Saat aku pulang kerja, baru pukul enam sore.Beberapa orang tinggal di lokasi proyek, beberapa lagi tidak, tetapi umumnya mereka makan malam di kantin sebelum pulang.Aku juga begitu.Namun, Alfie jelas-jelas selalu sengaja mencariku.Baru saja aku mengambil makan malam, dia sudah membawa nampannya ke arahku.Aku sengaja mencari sudut yang sepi untuk duduk.Alfie mengikutiku dan duduk di depanku. Dia tersenyum sambil berkata, "Audrey, malam ini aku harus lembur, nanti kamu pulang duluan, ya.""Hmm."Aku mengangguk pelan, lalu mengembalikan minuman yang dia belikan siang tadi dalam keadaan utuh.Alfie tertegun sejenak, lalu menatapku dengan senyum di wajahnya, "Audrey, ini maksudnya ....""Sebetulnya, aku sudah menikah."Wajah Alfie langsung berubah.Aku melanjutkan, "Selain itu, aku juga sudah punya anak."Kali ini, ekspresi wajah Alfie berubah menjadi jauh lebih suram.Dia berkata, "Audrey, kalau kamu mau tolak aku, tidak perlu membuat alasan seperti itu. Usia kamu kelihatan baru dua
"Audrey!"Benar saja, itu suara Zayn yang bernada dingin, seperti berasal dari neraka.Dia terdengar seolah yakin sekali bahwa itu aku. Suaranya yang penuh amarah seperti ingin menghancurkan aku menjadi serpihan.Aku menahan napas, tidak berani menutup telepon, juga tidak berani bersuara.Sekarang harus bagaimana?Saat aku panik seperti semut di atas penggorengan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Aku langsung berpikir itu pasti Alfie. Mataku berbinar dan aku segera berlari membuka pintu.Benar saja, itu Alfie.Alfie tertegun sejenak, belum sempat dia berbicara, aku buru-buru memberi isyarat untuk diam, lalu menyodorkan ponselku padanya, memintanya menjawab telepon itu untukku.Alfie memandangku dengan curiga, kemudian berkata ke telepon, "Halo?"Aku menatapnya tanpa berkedip.Dia berkata lagi, "Halo?" Lalu, dia bertanya, "Kamu siapa? Bicaralah!"Setelah beberapa saat, Alfie mengembalikan ponselku dan berkata, "Orang itu sepertinya sudah menutup telepon."Aku melihat layar ponsel,
Zayn adalah investor utama dari drama itu, jadi tidak aneh jika dia menghadiri acara pembukaan.Namun, dengan statusnya sekarang, dia hadir secara langsung di acara pembukaan seperti itu benar-benar mengejutkan."Lalu?" tanyaku."Lalu, aku lihat dia bertanya ke Yosef soal keberadaanmu. Yosef bilang dia tidak tahu. Dia juga bertanya ke Arya.""Kamu tahu Arya, 'kan? Pemeran utama pria dalam drama ini. Dia aktor yang sangat tampan.""Tapi, apa hubungannya kamu dengan Arya? Kenapa Zayn sampai bertanya ke dia soal keberadaanmu?""Oh, dulu aku pernah kerja beberapa hari di bawah kepemimpinan Arya, di perusahaan Yosef dan kelompoknya.""Oh ...." Dorin terlihat paham. Setelah beberapa saat, dia melanjutkan, "Sebenarnya, dia tidak datang bertanya padaku. Tapi, kebetulan kamu tiba-tiba meneleponku.""Begitu aku lihat nomor itu, aku langsung tahu itu kamu. Untung aku tidak menyimpannya dengan nama kontak.""Saat kamu menelepon, aku langsung pergi mencari tempat untuk menjawabnya. Tapi, siapa sang
Sepertinya, Zayn masih curiga bahwa orang yang tadi menelepon Dorin adalah aku.Memang, pria ini sama sekali tidak mudah ditipu.Aku melihat ponsel yang terus berdering, tetapi aku benar-benar tidak berani menjawabnya.Aku sekarang sangat takut mendengar suaranya yang dingin itu.Sejujurnya, aku memang takut padanya. Jika dia mulai mengancam, besar kemungkinan aku akan ketakutan dan menyerah untuk kembali padanya.Jadi, aku memutuskan untuk tidak menjawab teleponnya. Biarlah dia marah-marah di sana, aku tidak peduli.Selama aku tidak menjawab teleponnya, aku tidak akan mendengar ancamannya, dan aku juga tidak akan merasa takut.Pikiranku tenang setelah menyusun rencana itu. Aku mengatur ponsel menjadi mode senyap, lalu melemparnya ke samping.Entah berapa lama berlalu, layar ponsel akhirnya menjadi gelap.Aku mengambil ponsel itu untuk memeriksanya.Astaga, pria itu meneleponku delapan kali berturut-turut.Melalui ponsel, aku bisa merasakan kegigihan obsesifnya yang menakutkan.Kenapa
