Matahari tepat berada di atas kepala saat Gauri berada di XLaundry, tempat kerjanya.
“Aku perhatikan mobil itu sejak tadi ada di situ.” Revi membuka obrolan sambil menunjuk sebuah mobil sedan hitam.
“Di sana memang area parkir ruko, kan?” tanya Gauri memicingkan mata ke arah yang ditunjuk oleh rekan kerjanya.
“Lihat baik-baik, Gauri!” pinta Revi. “Mobil itu terlihat sangat mahal. Aku sering melihatnya di drama Korea dan biasa dipakai oleh orang-orang kaya.”
Gauri akhirnya kembali menoleh dan memerhatikan mobil itu lebih detail.
Mobil paling bagus yang pernah parkir di area ruko adalah Mitsubishi Pajero. Mobil yang biasa dibawa oleh pasangan suami istri China pemilik Restoran Tiongkok. Restoran itu memang paling ramai dibanding usaha lain.
Maserati GranTurismo jelas terlalu mewah untuk berada di sini. Warna hitamnya jauh lebih mengilap daripada yang lain. Bukan hanya Revi dan Gauri yang menjadikan mobill itu pusat perhatian, tapi beberapa penghuni ruko juga begitu.
“Kalau kamu penasaran, mau aku tanyakan langsung?” Gauri membual penuh canda.
Revi tertawa. “Oh, tidak perlu! Kita perhatikan saja dari sini, siapa pemilik mobil itu sebenarnya.”
Gauri hanya menggeleng sambil tersenyum. Sejak kedatangan Revi beberapa bulan lalu, hari-hari Gauri di XLaundry lebih berwarna berkat kepribadiannya yang riang.
Saat Gauri sedang memeriksa data pelanggan yang akan datang mengambil pakaian, pendengarannya menajam saat penyiar televisi menyebut nama Adam Harraz. Dia menoleh ke arah televisi.
“Konglomerat Adam Harraz, yang juga dikenal sebagai CEO Harraz Mall, kembali menunjukkan kepeduliannya dengan menjadi donatur utama dalam acara penggalangan dana yang diselenggarakan oleh Heal the Hearts Club,” ujar si penyiar wanita.
Televisi mulai menampilkan Adam saat acara pesta donasi beberapa waktu lalu. Napas Gauri tertahan, dia kembali teringat kejadian yang menyayat hatinya di sana.
“Sampai sekarang, aku masih penasaran siapa wanita beruntung yang menjadi istri Adam Harraz. Dia cukup pandai menyembunyikan masalah pribadinya sampai media tidak bisa mengendus sama sekali.” Revi berkomentar.
Hanya kalangan atas yang hadir di pesta donasi yang pernah melihat Gauri sebagai istri Adam dan mereka tidak bergosip. Seperti kata Ezra, keluarga Adam memang tertutup.
Ada rasa gemetar yang menjalar dari ujung jari hingga ke seluruh tubuh Gauri. “Jangan terlalu yakin, wanita itu belum tentu beruntung,” sahutnya.
Revi mengangkat kedua bahu dan tidak bicara apa-apa lagi. Sementara Gauri kembali fokus pada pekerjaan, berharap hal itu bisa menetralkan emosinya.
Tiba-tiba sebuah ingatan melintas di kepala Gauri setelah melihat berita tentang Adam. Matanya membulat, menatap ke satu arah di depannya. Mobil itu masih ada di sana.
‘Astaga! Jangan-jangan…’ batin Gauri.
Wanita cantik itu melangkah pergi keluar tanpa berpamitan.
“Gauri, mau ke mana?” tanya Revi berteriak. Namun, Gauri mengabaikannya.
Gauri terus melangkah lebar menuju mobil Maserati GranTurismo yang tadi sempat menjadi perbincangannya dengan Revi. Jantungnya berdebar kencang, seolah akan keluar dari dada.
Tok! Tok! Tok!
Gauri mengetuk jendela mobil yang dilapisi dengan kaca film itu setelah memeriksa plat nomornya. Dia menarik napas dalam.
Si pengemudi mobil segera keluar. Pria bertubuh tegap yang dibalut kemeja dan kacamata hitam itu kini berdiri di hadapan Gauri. Dia membuka kacamata dan menatap Gauri.
