“Hari ini kelas terakhir selesai jam berapa?” tanya Ezra sesaat setelah selesai memarkir mobilnya.Sejak satu minggu lalu Gauri memulai perkuliahannya. Beberapa kali Gauri berangkat atau pulang bersama Ezra jika kebetulan bertemu.Amelia sudah tidak terlihat di sekitar Gauri. Kini penjagaan Gauri dilakukan dengan jarak jauh.Gauri tidak ingin teman-teman barunya merasa tidak nyaman jika melihat Amelia. Cukup Ezra saja yang menjadi korban kecurigaan Amelia.“Seharusnya jika sesuai jadwal sekitar pukul dua siang,” jawab Gauri sambil memeriksa jadwal kuliah di ponselnya.Wajah Ezra yang riang berubah menjadi masam. “Saya ada kelas sampai malam.”“Tidak apa. Saya bisa pulang sendiri,” sahut Gauri sambil tersenyum.Setelah itu, mereka keluar dari mobil dan berjalan secara terpisah. Ini adalah syarat dari Gauri saat Ezra mengajaknya ke kampus bersama.Saat berada di kampus, mereka harus meminimalisir pertemuan yang disengaja. Gauri tidak ingin terlibat skandal apa pun selama berkuliah di si
Gauri berkali-kali membuka mulut, lalu menutupnya kembali. Dia tidak boleh salah memilih kata.“Akhir-akhir ini Mas Adam sibuk. Saya akan coba mengajaknya,” jawab Gauri setelah menimbang alasan mana yang lebih terpercaya.Nyatanya, kesibukan Adam memang bukan sebuah kebohongan. Pria itu selalu sibuk.Pergi pagi dan baru pulang malam hari. Terkadang Adam juga pulang tengah malam.Tanpa perlu tidur satu kamar dengan Adam, Gauri mengetahui hal itu. Cukup dengan melihat apakah Adam hadir saat makan malam atau tidak.Jika tidak hadir, kemungkinan besar Adam belum pulang. Gauri pernah mendengar dari Arum bahwa tidak jarang Adam juga harus menghadiri makan malam bisnis.“Baiklah. Jaga dirimu baik-baik, Gauri,” pesan Thomas, perlahan pria tua itu bangkit dari duduknya.Melihat Thomas mulai berjalan ke arah mobilnya, Gauri tergerak untuk menggandeng tangan sang kakek dan menyandarkan kepalanya di bahu Thomas.“Kakek juga. Jaga diri baik-baik. Saya hanya punya Kakek di dunia ini,” ucap Gauri sa
“Kita harus bicara,” tukas Adam sambil menarik tangan Gauri menjauh dari Ezra.Setelah beberapa hari hidup Gauri tenang, kehadiran Adam membuat kepingan hati yang berusaha Gauri rangkai kembali berantakan.Sentuhan pria itu, aroma parfum, dan juga tatapan tajamnya membuat Gauri runtuh. Jantung Gauri kembali berdebar.“Gauri!” panggil Ezra berusaha menahan Gauri.“Tidak apa. Beri kami waktu,” sahut Gauri sambil berlari kecil menyamai langkah lebar Adam.Gauri berjalan sambil mengatur napas. Punggung lebar Adam menjadi satu-satunya hal yang bisa matanya lihat.Adam membawa Gauri ke pinggir gedung, sudut yang lebih sepi. Lalu, Adam menghempaskan tangan Gauri begitu saja.“Apa yang kamu lakukan, Gauri?” tanya Adam dengan napas terengah dan berkacak pinggang.Suhu tinggi Jakarta membuat Adam melepas jasnya. Begitu pula dengan dua kancing teratas di kemejanya, menampilkan dada bidang dengan bulu tipisnya yang seksi.Dada Gauri naik turun. Dia baru saja diajak berlari oleh seorang pria yang
