Aku terbangun dan segera duduk dengan panik.Tok! Tok! Tok!Ketukan pintu masih terdengar, di malam yang sunyi ini suara ketukan pintu ini sangat terdengar keras.aku mengenakan pakaian lalu bangkit dari tempat tidur.Melalui cahaya, aku melihat pintu besi ini hampir berubah bentuk, seolah-olah orang tersebut bisa mendobrak masuk.Aku merasa gugup serta takut.Aku segera mencari tongkat kayu dan berteriak ke arah pintu, "Siapa? Kalau kamu mengetuk lagi, aku akan lapor polisi.""Audrey, buka pintunya, ini Kakak."Aku tertegun. Bagaimana mungkin kakakku?Untuk apa tengah malam datang ke sini? Mungkinkah Zayn memperlakukannya dengan tidak baik, sehingga kakakku pulang ke rumahku?Setelah memikirkan hal ini, aku segera membuka pintu.Namun, begitu pintu terbuka sedikit, sebuah kekuatan yang kuat mendorong pintuku hingga terbuka. Ada sesosok tubuh tinggi menerobos masuk, auranya penuh dengan emosi dan kejahatan.Aku menatapnya dengan gemetar. Ternyata Zayn!Aku mundur dengan cepat. "Kok kam
Alfie berkata kepada ibunya dengan gembira, "Aku bilang sudah bilang kalau itu tetangga kita. Ibu malah bilang bukan."Bibi berkata sambil tersenyum, "Ya, ya, matamu yang benar-benar fokus, sekilas langsung tahu kalau itu tetangga kita."Uh ....Aku tersenyum canggung, berterima kasih atas makanan yang mereka berikan padaku hari ini dan kemudian bertanya kenapa mereka tidak berangkat kerja hari ini.Alfie berkata, "Hari ini kami libur."Setelah jeda, Alfie melihat sekilas informasi lowongan kerja dan bertanya padaku, "Kak, kamu sedang cari kerja?"Aku mengangguk.Alfie menepuk pahanya dan berkata, "Oh, kalau sedang cari kerja bilang saja padaku. Lokasi konstruksi kami sedang segera mencari staf pengolah data.""Staf pengolah data?"Aku kurang memahaminya. Ini informasi dari lokasi konstruksi, jadi aku benar-benar tidak tahu.Alfie berkata dengan penuh semangat, "Sekilas kamu terlihat orang yang berpendidikan, jadi coba saja lamar di lokasi konstruksi kami.""Aku beritahu, kalau ini ada
Aku hanya bisa mengerutkan kening.Mobil mewah itu tampak familier. Zayn sepertinya memiliki mobil model ini.Setelah melihatku menatap mobil mewah itu, Alfie berkata padaku, "Jangan dilihat. Mobil itu mahal sekali. Mobil ini bukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh orang seperti kita. Kita sebagai orang biasa masih harus menghadapi kenyataan.""Ya." Aku mengangguk dan tersenyum padanya.Alfie menambahkan, "Saat ini, ada banyak gadis yang matre, tapi aku katakan padamu, tidak satu pun dari mereka yang akan punya nasib baik."Sudut bibirku bergerak-gerak, kenapa Alfie tiba-tiba memberitahuku hal ini?Apa ini cara Alfie untuk mengingatkan aku agar tidak menjadi wanita matre?Aku mengabaikan semua ini dan hanya bertanya padanya, "Apa kamu tahu nama bos yang mengembangkan lokasi konstruksi ini?""Mana mungkin orang rendahan seperti kita tahu nama bosnya?""Tahu marganya?""Kami tidak berhak mengetahui nama marganya. Dik, dengarkan nasihat aku. Berharap menjadi kaya memang bagus, tapi seben