“Apa yang Mas Adam lakukan di sini?” tanya Gauri menautkan alisnya.
Gauri melupakan satu fakta dan kebiasaan Adam. Saat ingin menyetir sendiri, Adam selalu menggunakan mobil ini. Berbeda dengan yang biasa dia pakai saat disetiri Denny.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Sejak kapan, Gauri?” tanya Adam menyugar rambutnya. “Kamu masih bekerja sebagai penatu?”
Hari ini, Adam sengaja meluangkan waktu untuk mengikuti Gauri karena mencium sesuatu yang aneh dari istrinya. Rasa penasarannya belum puas hanya dengan melihat Gauri dari jauh.
Banyak pertanyaan terus berputar di dalam benak Adam. Dan, dia harus mencari tahu jawabannya.
Gauri bersumpah, dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Dia menggenggam tangannya yang mulai dingin.
“Kamu tidak menjawab pertanyaanku, Mas. Lagipula apa yang salah dengan bekerja?” tanya Gauri ragu-ragu. Adam sangat mengintimidasi.
“Itu pekerjaan hina!” geram Adam pelan. Otot-otot di tangannya semakin terlihat kala dia mengepalkan tangan.
Mereka sedang berada di tempat umum. Adam tidak ingin menjadi tontonan karena meningkatkan volume suaranya.
Gauri menarik napas beberapa kali sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menatap mata Adam yang menyalang tajam. Ada nyeri dalam dada Gauri karena mata itu tidak pernah menatapnya dengan hangat.
“Pekerjaan hina ini yang membantuku melewati masa sulit karena menjadi istrimu,” sahut Gauri. Bibir ranumnya mengeluarkan kata dengan lancar, tapi tangannya tidak berhenti gemetar.
“Jangan bicara sembarangan! Banyak wanita yang ingin berada di posisimu, Gauri,” ucap Adam sombong.
“Kalau begitu, cepat akhiri pernikahan ini supaya wanita itu bisa menjadi istrimu.” Gauri menantang, berpura-pura tidak terintimidasi dengan Adam.
Adam mengernyit tak suka. “Jangan bersikap liar seperti ini.”
Gauri terkekeh.
“Pikirkanlah, Mas. Aku tidak mungkin mengajukan permintaan itu jika bukan karena kamu.”
Gauri melangkahkan kaki, meninggalkan Adam yang terpaku di tempatnya.
Kerutan di dahi Adam semakin dalam.
Adam kesal. "Apa maksudnya?! Apa yang kulakukan?!"
Adam mengepalkan tangan dengan kuat hingga kukunya hampir melukai telapak tangannya sendiri.
“Ada tamu, Bu. Dia ingin bertemu dengan Pak Adam,” ucap Andri, satpam rumah Adam, melalui telepon saat Gauri berada di dapur. Keluarga Harraz baru saja selesai makan siang.Gauri mengernyit. “Oke, terima kasih, Pak.”Tanpa menunggu lebih lama, Gauri mengelap tangan dan melepas apron. Dia melangkah menuju pintu utama.Tok! Tok! Tok!Gauri segera membuka pintu tersebut.Detak jantungnya seakan berhenti saat melihat siapa yang datang. Sosok yang menjadi pusat rasa cemburu kini berdiri di hadapannya.“Pak Adam ada?” tanya Amora memainkan ujung rambut panjangnya.Siang itu penampilan Amora dan Gauri sangat berbanding terbalik, bagai tuan putri dan upik abu. Pakaian bermerek yang dikenakan Amora begitu mencolok dibanding dengan kaus rumahan yang dipakai Gauri.Namun, tetap saja pesona Gauri tidak terkalahkan. Dia masih terlihat cantik dan menawan tanpa perlu bantuan pakaian merek mewah seperti Amora.“Mas Adam tidak pernah menerima rekan kerja saat akhir pekan di rumah,” sergah Gauri member
