“Hamil?” tanya Arum memastikan.
Sesaat setelah Amora meminta Adam untuk bercerai, Gauri pergi menjauh dari kamar Adam. Dia sempat pergi ke kamarnya untuk menumpahkan seluruh air mata dan amarahnya.
Namun, Gauri tidak bisa terus mengurung diri di kamar. Dia ingin mendengar keputusan Adam secara langsung. Sekalipun dia tidak bisa menyembunyikan mata bengkaknya.
Amora mengangguk. Wanita itu tak segan menggenggam tangan Adam yang duduk di sebelahnya saat mereka ada di ruang tamu.
“Aku akan kasih Mama cucu pertama,” ujar Amora percaya diri.
Gauri melirik tautan tangan mereka yang terlihat jelas dari posisi duduknya. Amora sangat mahir menuang minyak dalam api cemburu yang membakar hati Gauri.
Bahkan, Adam tak berusaha menghindar. Bahasa tubuh yang diartikan Gauri sebagai persetujuan Adam atas ide Amora.
“Itu berita baik, Amora! Mama sudah lama ingin menimang cucu,” sahut Arum. Dia menatap Amora dengan penuh harap.
“Bukannya terakhir kali Mama bilang kalau keponakan Adam yang masih berusia satu tahun itu merepotkan?” tanya Gauri sarkas. Dia mengangkat kedua alis, berusaha menguatkan diri.
Gauri tak bisa menyembunyikan senyum tipisnya saat melihat sorot mata Arum berubah tajam. Anehnya, jika Gauri tak salah lihat, dia sempat mendapati Adam tengah menyembunyikan tawa sambil memalingkan wajah.
“Ma, aku haus,” ucap Amora mengelus tenggorokannya. Secepat kilat, sorot mata Arum melembut lagi. Dia melirik Gauri, seolah memamerkan keahliannya yang bisa mengalihkan perhatian Arum.
“Air minumnya mana, Gauri?” tanya Arum spontan.
Gauri menarik kedua sudut bibirnya. “Ambil sendiri saja, Amora. Jika ingin menikah dengan Mas Adam, pelajarilah baik-baik bagaimana rumah yang akan kamu tinggali.”
Kini giliran wajah Amora yang memerah. Hal itu tidak bisa membuat sesak dalam dada Gauri mereda, tapi setidaknya dia bisa merasa sedikit puas melihat ekspresi Arum dan Amora.
“Bagaimana kalau saya kelelahan? Ada cucu pertama Keluarga Harraz dalam kandungan saya. Kamu mungkin tidak mengerti betapa krusialnya bulan awal kehamilan karena belum pernah merasakannya.” Amora tidak mau kalah.
“Kalau begitu, minta ayah dari anakmu yang mengambilkannya,” ujar Gauri. Dia masih tersenyum manis.
“Jangan kurang ajar, Gauri!” tegur Arum dengan suara beratnya.
“Apa ART kita masih pulang kampung, Ma?” tanya Adam sambil melihat sekeliling. Dia baru sadar jika sejak tadi tidak ada asisten.
“Mmm… iya, Adam,” bohong Arum.
Pada akhirnya Adam perlahan bangkit. Di luar dugaan, dia melangkah menuju dapur untuk membuatkan teh hijau untuk Amora.
Gauri harus menelan pil pahit lagi saat melihat itu. Apalagi saat Adam memberikan teh tersebut pada Amora. Dia sudah tidak tahu bagaimana cara menyatukan hatinya kembali yang telah hancur berkeping-keping.
Amora memberikan senyum manis pada Adam. Lalu, dia dengan sengaja menatap Gauri penuh kemenangan.
“Adam, kamu harus menikahi Amora,” pinta Arum semakin membakar hati Gauri.
Gauri meremas kuat ujung bajunya. Dia kehilangan kekuatannya saat melihat bagaimana Adam memperlakukan Amora dengan manis.
Tidak bisa dibayangkan apa saja yang sudah terjadi di antara mereka saat di kantor. Makan bersama, berdiskusi, berkomunikasi, hal-hal yang didambakan Gauri.
Adam melirik Gauri yang sedang memalingkan wajah, seperti tidak tertarik dengan apa pun yang akan Adam katakan. Dia merasa kecewa saat Gauri memilih abai.