Alfie tiba-tiba berkata dengan penuh semangat, "Ibu benar, Audrey benar-benar berpendidikan. Audrey pergi ke lokasi konstruksi hari ini untuk melamar pekerjaan sebagai petugas pengolah data dan langsung diterima. Besok dia akan mulai bekerja.""Benarkah?" Bibi menatapku dengan mata cerah. "Sepertinya pendidikan Audrey tinggi. Oh, aku ingin sekali punya anak perempuan yang luar biasa sepertimu."Keduanya sangat memujiku hingga aku merasa malu.Hari ini Bibi menatapku dengan aneh.Aku segera mengganti topik pembicaraan, melihat hidangan di atas meja dan berkata sambil tersenyum, "Bibi pandai sekali memasak. Hidangan ini kelihatannya enak.""Benarkah?" Bibi buru-buru menyajikan sepiring nasi untukku dan berkata, "Kalau begitu makanlah yang banyak. Kalau ada waktu, makan saja di rumah kami."Aku menjawab dengan senyuman di wajahku, berpikir dalam hati bahwa aku benar-benar tidak bisa datang untuk mengganggu mereka lagi, aku sudah sangat malu.Bibi dengan antusias menyajikan makanan untukku
Setibanya di rumah sakit ....Aku langsung pergi ke kamar rawat kakakku untuk mencarinya. Namun, di luar dugaanku, kamar itu ternyata kosong, bahkan sprai dan selimut sudah dirapikan.Di luar pintu, kebetulan ada seorang perawat lewat. Aku segera memanggilnya dan bertanya, "Permisi, boleh tanya, pasien yang sebelumnya tinggal di kamar ini pindah ke mana?"Perawat itu membuka buku catatan pemeriksaan dan melihatnya, lalu berkata, "Yang Anda maksud adalah Irvin, ya? Dia tadi pagi baru saja urus prosedur keluar rumah sakit.""Keluar rumah sakit?" Aku terkejut.Ada apa ini?Kakakku jelas bilang masih harus tinggal di sini dua bulan lagi, kenapa tiba-tiba keluar rumah sakit?Selain itu, kenapa dia tidak kembali ke rumah kontrakan mencariku setelah keluar? Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kenapa teleponnya terus-menerus tidak bisa dihubungi?Makin kupikir, makin tidak tenang.Aku segera bertanya lagi pada perawat itu, "Jadi, dia urus prosedur keluar rumah sakit sendiri, atau ada orang lain y
Aku tertegun, "Dengar saran Sella?""Ya, aku ceritakan situasimu ke Sella, lalu dia sarankan aku segera keluar rumah sakit. Dia suruh aku bersembunyi di tempatnya. Katanya, dia khawatir orang itu akan datang tangkap aku sehingga kamu terpaksa muncul.""Rupanya, memang seperti yang dia bilang.""Oh."Sepertinya, kakakku benar-benar sangat mempercayai gadis bernama Sella ini, bahkan sampai menceritakan keadaanku padanya.Kakakku berbicara, berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Audrey, kamu tidak perlu khawatir tentang kakak. Kakak yang patahkan kartu SIM sendiri, karena takut Zayn merebut ponsel Kakak, lalu gunakan ponsel itu untuk bohongi kamu keluar. Tentu saja, ini juga saran dari Sella."Mendengar itu, aku makin penasaran dengan gadis bernama Sella ini.Aku tersenyum dan berkata, "Gadis yang disukai Kakak memang berpikiran sangat matang. Nanti, setelah semua masalah ini selesai, Kakak harus kenalkan aku pada pacar Kakak, ya.""Hehe, tentu saja. Pokoknya, Kakak di sini baik-baik saja,
Ternyata Alfie sedang menunggu di luar pintu.Dia tersenyum lebar padaku dan berkata, "Pagi, Nona. Ayo kita pergi kerja bareng."Kupikir, toh tujuannya naik bus juga, pergi bareng tidak masalah, jadi aku mengangguk.Namun, saat tiba di lantai bawah dan melihat dia mendorong keluar sebuah motor listrik dari lorong, aku benar-benar terkejut.Aku bertanya dengan heran, "Kamu setiap hari naik itu ke tempat kerja?""Ya, ibuku bilang naik ini lebih hemat, cuma tinggal isi daya saja setiap hari. Lagi pula, motor ini aku beli bekas, murah sekali, cuma beberapa ratus ribu."Sambil bicara, dia duduk di atas motor listrik itu, lalu memanggilku, "Nona, ayo naik."Aku buru-buru mengibaskan tangan, "Tidak, tidak usah, aku naik bus saja."Kemarin aku sudah mengamati jalanan, makin dekat ke lokasi proyek, jalannya makin sulit dilalui, penuh lubang.Kalau motor ini tidak stabil dan jatuh, bagaimana?Aku jatuh tidak masalah, yang penting adalah bayi di dalam perutku.Selain itu, aku juga tidak terlalu a