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Ezra saat mereka sudah berada di dalam mobil.Ezra menoleh ke arah Gauri beberapa saat untuk menilai ekspresi wanita itu. Lalu, dia kembali fokus melihat jalan. Mereka hampir sampai di area kampus.Gauri menghela napas. Kejadian di area parkir JCrown Tower tadi begitu cepat. Adam kembali ke mobilnya setelah penjaga keamanan memisahkan mereka.Amarah Gauri berapi-api. Namun, Gauri tidak bisa mengatakan bahwa dia juga marah saat Adam menciumnya. Itu ciuman pertama mereka.Adam menolak melakukan itu saat pesta pernikahan mereka berlangsung dengan alasan dia menghargai privasi Gauri. Nyatanya, Adam memang tidak pernah berniat menyentuhnya.“Baik-baik saja,” jawab Gauri menghindari tatapan Ezra.Ada hening beberapa saat, sebelum Ezra berkata lagi, “Maaf, tadi saya khawatir melihat keadaan kamu dan bertindak spontan.”Gauri menoleh sambil memeluk dirinya sendiri. Dia tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa.Isi kepala Gauri sedang dipenuhi oleh bayangan Adam. Gaur
“Aku tepat waktu. Seharusnya mereka sedang tidak ada di rumah,” ucap Gauri sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga sore.Setelah kelas terakhir pada hari ini selesai, Gauri menyempatkan diri untuk datang ke rumah Keluarga Harraz. Dia harus mengambil sesuatu.Gauri sengaja memilih waktu di mana Arum masih berada di luar rumah untuk bermain dengan teman-teman sosialitanya. Sementara Adam masih berada di kantor.Rumah bercat putih itu berdiri tegak dan angkuh, menggambarkan sang pemilik rumah. Gauri perlahan melangkahkan kakinya untuk mendekati gerbang utama rumah Keluarga Harraz.Selama Gauri masuk ke rumah itu, Amelia memantaunya dari jauh. Walaupun hubungan mereka menjadi renggang semenjak kehadiran Ezra, Amelia tetap berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.“Selamat sore,” sapa Andri sambil membungkuk saat melihat kedatangan Gauri.Gauri sedikit mengangguk, juga merasa bersyukur karena satpam rumah Keluarga Harraz itu tidak bertanya apa pun padanya.Begitu pula den
“T-tunggu!” pekik Gauri mencoba melepas tangannya.Namun, usahanya sia-sia. Sosok itu berhasil membawanya ke ruang utama kamar.Napas Gauri menjadi berat, dadanya naik turun. Kini detak jantungnya sudah tidak bisa dikontrol lagi, terus berpacu liar.“Kenapa kamu sudah pulang jam segini?” tanya Gauri spontan saat pria di hadapannya menghempaskan tautan tangan mereka.Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Adam. Sosok yang Gauri hindari, tapi mereka justru bertemu di tempat dan situasi yang tidak tepat.Adam tidak pernah pulang lebih cepat dari jam tujuh malam. Gauri tidak menyangka kalau ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya.Pipi Gauri terasa panas saat Adam terus menatapnya tajam. Adam baru saja memergokinya!“Ada apa? Kamu pikir para pekerja di rumah ini akan menutup mulut sesuai permintaanmu?” tanya Adam menaikkan salah satu alisnya. “Mereka orang-orangku, Gauri!”Gauri menelan ludah. Bagaimana bisa Gauri melupakan hal itu? Andri atau ART yang sempat bicara den
“Itu penawaran terakhirku. Tidak ada negosiasi!” tegas Adam sambil melepas dan melempar jasnya sembarangan ke lantai.Pendingin ruangan yang tidak sempat Gauri nyalakan membuat peluh mulai membasahi tubuhnya juga. Belum lagi perdebatan mereka yang membuat suasana semakin panas.Gauri menimbang-nimbang.“Aku tidak ingin menerima tawaran apa pun dari kamu, Mas,” sahut Gauri mulai mengukir senyumnya. Dia baru saja teringat sesuatu dan hal itu dapat membantu posisinya yang terjepit sekarang.Dahi Adam mengernyit dan tubuhnya menegak. Terlihat jelas bahwa pria itu tidak menyukai ucapan Gauri.Gauri belum mendengar syarat yang akan Adam ajukan, tapi sudah menolaknya.“Apa kamu tidak mendengar dengan baik kalimat terakhirku?” tanya Adam memastikan. “Tidak ada negosiasi!”Gauri terkekeh dan hal itu semakin membuat darah dalam tubuh Adam panas.“Kamu melupakan sesuatu,” jawab Gauri percaya diri. Gauri mengangkat wajahnya dan berusaha mengabaikan rasa sakit pada lehernya.Adam termasuk orang ya
