“Apakah kamu bisa mencarikan tempat tinggal yang baru untuk aku malam ini juga, Amelia?” tanya Gauri pada Amelia setelah mobil mereka keluar dari gerbang rumah Thomas.Setelah menemukan kesempatan untuk keluar dari rumah Keluarga Harraz dan membayar biaya penalti, Gauri tidak ingin kembali lagi.Pergi dengan tangan kosong bukan masalah untuk Gauri. Dia pun masuk ke rumah itu dengan tidak membawa apa-apa.Gauri tidak perlu tetap berada di rumah itu hanya untuk menunggu Adam menandatangani surat perceraian.Amora pasti akan sering datang ke rumah Adam. Gauri tidak ingin menyakiti hatinya sendiri dengan bersikap bodoh.Mengingat nama Amora, hati Gauri mendadak terasa sesak. Padahal Gauri sudah mencoba mengabaikannya.Gauri memukul pelan dadanya untuk meredakan sesak. Amelia dan Santo spontan melirik Gauri dari kaca spion tengah.“Saya bisa carikan tempat tinggal untuk Nona.” Amelia menjawab pertanyaan Gauri sebelumnya dan mengeluarkan ponsel. “Nona baik-baik saja?” tanyanya.“Apa Nona pe
“Pelayan? Chef? Bahkan orang yang akan menyiapkan bathtub dan pakaianku?” Gauri melebarkan kedua bola mata cokelatnya yang indah.Gauri berhenti mencatok rambut dan memutar tubuhnya menghadap Amelia.Belum sempat Gauri beradaptasi dengan griya tawangnya, pagi ini Amelia mengabarkan bahwa beberapa pekerja telah datang untuk memenuhi segala kebutuhannya.Jantung Gauri rasanya hampir lepas. Gauri ingin mencari ketenangan. Dia tidak akan merasa nyaman jika dikelilingi oleh banyak orang di rumahnya sendiri.“Tidak, Amelia. Ini terlalu berlebihan!” seru Gauri sambil merentangkan tangannya beberapa detik.Kali ini Amelia keterlaluan.“Nona, Anda har—”“Begini saja.” Gauri memotong ucapan Amelia. “Aku tidak keberatan jika memakai jasa pelayan untuk membersihkan griya tawang dan memasak, asalkan mereka tidak menginap. Untuk bathtub dan memilih pakaian, aku bisa sendiri. Apa kamu tidak percaya selera fashionku?”Ditanya seperti itu oleh Gauri, Amelia hanya bisa membisu. Wanita itu tidak mungkin
“Kamu Gauri, kan?” tanya pria yang memakai kemeja biru muda itu sambil mendekat. Saat pria itu menipiskan jarak dengan Gauri, Amelia refleks menghalaunya. Namun, ketika melihat siapa pemilik wajah itu, Amelia menurunkan tangannya.Begitu pula dengan Gauri yang tadi bersikap waspada. Wanita cantik itu kini membalas senyuman pria berwajah teduh.“Bapak… Pak Ezra?” Gauri membulatkan mata dan menunjuk pria itu dengan jari lentiknya.Baik Gauri maupun Amelia mengetahui bahwa Ezra adalah orang kepercayaan Thomas. Ezra bukanlah ancaman seperti Adam. Gauri tidak perlu menjaga jarak aman darinya. Jadi Amelia mundur beberapa langkah untuk memberikan privasi pada nonanya. “Ternyata benar kamu Gauri. Kamu jauh lebih cantik dari terakhir kita bertemu.” Ezra memuji sambil memberikan senyuman hangat yang disukai Gauri. Sebenarnya Gauri sudah cantik natural. Walaupun lebih sering tampil dengan pakaian lusuh dan tanpa riasan, Gauri tetap mampu memikat mata pencinta visualisasi. Sehingga dengan ri
