Zayn adalah investor utama dari drama itu, jadi tidak aneh jika dia menghadiri acara pembukaan.Namun, dengan statusnya sekarang, dia hadir secara langsung di acara pembukaan seperti itu benar-benar mengejutkan."Lalu?" tanyaku."Lalu, aku lihat dia bertanya ke Yosef soal keberadaanmu. Yosef bilang dia tidak tahu. Dia juga bertanya ke Arya.""Kamu tahu Arya, 'kan? Pemeran utama pria dalam drama ini. Dia aktor yang sangat tampan.""Tapi, apa hubungannya kamu dengan Arya? Kenapa Zayn sampai bertanya ke dia soal keberadaanmu?""Oh, dulu aku pernah kerja beberapa hari di bawah kepemimpinan Arya, di perusahaan Yosef dan kelompoknya.""Oh ...." Dorin terlihat paham. Setelah beberapa saat, dia melanjutkan, "Sebenarnya, dia tidak datang bertanya padaku. Tapi, kebetulan kamu tiba-tiba meneleponku.""Begitu aku lihat nomor itu, aku langsung tahu itu kamu. Untung aku tidak menyimpannya dengan nama kontak.""Saat kamu menelepon, aku langsung pergi mencari tempat untuk menjawabnya. Tapi, siapa sang
Sepertinya, Zayn masih curiga bahwa orang yang tadi menelepon Dorin adalah aku.Memang, pria ini sama sekali tidak mudah ditipu.Aku melihat ponsel yang terus berdering, tetapi aku benar-benar tidak berani menjawabnya.Aku sekarang sangat takut mendengar suaranya yang dingin itu.Sejujurnya, aku memang takut padanya. Jika dia mulai mengancam, besar kemungkinan aku akan ketakutan dan menyerah untuk kembali padanya.Jadi, aku memutuskan untuk tidak menjawab teleponnya. Biarlah dia marah-marah di sana, aku tidak peduli.Selama aku tidak menjawab teleponnya, aku tidak akan mendengar ancamannya, dan aku juga tidak akan merasa takut.Pikiranku tenang setelah menyusun rencana itu. Aku mengatur ponsel menjadi mode senyap, lalu melemparnya ke samping.Entah berapa lama berlalu, layar ponsel akhirnya menjadi gelap.Aku mengambil ponsel itu untuk memeriksanya.Astaga, pria itu meneleponku delapan kali berturut-turut.Melalui ponsel, aku bisa merasakan kegigihan obsesifnya yang menakutkan.Kenapa
Aku juga menyapanya kembali.Dia berkata padaku, "Kamu tidak marah sama Alfie, 'kan? Dia itu memang tidak bisa ngomong yang benar. Kemarin juga sudah aku tegur.""Tidak, memang bukan salah dia. Ini salahku yang buat kalian salah paham."Bibi itu memperhatikan aku dari atas sampai bawah, lalu berkata, "Astaga, kamu ini masih kelihatan seperti anak sekolah. Kok sudah menikah dan hamil?"Sambil berkata begitu, dia melirik perutku dan bertanya, "Berapa bulan bayinya? Belum kelihatan, ya.""Hmm, baru hamil." Aku tersenyum, lalu berjalan bersama bibi itu naik ke atas.Bibi itu melirik bakpao di tanganku, lalu berkata lagi, "Wanita hamil itu harus banyak makan makanan bergizi. Cuma makan bakpao itu tidak cukup.""Apalagi, kamu tinggal sendiri di luar ini tidak aman. Aku benar-benar tidak paham, kok ibu mertuamu dan suamimu tega biarkan kamu, yang sedang hamil, kerja di luar."Aku tersenyum kecil dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku juga baru tahu kalau hamil.""Oh begitu." Bibi itu kembali meliri
"Dia mau tunangan!"Tanganku yang memegang ponsel sedikit gemetar. Butuh beberapa saat sebelum aku bisa memaksakan senyum dan berkata, "Benarkah?""Ya, meskipun aku tidak dapat undangan, ya jelas saja, aku mungkin tidak cukup pantas. Tapi, aku dengar banyak orang di kru drama ngomong soal itu, katanya dia mau tunangan.""Kalau begitu, selamat untuk dia." Aku tersenyum. "Pasti sama Cindy, 'kan?""Sepertinya begitu." Dorin menjawab, lalu menambahkan dengan nada mengejek, "Laki-laki memang semuanya sama. Baru beberapa waktu lalu dia sibuk cari-cari kamu, sekarang sudah mau tunangan sama perempuan lain."Aku tersenyum, "Tidak bisa dibilang begitu. Dia cari aku karena benci, ingin balas dendam, bukan karena dia suka sama aku.Orang yang dia suka memang Cindy. Jadi, tidak ada yang aneh kalau dia tunangan sama dia. Lagi pula, kami sudah lama cerai."Dorin terdiam sejenak, lalu bertanya, "Audrey, kamu ... kamu sedih tidak? Aku ingat dulu kamu pernah bilang kalau kamu suka sama dia.""Sudah tid