“Nona, ini asparagusnya,” ucap seorang ART sambil menaruh satu ikat asparagus di dekat Gauri.“Iya, terima kasih!” sahut Gauri yang sedang memanggang ikan halibut di atas wajan. Dia menggulung rambut panjangnya ke atas, memperlihatkan lehernya yang indah.ART tersebut kembali undur diri. Beberapa menit sebelumnya dia sudah menawarkan bantuan, tapi Gauri bersikeras untuk memasak makan malam sendirian.Gauri sangat hafal seluk beluk dapur Keluarga Harraz. Wanita itu yang menata semua bahan dan keperluan dapur selama ini.Bahkan, saat Gauri kembali, dapur ini tidak berubah sama sekali. Hanya saja para ART tidak memiliki stok asparagus dan Gauri butuh itu untuk membuat hidangan makan malam favorit Adam.Ikan halibut panggang dengan asparagus dan saus beurre blanc. Adam memakan masakan ini dengan lahap kala pertama kali Gauri memasaknya beberapa bulan lalu.“Haruskah aku tambahkan racun tikus?” gumam Gauri saat sedang membersihkan asparagus.Setelah Adam menghinanya, yang Gauri inginkan ha
“Sudah selesai?” tanya Adam, berdiri di tepi kebun mawar yang membentang indah di belakang kediaman Thomas. Matahari mulai tenggelam, memberikan semburat jingga yang memukau.Gauri melangkah mendekat, gaun berwarna krem lembut yang memeluk tubuhnya berkibar tertiup angin sore. Di tangannya ada buket bunga mawar putih kecil yang baru saja wanita itu atur bersama Amelia.“Sudah,” jawab Gauri tersenyum tipis. “Kebun ini terlalu cantik jika tidak dipakai sebagai latar pesta kita.”Adam memandangnya dengan intens, mata gelap pria itu mengamati setiap detail wajah Gauri yang diterangi cahaya lampu sekitar. “Kamu lebih cantik.”“Mas Adam, jangan mulai lagi atau kamu ingin melihat pipiku semerah tomat.” Gauri mendesah kecil sambil menggeleng. “Orang-orang sudah berdatangan, kita harus segera bergabung.”Adam mengulurkan tangan, menarik Gauri mendekat hingga wanita itu berdiri hanya beberapa sentimeter darinya.“Kalau aku bilang kamu cantik, kamu terima saja,” tukas Adam.Gauri tertawa kecil,
“Mama ingin sesuatu dari laci itu?” tanya Gauri lagi, memastikan bahwa dia tidak salah mengerti.Arum mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari laci kecil di samping ranjang. Gauri mengerutkan kening sejenak, merasa sedikit ragu, tetapi akhirnya dia mendekat ke laci itu.Gauri membuka laci kecil tersebut dengan perlahan. Di dalamnya, terdapat sebuah kotak perhiasan kecil berwarna merah marun dengan ukiran emas di bagian atasnya. Gauri mengangkat kotak itu, lalu menoleh ke arah Arum.“Ini, Ma?” tanya Gauri sambil mengangkat kotak itu.Arum mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. Gauri membawa kotak itu ke hadapan Arum, tetapi wanita paruh baya itu membuat gerakan tangan seolah meminta Gauri membuka kotak tersebut.Dengan hati-hati, Gauri membuka kotak kecil itu. Di dalamnya, terdapat sebuah cincin mewah dengan desain yang klasik dan elegan. Kilauan berlian di tengah cincin itu tampak memikat di bawah cahaya lampu kamar.Gauri memandang cincin itu dengan kagum.“Cincinnya sangat indah,