Saat aku pulang kerja, baru pukul enam sore.Beberapa orang tinggal di lokasi proyek, beberapa lagi tidak, tetapi umumnya mereka makan malam di kantin sebelum pulang.Aku juga begitu.Namun, Alfie jelas-jelas selalu sengaja mencariku.Baru saja aku mengambil makan malam, dia sudah membawa nampannya ke arahku.Aku sengaja mencari sudut yang sepi untuk duduk.Alfie mengikutiku dan duduk di depanku. Dia tersenyum sambil berkata, "Audrey, malam ini aku harus lembur, nanti kamu pulang duluan, ya.""Hmm."Aku mengangguk pelan, lalu mengembalikan minuman yang dia belikan siang tadi dalam keadaan utuh.Alfie tertegun sejenak, lalu menatapku dengan senyum di wajahnya, "Audrey, ini maksudnya ....""Sebetulnya, aku sudah menikah."Wajah Alfie langsung berubah.Aku melanjutkan, "Selain itu, aku juga sudah punya anak."Kali ini, ekspresi wajah Alfie berubah menjadi jauh lebih suram.Dia berkata, "Audrey, kalau kamu mau tolak aku, tidak perlu membuat alasan seperti itu. Usia kamu kelihatan baru dua
Setelah itu, dia menatap kakakku dan berkata, "Bagaimana? Apa pacarmu akan datang?"Kakakku berkata, "Aku baru saja menelepon Sella. Dia sedang sibuk, mungkin belum ada waktu. Kita lihat saja nanti."Ibuku tidak bertanya apa-apa lagi, aku juga tidak mengatakan apa-apa.Kakakku menjelaskan, "Sella adalah seorang perawat. Terkadang harus bekerja di malam hari. Dia sangat lelah, jadi ....""Tidak apa-apa, Ibu mengerti." Ibuku tersenyum padanya lalu pergi ke dapur untuk membersihkan bahan-bahan.Kakakku menatapku sambil berkata, "Sekarang aku akan pergi menengoknya. Kalau Sella sudah selesai dengan pekerjaannya, aku akan membawanya ke sini."Aku mengangguk.Setelah kakakku pergi, aku pergi ke dapur dan membantu ibuku menyiapkan bahan-bahan yang baru saja kami beli.Aku membeli banyak sayuran, mungkin butuh waktu dua jam untuk membereskannya.Ibuku tiba-tiba mendesah.Aku menatapnya dengan bingung. "Ada apa, Bu?"Ibu menatapku dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Kakakmu benar-benar terjeba
Kakakku menatap ponselnya dengan ekspresi rumit. "Kalau begitu, aku akan meneleponnya untuk tanya apa dia ada waktu malam ini atau tidak.""Baiklah, kalau dia mau datang, kamu bisa beritahu Ibu lebih dulu agar Ibu bisa menyiapkan hadiah untuknya."Setelah ibuku mengatakan hal itu, kakakku merasa makin bersalah.Kakakku segera mengubah nada bicaranya. "Jangan khawatir, aku akan membawanya kembali untuk menemuimu malam ini."Begitu melihat kakakku sedang kesal, aku tidak banyak bicara, hanya diam-diam mengambil tas itu dari tangannya untuk membantunya.Kakakku tersenyum padaku dan berkata, "Adikku memang yang terbaik.""Benar sekali. Kalau pacarmu dan aku punya masalah, kamu jangan memihak padanya."Kakakku tersenyum polos padaku.Aku melotot marah padanya. "Apa yang kamu tertawakan? Aku berkata jujur. Aku bahkan belum pernah bertemu pacarmu, aku juga tidak tahu seperti apa dia.""Tapi kamu juga tahu bahwa dia benar-benar meninggalkan kesan buruk pada kami.""Kalau saja dia orang yang ba
