerja.

“Kamu tidak mencuri barang yang ada di rumah ini lalu menjualnya, kan? Saya bisa laporkan kamu ke polisi!” tuduh Arum memelotot.

Gauri menyentakkan tangannya agar terlepas dari genggaman Arum. “Tidak mungkin, Nyonya.”

Tak percaya dengan jawaban Gauri, Arum memindai penampilan Gauri.

“Atau kamu menjual diri?” tuduhnya lagi.

Sebelum Gauri sempat menimpali mertuanya, Adam kembali dengan membawa satu kantong kertas. Dia menyerahkan kantong itu pada Gauri di tangan kanan dan ponsel di tangan kiri.

Gauri diam sejenak, membiarkan tangan Adam menggantung di udara. Saat tatapan mata mereka bertemu, Gauri mengulas senyum indah.

“Terima kasih,” ucap Gauri mengambil ponsel tersebut.

“Ini?” Adam mengangkat tangan kanannya lebih tinggi.

Gauri menatap mata tajam Adam. Rahang pria itu mengeras.

“Itu punya Mas Adam dan Mama. Aku sudah makan. Aku ke kamar dulu.” Gauri melambaikan tangan dan pergi meninggalkan mereka.

Saat Gauri tidak terlihat, Arum mengambil kantong kertas tersebut dari tangan Adam.

“Biar Mama siapin, kamu mandi saja dulu,” ujar Arum.

Adam mengangguk. Dia melangkah masuk ke kamarnya.

Setelah masuk ke kamar, Adam melepas dasi dan pakaiannya. Memperlihatkan dada bidang dan otot punggung yang mempesona.

‘Ada sesuatu yang aneh dengan Gauri sejak dia minta berpisah.’ Adam membatin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status