“Ibu Niya dan Pak Faisal tidak bisa datang?” Gauri mengulang informasi dari Amelia. Gauri sampai di restoran bintang lima, Chef’s Territorial tepat pada pukul satu siang. Restoran yang menyediakan menu makanan Jepang, Korea dan Indonesia ini memiliki ruangan VIP.Sayangnya, kedua orang yang sangat ingin Gauri temui justru sedang tidak bisa datang.Gauri yang sudah terlanjur di jalan tidak bisa membatalkan begitu saja. Lagipula Gauri masih bisa bertemu dengan Revi.“Anak bungsu mereka sakit. Mereka menyampaikan permohonan maaf pada Nona,” sahut Amelia yang berjalan di belakang Gauri.“Oke,” sahut Gauri singkat.Saat Gauri sampai di depan sebuah pintu yang tertutup, Amelia dengan sigap membukanya. Revi yang sudah lebih dulu sampai di sana menoleh begitu mendengar suara pintu yang dibuka. “Gauri!” sapa Revi dengan riang. Gadis muda itu bangkit dari kursinya dan berlari memeluk Gauri.Untuk sesaat, Gauri tersentak. Tubuh kecilnya terdorong ketika Revi berhambur ke pelukannya.Amelia ha
“Bagaimana kalau akhir pekan ini? Keluarga besarku ingin bertemu denganmu.” Amora membelai lengan Adam yang duduk di sebelahnya. Setelah berhasil membujuk Adam untuk menemaninya melakukan pemeriksaan kehamilan, Amora merasa berada di atas angin. Memperkenalkan Adam di depan keluarga besarnya adalah impian Amora sejak lama. Sebagai calon nyonya besar Keluarga Harraz, dia harus melakukan itu. Adam melirik Amora melalui sudut matanya dan menggenggam tangan Amora. Lalu, Adam membawa tangan itu ke pangkuan pemiliknya. “Itu tidak perlu,” sahut Adam sambil menggeleng. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Itu berarti Adam sudah berada di rumah sakit ini selama 30 menit. Mereka sedang menunggu resep vitamin kehamilan. “Mas Adam,” panggil Amora melembutkan suaranya. Dia kembali menyentuh lengan Adam. “Jangan panggil saya dengan panggilan seperti itu dan ketahui batasanmu, Amora!” seru Adam dingin. Nada itu membuat Amora menarik tangannya dan berdeham. “Tidak ada yang mengena
Gauri spontan melebarkan kedua bola mata indahnya. Namun, dia buru-buru mengerjap. Lalu, menggeleng.“Bahas yang lain saja,” sela Gauri tidak ingin membahas topik Adam lebih lanjut. “Bagaimana hubunganmu dengan Kakek? Saya belum mengerti.”“Saya bertemu dengan Kakek saat masih duduk di bangku sekolah. Waktu itu saya memenangkan lomba gambar mesin tingkat SMP yang diadakan oleh Uno Rekayasa Industri. Sejak saat itu, Kakek tertarik dan percaya pada kemampuan saya,” jawab Ezra sambil menyuap makanannya lagi.“Gambar mesin tingkat SMP? Bukannya itu materi untuk mahasiswa? Saya dengar beberapa mahasiswa jurusan Teknik Mesin harus mengulang mata kuliah itu berkali-kali sampai akhirnya lulus,” sahut Gauri menatap Ezra dengan penuh kagum.Gauri mengetahui hal itu dari Thomas saat mereka berbincang untuk mengakrabkan diri.“Tidak serumit yang dipelajari di tingkat universitas,” ujar Ezra balas menatap Gauri.“Tapi kenapa kamu menjadi Kepala Jurusan Bisnis dan Manajemen? Bukankah seharusnya kam
“Ummh,” erang Gauri sambil memijat batang hidungnya.Perlahan kesadaran Gauri kembali. Dia merasakan hawa dingin menusuk kulitnya dan aroma obat tercium kuat.“Gauri!” seru Ezra. “Kamu sudah sadar?”Suara Ezra membuat Gauri membuka mata. Gauri merasa silau saat matanya menangkap cahaya.Gauri menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan. Rupanya dia sedang berada di IGD sebuah rumah sakit.Pergerakan tangan kirinya terhambat karena selang infus dipasang di sana. Saat Gauri berusaha bangun, dia mengerang lagi, “Aaargh!”“Hati-hati, Gauri. Tubuhmu masih lemah,” ucap Ezra memperingati Gauri sambil menyentuh bahunya.Ezra dengan sabar membantu Gauri untuk kembali berbaring dan membenarkan posisi kepala wanita itu.“Apa yang terjadi?” tanya Gauri kebingungan. Kepalanya terlalu sakit jika digunakan untuk berpikir.“Kamu tiba-tiba sesak napas, lalu pingsan. Kamu membuat saya khawatir, Gauri. Kakek bisa membunuh saya jika terjadi sesuatu denganmu,” jawab Ezra sambil menyelimuti Gauri.Gauri ter