Setelah panggilan telepon berakhir, Zayn meminta maaf padaku dan berkata, "Akhir-akhir ini aku sedikit sibuk. Aku akan menghabiskan lebih banyak waktu denganmu setelah aku menyelesaikan masa sibuk ini.""Tidak masalah. Bisnis lebih penting."Aku memberinya semangkuk sup hangat. "Akhirnya aku tahu kenapa perutmu tidak enak. Soalnya, waktu kamu sibuk, kamu tidak makan dengan baik."Zayn tersenyum tidak berdaya padaku dan meminum sup yang aku sajikan padanya.Saat melihat Zayn tidak menelepon lagi, aku berkata padanya, "Malam ini datanglah ke rumah ibuku untuk makan bersama."Zayn tertegun sejenak, lalu tersenyum dan berkata, "Bukankah kakakku tidak menyukaiku?""Mana mungkin? Dia tahu kamu banyak membantu kami setelah keluargaku bangkrut.""Dia hanya bilang kalau tidak menyukaimu, paling-paling dia hanya menyalahkanmu karena mempermainkan dua wanita di saat yang sama, melindungi cinta pertamamu sambil bersama aku ....""Aku tidak begitu!"Zayn buru-buru menyangkal, "Kamu juga tahu, hanya
Aku terkejut dan menatapnya dengan air mata di mataku. "Kabar baik apa?"Aku merasa semua yang terjadi akhir-akhir ini buruk, tidak ada satu pun berita yang bisa dianggap baik.Zayn dengan lembut menyeka air mata di wajahku dan berbisik, "Sore ini, dokter menelepon untuk bilang sudah menemukan sumber ginjal yang cocok dengan ibuku.""Benarkah?"Aku menatapnya dengan heran.Ini sungguh kabar baik, kabar yang sangat baik.Zayn mengangguk. "Aku sudah pergi ke sana untuk memastikan bahwa sumber ginjal itu cocok dengan ibuku dengan tingkat kecocokan lebih dari 90 persen, bahkan lebih tinggi daripada kecocokan Paman Thomas saat itu.""Kapan operasinya akan dijadwalkan?" tanyaku dengan cemas.Lagi pula, dokter bilang ibunya hanya punya waktu hidup satu bulan.Zayn berkata, "Dokter akan mengatur operasi dalam waktu sekitar seminggu, perlu disuntik untuk mengurangi peradangan dalam beberapa hari ke depan untuk memastikan bahwa ibuku dalam kondisi fisik yang baik untuk operasi."Aku mengangguk.
Di tahun ini, sering sekali hujan di Kota Jenara.Angin dingin bersiul di luar jendela, air hujan menetes begitu deras, membuat ruangan semakin hangat, nyaman serta damai.Tiba-tiba aku teringat masa kecilku, bermain air hujan di halaman bersama kakak dan ibuku.Saat itu, Ayah sedang duduk membaca koran dan memperhatikan kami bermain sambil tersenyum.Masa kecil begitu indah serta tanpa beban.Namun, sekarang ....Saat memikirkan penyakit ibuku, aku merasa seperti ada batu besar yang menekan hatiku hingga membuat aku tidak bisa bernapas."Apa yang sedang kamu lihat?"Tiba-tiba, ada sepasang lengan kekar melingkari pinggangku.Lalu, dada hangat menyentuh punggungku.Dari bayangan yang tercetak di jendela, aku melihat wajah Zayn yang lembut serta tampan.Zayn menundukkan kepalanya dan mencium leherku sambil berkata, "Mienya sudah siap, ayo makan."Aku mengangguk, berbalik untuk berjalan menuju meja.Zayn tiba-tiba mengerutkan kening dengan serius.Zayn meraihku tanganku dan menatap matak
Karena aku baru saja mengatakan, setelah makan malam, aku ingin pulang untuk menemani ibuku.Namun, sekarang Zayn memelukku dan tidak membiarkanku pergi.Napas yang menyembur ke telingaku terasa berbeda.Aku mengecilkan leherku, merasakan napasnya menggelitikku.Zayn tiba-tiba membalikkan tubuhku dan dengan lembut memegang bibirku.Pemanas ruangan menyala. Ketika masuk, aku melepas jaketku dan hanya mengenakan kemeja tipis.Tangannya meraih ujung bajuku hingga membuat tubuhku seakan-akan terbakar.Aku tidak bisa diam saja, jadi aku bersandar di dadanya sambil memanggilnya, "Zayn, jangan ...."Zayn menghentikan gerakannya, menatapku dengan matanya yang gelap tanpa berkedip, matanya penuh dengan depresi, otot-ototnya menegang, seolah-olah sedang menahan perasaan yang sangat tidak nyaman.Aku menarik napas, memegang lengannya dan berusaha berdiri tegap, tapi kakiku masih terasa lemas.Kemampuan berciumannya semakin lama semakin membaik. Hanya dengan menciumku beberapa saat, seluruh tubuhk