“Jadi, Nona benar-benar akan meninggalkan griya tawang?” tanya Amelia, matanya menatap koper kecil yang ada di sisi Gauri.Gauri mendongak dan memandang griya tawangnya sekali lagi dari tempat parkir JCrown Tower, tempat tinggal yang penuh kenangan, baik manis maupun pahit.“Ya,” jawab Gauri dengan mantap. “Tempat ini terlalu penuh dengan bayangan masa lalu. Kakek benar, saya butuh tempat tinggal baru yang lebih baik.”Amelia tersenyum kecil. “Rona Village memang lebih cocok untuk Nona sekarang. Walaupun kita sudah dewasa, terkadang kembali ke rumah orang tua akan terasa menenangkan.”Gauri hanya tersenyum. Wanita itu mengangguk pelan, mengiakan pendapat Amelia.Beberapa saat kemudian, Gauri melangkah menjauh dari JCrown Tower sambil membawa barang-barang penting dan meninggalkan semua yang tidak lagi ingin wanita itu ingat di griya tawang.Hari-hari berlalu, dan selama Adam berada di Australia, Gauri mengisi waktunya dengan bekerja dan merawat Arum. Setiap malam, setelah menyelesaika
[Bagaimana bisa kamu lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan Mama daripada aku, Gauri?]Gauri membaca pesan itu dengan senyum tipis. Matanya memancarkan kehangatan yang bercampur geli. Adam selalu memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan rasa cemburunya.Tanpa berpikir panjang, Gauri mengetik balasan. “Kamu sudah sampai di Australia?”Gauri menekan tombol kirim dan kembali menyandarkan tubuh di jok mobil. Amelia yang duduk di sampingnya sibuk dengan laptop, sementara sopir yang memegang kemudi sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion.“Pesan dari Tuan Adam?” tanya Amelia dengan senyum menggoda tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.“Hmm,” gumam Gauri singkat sambil menyimpan ponsel ke dalam tas. “Mas Adam hanya ingin memastikan saya tidak lupa bahwa dia ingin menjadi prioritas saya.”Amelia terkekeh pelan, menggelengkan kepala. “Saya senang melihat hubungan Nona dan Tuan sudah membaik.”Mobil perlahan memasuki gerbang besar dengan lampu-lampu taman yang menyor
“Jadi, apa semuanya sudah selesai?” tanya Gauri sambil merapikan pakaiannya ke dalam koper kecil. Tangannya sibuk melipat gaun sederhana yang Amelia serahkan padanya.Amelia, yang berdiri di dekat lemari, mengangguk sambil membawa beberapa dokumen yang baru saja dia serahkan.“Ya, evaluasi mingguan Uno Rekayasa Industri berjalan dengan baik. Proyek-proyek besar berjalan lancar, meski ada beberapa kendala teknis kecil yang bisa diatasi dalam waktu dekat.” Amelia menjawab.“Bagus,” sahut Gauri, tersenyum tipis. “Amelia, kamu benar-benar sudah banyak membantu selama saya di sini. Terima kasih.”“Tapi, Nona Gauri … kalau saya lebih berhati-hati saat menyetir, kecelakaan itu tidak akan terjadi. Saya benar-benar minta maaf.” Amelia mendesah pelan, menatap Gauri dengan sorot mata penuh rasa bersalah.Gauri mengangkat wajah, menatap Amelia tajam, tetapi penuh kehangatan.“Saya sudah bilang berkali-kali, Amelia, saya tidak ingin mendengar permintaan maaf itu lagi,” desah Gauri sebal.“Baik, No
"Bagaimana dengan Mama Arum?" tanya Gauri pelan, matanya menatap Adam yang baru saja duduk di kursi di samping ranjangnya.Pagi tadi, Gauri mendengar bahwa Arum dilarikan ke rumah sakit. Dan baru sore ini, dia bisa mengonfirmasi hal itu ke Adam.Adam menghela napas panjang, menatap Gauri dengan tatapan lembut. “Hipertensinya kambuh semalam, dan sekarang Mama dinyatakan mengalami stroke.”Gauri terkejut, matanya membulat. “Stroke?”Adam mengangguk, rahangnya sedikit mengeras. “Semalam setelah aku bilang ingin membatalkan perceraian dan ingin kembali denganmu, Mama sangat marah. Mama belum bisa menerima itu.”“Mas Adam ….” Gauri menggigit bibir, matanya terlihat berkaca-kaca. “Aku ingin menjenguk Mama Arum.”Adam menatap Gauri cukup lama sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk pelan.“Kamu boleh menjenguknya. Tapi ada syarat!” tukas Adam.“Syarat?” Gauri menaikkan alis. “Apa?”“Kamu hanya boleh menjenguk Mama saat kamu sudah sembuh dan mengenakan gaun cantik yang biasa kamu pakai