“Hari ini kelas terakhir selesai jam berapa?” tanya Ezra sesaat setelah selesai memarkir mobilnya.Sejak satu minggu lalu Gauri memulai perkuliahannya. Beberapa kali Gauri berangkat atau pulang bersama Ezra jika kebetulan bertemu.Amelia sudah tidak terlihat di sekitar Gauri. Kini penjagaan Gauri dilakukan dengan jarak jauh.Gauri tidak ingin teman-teman barunya merasa tidak nyaman jika melihat Amelia. Cukup Ezra saja yang menjadi korban kecurigaan Amelia.“Seharusnya jika sesuai jadwal sekitar pukul dua siang,” jawab Gauri sambil memeriksa jadwal kuliah di ponselnya.Wajah Ezra yang riang berubah menjadi masam. “Saya ada kelas sampai malam.”“Tidak apa. Saya bisa pulang sendiri,” sahut Gauri sambil tersenyum.Setelah itu, mereka keluar dari mobil dan berjalan secara terpisah. Ini adalah syarat dari Gauri saat Ezra mengajaknya ke kampus bersama.Saat berada di kampus, mereka harus meminimalisir pertemuan yang disengaja. Gauri tidak ingin terlibat skandal apa pun selama berkuliah di si
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita
"Aku tahu kamu akan datang, Gauri. Kamu tidak pernah ingkar janji." Adam berdiri di sudut ballroom Harraz Mall, memandangi kerumunan tamu yang menikmati malam itu dengan gelas anggur di tangan mereka.Pesta ulang tahun Harraz Mall berlangsung meriah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya mewah yang memantulkan kilauan berlian dari tamu-tamu wanita yang berdandan elegan. Musik jazz mengalun lembut, menambah kesan eksklusif pesta yang dihadiri para mitra bisnis kelas atas.Namun, hingga pertengahan acara, Adam merasa sesuatu yang penting hilang. Sesuatu yang sudah pria itu nantikan sejak pesta masih berupa sebuah rencana.Seseorang.Gauri belum juga datang.Adam memeriksa ponsel untuk kesekian kali, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Gauri. Namun, tidak ada apa pun di sana. Raut wajah pria itu mulai mengeras, garis rahangnya menegang.Pria itu akhirnya memutuskan untu
Adam berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan dasi sutra berwarna perak.Cahaya temaram dari lampu gantung kristal memantulkan bayangan tajam wajahnya yang serius. Pria itu tengah memasang jam tangan mewah di pergelangan tangan kiri, memastikan setiap detail penampilannya sempurna.Pesta ulang tahun Harraz Mall malam ini sangatlah penting. Tidak hanya untuk merayakan kebangkitan perusahaan yang diwarisi dari kakeknya, tetapi juga untuk memastikan bahwa Adam akan selalu berada posisi nomor satu setelah ini.“Adam.” Suara yang familiar terdengar di balik pintu kamar yang dibiarkan terbuka.Arum melangkah masuk dengan mengenakan gaun formal panjang berwarna marun gelap. Rambut Arum disanggul rapi, menunjukkan garis wajahnya yang tegas dan aristokrat.Adam melirik sekilas dari cermin, lalu berbalik menghadap mamanya. “Ada apa, Ma?”“Mama hanya ingin mengucapkan selamat padamu. Kamu bena