Setelah terdiam sejenak, Zayn menambahkan, "Aku pikir kamu tidak mau bertemu denganku lagi.""Mana mungkin?" kataku padanya.Zayn menatapku sambil berkata, "Kamu marah padaku, ya?"Aku menggelengkan kepala dan tidak berkata apa pun.Zayn menjelaskan padaku, "Terkait kejadian hari ini, aku tidak memihak pada Cindy.""Aku hanya khawatir kamu salah paham terhadapnya. Lagi pula, dia sebenarnya tidak harus memperlakukan keluargamu seperti itu, dia ....""Sudahlah, jangan sebut-sebut dia lagi."Sekarang aku benar-benar tidak ingin membahas tentang Cindy sama sekali.Ibuku benar, Zayn sudah ditipu oleh Cindy.Aku hanya bisa meyakinkannya dengan menemukan bukti yang kuat tentang penipuan serta sifat palsu wanita itu.Selain itu, tidak ada gunanya aku mengatakan apa pun.Zayn menatapku dalam-dalam.Mungkin mengira aku marah, jadi Zayn menekankan tanganku erat-erat ke dadanya.Aku melihat ke belakang, hujan pun mulai turun lagi.Aku berkata padanya, "Sudah malam, ayo makan."Zayn berdiri diam.A
Kakakku melirik ponselku sambil berkata, "Jangan angkat! Zayn pasti baru saja membujuk cinta pertamanya, sekarang mencoba membujukmu lagi. Zayn ingin bersama dua wanita sekaligus.""Tidak, bukan cinta pertamanya, tapi sebenarnya wanita itu hanyalah adiknya," kataku dengan suara yang tenang.Kakakku mencibir, "Jangan khawatir, seorang adik yang tidak punya hubungan darah sama sekali bukanlah seorang adik. Kakak juga seorang pria, Zayn hanya ingin menikmati kebahagiaan punya dua istri. Kakak tahu Zayn tidak tega melepaskan kalian berdua."Aku menundukkan kepala dan tidak berkata apa pun. Ibuku menarik lengan kakakku sambil berkata, "Sudahlah, jangan bicara omong kosong. Zayn berbeda dengan kalian para pria lain."Raut wajah kakakku menjadi suram. "Apa maksud Ibu? Aku jauh lebih setia daripada Zayn. Lagi pula, Bu, aku anak kandungmu. Kenapa Ibu selalu membela Zayn?"Ibu menatapku lalu berkata, "Pikirkanlah dalam hati kalian, bagaimana Zayn memperlakukan kita?"Kakakku tidak mengatakan apa
Ini tidak ada hubungannya dengan kebaikan atau kepercayaan.Hanya bisa dikatakan bahwa Cindy sudah menyamarkan dirinya dengan sangat baik di depan mereka sejak masih kecil, kesan mereka terhadap Cindy sebagai sosok yang lemah serta baik hati sudah lama berakar dalam hingga tidak bisa diubah.Aku pulang ke rumah dalam keadaan kelelahan. Kakakku sedang memasak di dapur dan ibuku sedang duduk di sofa sambil melihat-lihat foto-foto lama.Begitu melihatku pulang, ibuku segera memanggilku untuk melihat foto-foto itu bersama.Seluruh album ini dipenuhi foto-foto keluarga kami yang beranggotakan empat orang, yang sebagian besar merupakan foto individu atau fotoku bersama kakakku.Ada yang dari masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa.Ibuku menunjuk ke fotoku saat aku masih kecil sambil tersenyum padaku. "Lihatlah fotomu yang sedang menangis. Apa kamu ingat?"Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala.Kakakku tertawa, "Seingatku, foto ini menunjukkan dia sedang tersesat, lalu mulai menangis kera