“Hamil?” tanya Arum memastikan.Sesaat setelah Amora meminta Adam untuk bercerai, Gauri pergi menjauh dari kamar Adam. Dia sempat pergi ke kamarnya untuk menumpahkan seluruh air mata dan amarahnya.Namun, Gauri tidak bisa terus mengurung diri di kamar. Dia ingin mendengar keputusan Adam secara langsung. Sekalipun dia tidak bisa menyembunyikan mata bengkaknya.Amora mengangguk. Wanita itu tak segan menggenggam tangan Adam yang duduk di sebelahnya saat mereka ada di ruang tamu.“Aku akan kasih Mama cucu pertama,” ujar Amora percaya diri.Gauri melirik tautan tangan mereka yang terlihat jelas dari posisi duduknya. Amora sangat mahir menuang minyak dalam api cemburu yang membakar hati Gauri.Bahkan, Adam tak berusaha menghindar. Bahasa tubuh yang diartikan Gauri sebagai persetujuan Adam atas ide Amora.“Itu berita baik, Amora! Mama sudah lama ingin menimang cucu,” sahut Arum. Dia menatap Amora dengan penuh harap.“Bukannya terakhir kali Mama bilang kalau keponakan Adam yang masih berusia
“Berapa yang harus aku bayar?” tanya Gauri memberanikan diri menatap mata Adam. Gauri tidak yakin dia bisa membayar itu atau tidak. Nilainya pasti besar, mengingat Adam adalah pebisnis yang pandai melihat celah. Pria itu tidak mungkin melepaskan lawan tanpa menghancurkannya. Dalam surat yang legal, Gauri adalah istri sah Adam. Namun, hal itu tidak lantas menjadikan Gauri berdiri di belakang barisan Adam. Terpaksa menikah, tidur di kamar yang terpisah, dijadikan babu, dan tidak dinafkahi bukanlah perlakuan yang seharusnya diterima jika memang Adam menganggap Gauri sebagai orangnya. Jari lentik Gauri bergerak seperti orang yang sedang menghitung dalam gerakan samar. Gaji yang tidak seberapa dari bekerja sebagai penatu selalu Gauri tabung. Uang yang Gauri gunakan untuk mendaftar kuliah juga sudah dikembalikan oleh pihak kampus atas permintaan Ezra dan Thomas. ‘Apa benar tabunganku tidak akan cukup seperti kata Adam?’ Gauri bertanya dalam hati sambil menarik napas panjang. Ad
“Kamu harus menandatangani surat perceraian itu setelah aku mendapatkan uangnya, Mas,” pinta Gauri sambil meremas kedua telapak tangannya.“Tentu, aku tidak perlu menahan kucing liar yang ingin kembali ke jalanan. Sekarang silakan keluar!” Adam menunjuk pintu dengan dagunya.Kesal karena Adam mempersulitnya, Gauri berbalik badan dan keluar dari ruang kerja suaminya. Tak lupa, Gauri juga sengaja menutup pintu keras. Dua pintu, satu di ruang kerja dan satu di kamar Adam.Gauri melangkahkan kakinya keluar rumah. Dia harus menemui Amelia. Walaupun masih terasa sungkan, harus Gauri akui bahwa kali ini dia membutuhkan bantuan Thomas.Saat Gauri berjalan melewati ruang tamu, Amora dan Arum yang sejak tadi masih berbincang mendadak menutup mulut mereka.“Sudah ingin pergi?” tanya Amora menaikkan kedua alisnya. Bibirnya tersenyum miring.Gauri mendengar itu, tapi memilih untuk mengabaikannya dan tetap berlalu. Dia justru merasa beruntung karena kali ini Arum tidak menahannya. Terima kasih kepa
“Apa Kakek marah?” tanya Gauri yang sudah duduk di kursi bagian belakang mobil.Amelia dan Santo, sopir Gauri, duduk di kursi depan.Mobil melaju dalam kecepatan sedang membelah aspal jalan tol yang cukup ramai menjelang jam pulang kerja.Sesaat setelah 200 juta berhasil ditransfer ke rekening Gauri, Thomas menelepon dan memintanya untuk datang ke rumah.Gauri tentu saja gugup.“Semoga tidak, Nona,” sahut Amelia datar.Nyatanya, jawaban Amelia sama sekali tidak membantu meredakan kecemasan Gauri. Dia justru semakin gugup.Sore ini akan jadi pertemuan kedua Gauri dengan Thomas. Dan, pertama kali Gauri mendatangi kediaman Thomas.“Kita hampir sampai,” ujar Amelia ketika sebuah gerbang besar berhadapan dengan mobil mereka.Gerbang itu terbuka otomatis setelah mengenali mobil yang ditumpangi Gauri.Mobil melaju pelan saat melewati halaman rumah yang dipenuhi dengan pohon pinus.Gauri menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Rumah bergaya Eropa yang berdiri gagah di depan sana m