‘Utangnya sudah lunas. Dia pasti sudah tidak membutuhkanku lagi,’ batin Adam menyimpulkan.
“Pak Adam?” Amora mengelus lutut Adam, membuat pria itu tersadar.
“Akan saya pikirkan,” tegas Adam.
Adam bangkit dan pamit kembali ke ruang kerjanya. Tak tahan bersama Arum dan Amora lebih lama lagi, Gauri juga pergi ke kamarnya.
Gauri menunduk dalam, menutupi air mata dengan rambut panjangnya supaya tidak dilihat siapa pun. Kakinya bergerak cepat menuju kamar. Bahkan, dia tidak menyadari jika Adam masih bergeming di depan pintunya,memerhatikan Gauri.
Tak lama kemudian, Gauri keluar lagi sambil membawa sebuah map. Dia mengabaikan tawa Arum dan Amora yang menggelegar di lantai satu.
Tanpa mengetuk pintu, Gauri memberanikan diri untuk masuk kamar Adam. Aroma parfum Adam langsung tercium oleh hidungnya.
Akhirnya dia menginjakkan kaki di ruangan yang didominasi warna abu-abu putih dengan ranjang besar di tengahnya. Dadanya masih berdebar kencang.
Apalagi saat tangannya menyentuh kenop pintu ruang kerja Adam yang terasa dingin. Pintu itu terbuka perlahan dan dia menemukan Adam tengah melihat ke arahnya.
“Gauri?” Pria itu bangkit dari kursi kebesarannya dan menghampiri Gauri yang masuk semakin dalam ke ruang kerjanya.
Gauri membisu. Dia sibuk mengamati ruang kerja Adam yang semua sisi dindingnya hampir dipenuhi dengan koleksi buku. Ini lebih terlihat seperti perpustakaan pribadi.
“Keluar!” perintah Adam tegas.
Sikap dingin Adam yang tidak pernah berubah, membuat Gauri tersenyum masam.
“Itu memang niatku,” sahut Gauri sambil menyodorkan map pada Adam.
Walaupun tidak mengerti, Adam tetap menerima dan membuka map itu. Dia menautkan alis, terlihat sangat fokus sekaligus seksi.
“Tolong tanda tangani surat cerai itu,” tambah Gauri dengan percaya diri. Namun, mata Gauri berkaca-kaca saat dia mengatakan itu. Dia mengusap hidungnya yang basah.
Adam mengangkat surat itu tinggi dan berkata, “Sisa kontrak kita masih beberapa bulan lagi dan ada biaya penalti yang harus ditanggung oleh pihak pemutus kontrak. Apa kamu siap? Gaji setahun sebagai penatu tidak akan cukup untuk membayar ini.”
“Berapa yang harus aku bayar?” tanya Gauri memberanikan diri menatap mata Adam. Gauri tidak yakin dia bisa membayar itu atau tidak. Nilainya pasti besar, mengingat Adam adalah pebisnis yang pandai melihat celah. Pria itu tidak mungkin melepaskan lawan tanpa menghancurkannya. Dalam surat yang legal, Gauri adalah istri sah Adam. Namun, hal itu tidak lantas menjadikan Gauri berdiri di belakang barisan Adam. Terpaksa menikah, tidur di kamar yang terpisah, dijadikan babu, dan tidak dinafkahi bukanlah perlakuan yang seharusnya diterima jika memang Adam menganggap Gauri sebagai orangnya. Jari lentik Gauri bergerak seperti orang yang sedang menghitung dalam gerakan samar. Gaji yang tidak seberapa dari bekerja sebagai penatu selalu Gauri tabung. Uang yang Gauri gunakan untuk mendaftar kuliah juga sudah dikembalikan oleh pihak kampus atas permintaan Ezra dan Thomas. ‘Apa benar tabunganku tidak akan cukup seperti kata Adam?’ Gauri bertanya dalam hati sambil menarik napas panjang. Ad