“Ini pasti hari spesial, bukan?” tebak Arum sambil memindai ruangan.Suara alunan piano yang lembut mengisi suasana restoran mewah itu. Lampu-lampu kristal menggantung tinggi, memancarkan cahaya hangat yang menciptakan atmosfer elegan.Adam duduk di sebuah meja dekat jendela besar, mengenakan setelan jas hitam sempurna. Di depannya, Arum, terlihat sangat antusias dengan wajah merona yang sulit disembunyikan.“Ini pilihan restoran yang bagus, Adam,” lanjut Arum sambil tersenyum. “Akhirnya, kamu mulai mengerti bahwa wanita-wanita pilihan Mama punya kualitas yang sepadan denganmu.”Adam hanya mengangkat alis sedikit, lalu menyesap air putih dari gelas kristalnya. Senyum kecil muncul di wajah pria itu, meskipun matanya tetap dingin.“Mama sangat yakin malam ini akan menjadi momen besar, ya?” tanya Adam.“Tentu saja!” Arum tertawa kecil sambil merapikan gaunnya yang berkilauan. “Mama tahu kamu keras kepala, Adam, tapi setidaknya sekarang kamu mulai membuka hati untuk pilihan yang tepat. Ja
“Jangan bergerak terlalu banyak, Gauri” pinta Adam sambil mendorong kursi roda Gauri perlahan, membawa wanita itu ke taman rumah sakit. “Dokter bilang kamu masih perlu banyak istirahat. Aku tidak akan mengampuni diriku jika setelah ini terjadi sesuatu pada dirimu lagi.”Gauri tersenyum tipis dengan pipi memerah. Wajah wanita itu jauh lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya.“Aku tidak bergerak sama sekali, Mas Adam. Kamu yang menaruh aku untuk duduk di sini, di kursi roda, bukan?” Gauri tidak ingin kalah.Adam menoleh sejenak ke arah Gauri dengan tatapan yang tenang dan menghangatkan. Ada senyum tipis yang menghiasi bibirnya.“Kalau kamu tidak ingin duduk di sini, aku bisa mengembalikanmu ke ranjang perawatan,” tukas Adam berpura-pura marah, padahal sedang menahan tawa.Gauri tertawa kecil, menyentuh tangan Adam yang berada di pegangan kursi roda. “Tidak usah. Di sini jauh lebih menyenangkan. Terima kasih sudah membawaku keluar.”Angin sore yang sejuk menyapu wajah mereka saat Adam
“Apa yang mereka inginkan dari kerja sama ini?” tanya Adam pada seseorang di seberang telepon sambil memandang cahaya matahari lembut yang masuk melalui jendela, menerangi ruangan perawatan VIP di salah satu rumah sakit terbaik di kota Jakarta.Adam duduk di sofa dengan postur tegap, satu tangan memegang ponsel, sementara tangan lainnya menelusuri dokumen yang tersebar di meja kecil di depannya. Di sekitar sofa, ada laptop terbuka, beberapa map tebal, dan secangkir kopi yang sudah hampir dingin.“Saya paham bahwa Harraz Mall harus menarik perhatian publik dengan langkah ini,” ujar Adam serius. “Tapi brand sebesar itu memerlukan penawaran yang lebih kuat. Saya akan mengatur ulang kontraknya besok.”Sebuah keheningan singkat mengisi ruangan sebelum suara kecil terdengar dari ranjang di belakangnya.“Mas Adam?”Adam langsung tersentak, jantungnya berdebar keras. Suara itu begitu lembut, tetapi cukup untuk menghentikan dunianya sejenak. Dengan gerakan cepat, Adam menoleh, matanya membelal