“Syarat apa, Kek?” tanya Gauri semakin menegakkan punggung.Gauri sedikit merasa bersyukur karena dia tidak perlu menjelaskan kondisi rumah tangganya pada Thomas.Walaupun Gauri menginginkan perpisahan dengan Adam, bukan berarti Gauri juga ingin Adam hancur. Thomas pasti akan melakukan sesuatu.Menyakiti hati satu-satunya keluarga Thomas berarti sama saja menghina Keluarga Uno. Efeknya tidak akan biasa-biasa saja.“Sebelumnya saya akan bertanya, apa setelah datang ke rumah ini kamu masih belum ingin tinggal di sini?” Thomas mengangkat kedua alisnya dan memajukkan tubuhnya.“Belum.” Gauri menggunakan suara lembut dengan nada sesopan mungkin supaya tidak menyinggung Thomas.“Kalau begitu, kamu harus sering mengunjungi saya, minimal seminggu dua kali. Itu syarat dari saya,” ucap Thomas dengan tegas.Thomas mengulurkan tangannya ke arah Bergas, seperti meminta sesuatu. Bergas mengeluarkan sebuah dompet berwarna hitam dan memberikannya pada Thomas.Kini giliran Gauri yang mengangkat kedua
“Apakah kamu bisa mencarikan tempat tinggal yang baru untuk aku malam ini juga, Amelia?” tanya Gauri pada Amelia setelah mobil mereka keluar dari gerbang rumah Thomas.Setelah menemukan kesempatan untuk keluar dari rumah Keluarga Harraz dan membayar biaya penalti, Gauri tidak ingin kembali lagi.Pergi dengan tangan kosong bukan masalah untuk Gauri. Dia pun masuk ke rumah itu dengan tidak membawa apa-apa.Gauri tidak perlu tetap berada di rumah itu hanya untuk menunggu Adam menandatangani surat perceraian.Amora pasti akan sering datang ke rumah Adam. Gauri tidak ingin menyakiti hatinya sendiri dengan bersikap bodoh.Mengingat nama Amora, hati Gauri mendadak terasa sesak. Padahal Gauri sudah mencoba mengabaikannya.Gauri memukul pelan dadanya untuk meredakan sesak. Amelia dan Santo spontan melirik Gauri dari kaca spion tengah.“Saya bisa carikan tempat tinggal untuk Nona.” Amelia menjawab pertanyaan Gauri sebelumnya dan mengeluarkan ponsel. “Nona baik-baik saja?” tanyanya.“Apa Nona pe
“Pelayan? Chef? Bahkan orang yang akan menyiapkan bathtub dan pakaianku?” Gauri melebarkan kedua bola mata cokelatnya yang indah.Gauri berhenti mencatok rambut dan memutar tubuhnya menghadap Amelia.Belum sempat Gauri beradaptasi dengan griya tawangnya, pagi ini Amelia mengabarkan bahwa beberapa pekerja telah datang untuk memenuhi segala kebutuhannya.Jantung Gauri rasanya hampir lepas. Gauri ingin mencari ketenangan. Dia tidak akan merasa nyaman jika dikelilingi oleh banyak orang di rumahnya sendiri.“Tidak, Amelia. Ini terlalu berlebihan!” seru Gauri sambil merentangkan tangannya beberapa detik.Kali ini Amelia keterlaluan.“Nona, Anda har—”“Begini saja.” Gauri memotong ucapan Amelia. “Aku tidak keberatan jika memakai jasa pelayan untuk membersihkan griya tawang dan memasak, asalkan mereka tidak menginap. Untuk bathtub dan memilih pakaian, aku bisa sendiri. Apa kamu tidak percaya selera fashionku?”Ditanya seperti itu oleh Gauri, Amelia hanya bisa membisu. Wanita itu tidak mungkin