“Kamu harus menandatangani surat perceraian itu setelah aku mendapatkan uangnya, Mas,” pinta Gauri sambil meremas kedua telapak tangannya.“Tentu, aku tidak perlu menahan kucing liar yang ingin kembali ke jalanan. Sekarang silakan keluar!” Adam menunjuk pintu dengan dagunya.Kesal karena Adam mempersulitnya, Gauri berbalik badan dan keluar dari ruang kerja suaminya. Tak lupa, Gauri juga sengaja menutup pintu keras. Dua pintu, satu di ruang kerja dan satu di kamar Adam.Gauri melangkahkan kakinya keluar rumah. Dia harus menemui Amelia. Walaupun masih terasa sungkan, harus Gauri akui bahwa kali ini dia membutuhkan bantuan Thomas.Saat Gauri berjalan melewati ruang tamu, Amora dan Arum yang sejak tadi masih berbincang mendadak menutup mulut mereka.“Sudah ingin pergi?” tanya Amora menaikkan kedua alisnya. Bibirnya tersenyum miring.Gauri mendengar itu, tapi memilih untuk mengabaikannya dan tetap berlalu. Dia justru merasa beruntung karena kali ini Arum tidak menahannya. Terima kasih kepa
“Apa Kakek marah?” tanya Gauri yang sudah duduk di kursi bagian belakang mobil.Amelia dan Santo, sopir Gauri, duduk di kursi depan.Mobil melaju dalam kecepatan sedang membelah aspal jalan tol yang cukup ramai menjelang jam pulang kerja.Sesaat setelah 200 juta berhasil ditransfer ke rekening Gauri, Thomas menelepon dan memintanya untuk datang ke rumah.Gauri tentu saja gugup.“Semoga tidak, Nona,” sahut Amelia datar.Nyatanya, jawaban Amelia sama sekali tidak membantu meredakan kecemasan Gauri. Dia justru semakin gugup.Sore ini akan jadi pertemuan kedua Gauri dengan Thomas. Dan, pertama kali Gauri mendatangi kediaman Thomas.“Kita hampir sampai,” ujar Amelia ketika sebuah gerbang besar berhadapan dengan mobil mereka.Gerbang itu terbuka otomatis setelah mengenali mobil yang ditumpangi Gauri.Mobil melaju pelan saat melewati halaman rumah yang dipenuhi dengan pohon pinus.Gauri menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Rumah bergaya Eropa yang berdiri gagah di depan sana m
“Syarat apa, Kek?” tanya Gauri semakin menegakkan punggung.Gauri sedikit merasa bersyukur karena dia tidak perlu menjelaskan kondisi rumah tangganya pada Thomas.Walaupun Gauri menginginkan perpisahan dengan Adam, bukan berarti Gauri juga ingin Adam hancur. Thomas pasti akan melakukan sesuatu.Menyakiti hati satu-satunya keluarga Thomas berarti sama saja menghina Keluarga Uno. Efeknya tidak akan biasa-biasa saja.“Sebelumnya saya akan bertanya, apa setelah datang ke rumah ini kamu masih belum ingin tinggal di sini?” Thomas mengangkat kedua alisnya dan memajukkan tubuhnya.“Belum.” Gauri menggunakan suara lembut dengan nada sesopan mungkin supaya tidak menyinggung Thomas.“Kalau begitu, kamu harus sering mengunjungi saya, minimal seminggu dua kali. Itu syarat dari saya,” ucap Thomas dengan tegas.Thomas mengulurkan tangannya ke arah Bergas, seperti meminta sesuatu. Bergas mengeluarkan sebuah dompet berwarna hitam dan memberikannya pada Thomas.Kini giliran Gauri yang mengangkat kedua
“Apakah kamu bisa mencarikan tempat tinggal yang baru untuk aku malam ini juga, Amelia?” tanya Gauri pada Amelia setelah mobil mereka keluar dari gerbang rumah Thomas.Setelah menemukan kesempatan untuk keluar dari rumah Keluarga Harraz dan membayar biaya penalti, Gauri tidak ingin kembali lagi.Pergi dengan tangan kosong bukan masalah untuk Gauri. Dia pun masuk ke rumah itu dengan tidak membawa apa-apa.Gauri tidak perlu tetap berada di rumah itu hanya untuk menunggu Adam menandatangani surat perceraian.Amora pasti akan sering datang ke rumah Adam. Gauri tidak ingin menyakiti hatinya sendiri dengan bersikap bodoh.Mengingat nama Amora, hati Gauri mendadak terasa sesak. Padahal Gauri sudah mencoba mengabaikannya.Gauri memukul pelan dadanya untuk meredakan sesak. Amelia dan Santo spontan melirik Gauri dari kaca spion tengah.“Saya bisa carikan tempat tinggal untuk Nona.” Amelia menjawab pertanyaan Gauri sebelumnya dan mengeluarkan ponsel. “Nona baik-baik saja?” tanyanya.“Apa Nona pe