Aku juga menyapanya kembali.Dia berkata padaku, "Kamu tidak marah sama Alfie, 'kan? Dia itu memang tidak bisa ngomong yang benar. Kemarin juga sudah aku tegur.""Tidak, memang bukan salah dia. Ini salahku yang buat kalian salah paham."Bibi itu memperhatikan aku dari atas sampai bawah, lalu berkata, "Astaga, kamu ini masih kelihatan seperti anak sekolah. Kok sudah menikah dan hamil?"Sambil berkata begitu, dia melirik perutku dan bertanya, "Berapa bulan bayinya? Belum kelihatan, ya.""Hmm, baru hamil." Aku tersenyum, lalu berjalan bersama bibi itu naik ke atas.Bibi itu melirik bakpao di tanganku, lalu berkata lagi, "Wanita hamil itu harus banyak makan makanan bergizi. Cuma makan bakpao itu tidak cukup.""Apalagi, kamu tinggal sendiri di luar ini tidak aman. Aku benar-benar tidak paham, kok ibu mertuamu dan suamimu tega biarkan kamu, yang sedang hamil, kerja di luar."Aku tersenyum kecil dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku juga baru tahu kalau hamil.""Oh begitu." Bibi itu kembali meliri
"Dia mau tunangan!"Tanganku yang memegang ponsel sedikit gemetar. Butuh beberapa saat sebelum aku bisa memaksakan senyum dan berkata, "Benarkah?""Ya, meskipun aku tidak dapat undangan, ya jelas saja, aku mungkin tidak cukup pantas. Tapi, aku dengar banyak orang di kru drama ngomong soal itu, katanya dia mau tunangan.""Kalau begitu, selamat untuk dia." Aku tersenyum. "Pasti sama Cindy, 'kan?""Sepertinya begitu." Dorin menjawab, lalu menambahkan dengan nada mengejek, "Laki-laki memang semuanya sama. Baru beberapa waktu lalu dia sibuk cari-cari kamu, sekarang sudah mau tunangan sama perempuan lain."Aku tersenyum, "Tidak bisa dibilang begitu. Dia cari aku karena benci, ingin balas dendam, bukan karena dia suka sama aku.Orang yang dia suka memang Cindy. Jadi, tidak ada yang aneh kalau dia tunangan sama dia. Lagi pula, kami sudah lama cerai."Dorin terdiam sejenak, lalu bertanya, "Audrey, kamu ... kamu sedih tidak? Aku ingat dulu kamu pernah bilang kalau kamu suka sama dia.""Sudah tid
Keduanya tersenyum sambil menyapaku.Saat turun bersama, Alfie bertanya, "Audrey, kemarin kamu lihat tidak, bos besar yang kembangkan proyek di area kita?"Aku menggeleng, "Kalian lihat?"Kemarin aku memang dengar kabar bahwa bos besar datang meninjau proyek. Katanya, dia datang dengan mobil mewah.Banyak orang di kantor yang pergi melihat, mau sekalian melihat penampilan bos besar itu, bahkan supervisor juga ikut.Aku sendiri tidak terlalu suka keramaian, dan aku takut bahaya berdesakan hingga terjatuh, jadi aku tidak pergi.Kemarin, saat makan di kantin, yang dibicarakan orang-orang juga cuma soal bos besar itu.Namun, lucunya, tetap saja tidak ada satu orang pun yang tahu nama si bos besar.Alfie berkata, "Aku tidak sempat lihat, tapi ibuku sempat."Sambil bicara, Alfie menyenggol lengan ibunya.Barulah bibinya berkata, "Kami memang lagi santai waktu itu, jadi bisa lihat. Eh, jangan salah, bos besar itu ganteng banget, tinggi, kakinya panjang. Wajahnya, aduh, lebih tampan dari seleb
Aku hampir tersungkur, nyaris terjatuh.Aku mengernyitkan dahi sambil mendongak, dan melihat Alfie.Alfie berkata kepadaku, "Dik, mobil itu hampir menuju ke arahmu, kenapa kamu malah bengong di sana?"Meski jarak mobil itu denganku masih cukup jauh, Alfie memang bermaksud baik untuk keselamatanku, jadi aku tidak marah.Aku berkata, "Tidak apa-apa, aku tadi mau menghindar kok, cuma mobil itu rasanya agak familier.""Hahaha ...."Begitu aku selesai bicara, bibi dan Alfie langsung tertawa terbahak-bahak.Terutama bibi, "Audrey, kamu pasti pernah lihat mobil mewah seperti itu di jalan, ya? Familier apanya?""Bibi tadi sudah bilang, kita orang kecil ini harus sadar diri, jangan terus berpikir mau jadi orang kaya mendadak, seperti burung pipit yang berubah jadi foniks.""Kamu lihat dirimu, bukannya sadar, malah mau sengaja cari masalah. Aduh, gimana sih."Sengaja cari masalah?Sudut bibirku berkedut, tapi aku tidak menjawab.Bibi melanjutkan, "Itu 'kan mobil bos besar proyek kita. Jangan sam
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak
Aku menatap Irvin dengan tatapan curiga, "Akhirnya pacarmu mau bertemu dengan kita? Jangan-jangan kamu nggak bilang padanya kalau kamu membawaku?""Ck!"Raut wajah Irvin langsung memasam. "Lihatlah, kamu meragukan kebaikan orang lain dengan pikiran jahatmu. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan bawa kamu untuk menemuinya.""Awalnya Sella bilang kondisinya masih buruk, rumahnya juga sangat berantakan, dia takut meninggalkan kesan yang buruk padamu.""Kemudian aku bilang pada Sella kalau kamu nggak keberatan, baru dia memperbolehkan kita pergi ke rumahnya.""Tapi kamu malah memikirkan hal-hal yang negatif tentangnya lagi."Aku melirik Irvin tanpa mengatakan apa pun.Berdasarkan sikap Irvin yang selalu melindungi pacarnya, semua ucapanku salah di matanya.Lupakan saja, aku hanya ingin menemui Sella untuk memastikan dia tidak bermasalah.Aku berharap Sella benar-benar tidak bermasalah dan tulus menyukai Irvin. Dengan ini, sumber ginjal yang ditemukan kemungkinan besar tidak bermasalah.A
Arya berpikir sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak kenal, kenapa?""Herman bilang Sella adalah adik seperguruannya, jadi aku berpikir kamu kemungkinan mengenal Sella karena kamu berteman dengan Herman.""Aku nggak kenal," ujar Arya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Herman adalah pria yang tampan, jadi ada banyak adik seperguruan yang mengejarnya, aku nggak terlalu memerhatikan hal ini. Mungkin aku pernah bertemu dengan Sella yang kamu maksud, tapi aku nggak punya kesan apa pun pada namanya."Arya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Ada masalah apa, Audrey?"Aku menceritakan semuanya pada Arya.Arya terdiam selama beberapa saat, lalu bertanya dengan suara yang berat, "Bagaimana situasi Bibi sekarang?""Kondisi ibuku sudah stabil sekarang, tapi sebelum ini dokter bilang kalau ibuku cuma punya waktu enam bulan lagi. Kalau kami masih nggak menemukan ginjal yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal, ibuku mungkin akan mengalami gagal ginjal.""Jadi aku mau tanya ten
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan sebelum ini, aku tidak sengaja melihat Arya sedang berbicara dengan seorang dokter.Setelah dipikir-pikir, dokter yang berbicara dengan Arya sepertinya adalah Dokter Herman.Pantas saja aku merasa Herman sangat familier.Saat itu aku hanya menatap mereka dari kejauhan, jadi kesanku pada Herman tidak terlalu kuat. Tapi tampang dan temperamen Herman sangat menonjol, jadi kurang lebih aku memiliki sedikit kesan tentangnya.Ternyata Herman adalah teman Arya?Apakah Arya meminta bantuan Herman untuk membuat hasil pemeriksaanku yang menunjukkan bahwa aku tidak bisa mengandung?Saat sedang berpikir, Irvin tiba-tiba menarik lenganku, "Kenapa kamu malah bengong? Aku sedang bicara denganmu."Aku menarik diri dari pikiranku, lalu meliriknya, "Kenapa?""Sella jatuh sakit karena ibu kita, jadi aku mau menjenguknya. Apakah kamu mau pergi bersamaku?""Baiklah."Tentu saja aku akan pergi dengan Irvin, karena aku sangat ingin melihat wajah pacar
"Ya, kami lulus dari sekolah kedokteran yang sama, saat ini Sella bekerja sebagai perawat magang di rumah sakit kami."Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi kakakku menarik lenganku dan berbisik kepadaku, "Apa yang kamu lakukan? Bertanya hal-hal yang lain. Tidak sopan sama sekali.""Dokter Herman sudah membantu Ibu menemukan ginjal yang cocok.""Kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih banyak pada Dokter Herman. Kenapa tanya yang lainnya?"Aku melirik kakakku.Apa kakakku pikir mudah untuk menemukan ginjal?Herman tampaknya melihat kecurigaanku.Herman mengeluarkan kartu identitas kerjanya sambil tersenyum padaku. "Nona Audrey, ini kartu identitas kerjaku."Aku melihatnya sekilas.Herman, Dokter Penyakit Dalam, Rumah Sakit Harmoni.Aku menuliskan nama rumah sakit itu dan memuji Herman, "Profesor Herman benar-benar hebat.""Nona Audrey, terima kasih atas pujianmu." Herman menyingkirkan lencana kerjanya dan berkata padaku, "Aku baru saja memeriksakan ibumu secara menyeluruh. Kondisi fis