“Pelayan? Chef? Bahkan orang yang akan menyiapkan bathtub dan pakaianku?” Gauri melebarkan kedua bola mata cokelatnya yang indah.Gauri berhenti mencatok rambut dan memutar tubuhnya menghadap Amelia.Belum sempat Gauri beradaptasi dengan griya tawangnya, pagi ini Amelia mengabarkan bahwa beberapa pekerja telah datang untuk memenuhi segala kebutuhannya.Jantung Gauri rasanya hampir lepas. Gauri ingin mencari ketenangan. Dia tidak akan merasa nyaman jika dikelilingi oleh banyak orang di rumahnya sendiri.“Tidak, Amelia. Ini terlalu berlebihan!” seru Gauri sambil merentangkan tangannya beberapa detik.Kali ini Amelia keterlaluan.“Nona, Anda har—”“Begini saja.” Gauri memotong ucapan Amelia. “Aku tidak keberatan jika memakai jasa pelayan untuk membersihkan griya tawang dan memasak, asalkan mereka tidak menginap. Untuk bathtub dan memilih pakaian, aku bisa sendiri. Apa kamu tidak percaya selera fashionku?”Ditanya seperti itu oleh Gauri, Amelia hanya bisa membisu. Wanita itu tidak mungkin
“Kamu Gauri, kan?” tanya pria yang memakai kemeja biru muda itu sambil mendekat. Saat pria itu menipiskan jarak dengan Gauri, Amelia refleks menghalaunya. Namun, ketika melihat siapa pemilik wajah itu, Amelia menurunkan tangannya.Begitu pula dengan Gauri yang tadi bersikap waspada. Wanita cantik itu kini membalas senyuman pria berwajah teduh.“Bapak… Pak Ezra?” Gauri membulatkan mata dan menunjuk pria itu dengan jari lentiknya.Baik Gauri maupun Amelia mengetahui bahwa Ezra adalah orang kepercayaan Thomas. Ezra bukanlah ancaman seperti Adam. Gauri tidak perlu menjaga jarak aman darinya. Jadi Amelia mundur beberapa langkah untuk memberikan privasi pada nonanya. “Ternyata benar kamu Gauri. Kamu jauh lebih cantik dari terakhir kita bertemu.” Ezra memuji sambil memberikan senyuman hangat yang disukai Gauri. Sebenarnya Gauri sudah cantik natural. Walaupun lebih sering tampil dengan pakaian lusuh dan tanpa riasan, Gauri tetap mampu memikat mata pencinta visualisasi. Sehingga dengan ri
“Ibu Niya dan Pak Faisal tidak bisa datang?” Gauri mengulang informasi dari Amelia. Gauri sampai di restoran bintang lima, Chef’s Territorial tepat pada pukul satu siang. Restoran yang menyediakan menu makanan Jepang, Korea dan Indonesia ini memiliki ruangan VIP.Sayangnya, kedua orang yang sangat ingin Gauri temui justru sedang tidak bisa datang.Gauri yang sudah terlanjur di jalan tidak bisa membatalkan begitu saja. Lagipula Gauri masih bisa bertemu dengan Revi.“Anak bungsu mereka sakit. Mereka menyampaikan permohonan maaf pada Nona,” sahut Amelia yang berjalan di belakang Gauri.“Oke,” sahut Gauri singkat.Saat Gauri sampai di depan sebuah pintu yang tertutup, Amelia dengan sigap membukanya. Revi yang sudah lebih dulu sampai di sana menoleh begitu mendengar suara pintu yang dibuka. “Gauri!” sapa Revi dengan riang. Gadis muda itu bangkit dari kursinya dan berlari memeluk Gauri.Untuk sesaat, Gauri tersentak. Tubuh kecilnya terdorong ketika Revi berhambur ke pelukannya.Amelia ha