Keduanya tersenyum sambil menyapaku.Saat turun bersama, Alfie bertanya, "Audrey, kemarin kamu lihat tidak, bos besar yang kembangkan proyek di area kita?"Aku menggeleng, "Kalian lihat?"Kemarin aku memang dengar kabar bahwa bos besar datang meninjau proyek. Katanya, dia datang dengan mobil mewah.Banyak orang di kantor yang pergi melihat, mau sekalian melihat penampilan bos besar itu, bahkan supervisor juga ikut.Aku sendiri tidak terlalu suka keramaian, dan aku takut bahaya berdesakan hingga terjatuh, jadi aku tidak pergi.Kemarin, saat makan di kantin, yang dibicarakan orang-orang juga cuma soal bos besar itu.Namun, lucunya, tetap saja tidak ada satu orang pun yang tahu nama si bos besar.Alfie berkata, "Aku tidak sempat lihat, tapi ibuku sempat."Sambil bicara, Alfie menyenggol lengan ibunya.Barulah bibinya berkata, "Kami memang lagi santai waktu itu, jadi bisa lihat. Eh, jangan salah, bos besar itu ganteng banget, tinggi, kakinya panjang. Wajahnya, aduh, lebih tampan dari seleb
Aku hampir tersungkur, nyaris terjatuh.Aku mengernyitkan dahi sambil mendongak, dan melihat Alfie.Alfie berkata kepadaku, "Dik, mobil itu hampir menuju ke arahmu, kenapa kamu malah bengong di sana?"Meski jarak mobil itu denganku masih cukup jauh, Alfie memang bermaksud baik untuk keselamatanku, jadi aku tidak marah.Aku berkata, "Tidak apa-apa, aku tadi mau menghindar kok, cuma mobil itu rasanya agak familier.""Hahaha ...."Begitu aku selesai bicara, bibi dan Alfie langsung tertawa terbahak-bahak.Terutama bibi, "Audrey, kamu pasti pernah lihat mobil mewah seperti itu di jalan, ya? Familier apanya?""Bibi tadi sudah bilang, kita orang kecil ini harus sadar diri, jangan terus berpikir mau jadi orang kaya mendadak, seperti burung pipit yang berubah jadi foniks.""Kamu lihat dirimu, bukannya sadar, malah mau sengaja cari masalah. Aduh, gimana sih."Sengaja cari masalah?Sudut bibirku berkedut, tapi aku tidak menjawab.Bibi melanjutkan, "Itu 'kan mobil bos besar proyek kita. Jangan sam
Hari ini kata-kata bibi terdengar selalu meremehkanku. Tentu saja, aku tahu bahwa apa yang Bibi katakan sangat bertentangan.Aku tersenyum lalu berkata, "Tidak perlu, aku harus pergi bekerja."Setelah itu, aku pergi.Bibinya tertawa di belakangku, "Di belakang kamu jangan diam-diam menyenangkan bos besar. Ada banyak orang di lokasi konstruksi. Kalau kamu membuat masalah, kamu sendiri yang akan menerima akibatnya."Aku tahu bahwa Bibi mengingatkan agar aku tidak bermimpi bisa mendapatkan bos besar.Aku tersenyum dengan acuh tak acuh dan berjalan langsung ke kantor.Topik yang dibicarakan di kantor semuanya tentang bos besar.Biasanya suasana di kantor begitu sunyi, hanya suara kertas dan suara ketukan keyboard.Setelah aku masuk ke dalam, suasana seluruh kantor menjadi sangat heboh.Banyak orang juga membahas pada saat pulang kerja nanti, jika bos besar belum pulang, mereka akan segera mendekatinya.Lucu sekali, mereka begitu mengagumi bos besar.Bahkan ada rekan kerja yang datang berta
Pak Kevin mengatakan padaku bahwa bos besar sedang beristirahat di asrama para atasan, jadi menyuruhku dengan cepat mengirim bubur.Aku tidak tahu di mana asrama para atasan itu.Saat aku membalikkan badan, Kevin berkata padaku lagi, "Kamu harus bilang pada bos besar, aku sengaja membelikan ini dengan naik sepeda. Harus beritahu bos besar bahwa kita perhatian padanya. Apa kamu tahu?"Aku mengangguk sambil tersenyum.Apa yang supervisor katakan padaku kali ini, aku pasti akan mengatakannya pada bos besar.Entah bos besar akan mengerti ketulusan kita atau tidak itu urusan lain.Asrama para atasan ada dua lantai, satu kamar untuk satu orang dengan fasilitas pendukung yang lengkap.Supervisor mengatakan bahwa kamar bos besar ada di asrama lantai dua.Aku membawa kotak makan sambil berjalan ke tangga, tiba -tiba ada seseorang yang mengarah padaku.Aku terkejut dan dengan cepat menghindar.Orang itu jatuh, saat aku melihatnya, ternyata itu Ibu Alfie.Pada saat yang sama, seorang pria juga mu
"Ingat kirim pesan padaku setiap hari. Kalau ada waktu, telepon aku.""Betapa pun sibuknya aku, aku akan mengangkat teleponmu.""Ya."Keengganan Zayn membuat hatiku luluh.Pada saat ini, aku sepenuhnya merasakan cintanya yang begitu kuat.Namun cintanya tampak bercampur dengan sedikit kekhawatiran.Hatiku juga mulai merasa agak sedih serta gelisah.Aku bertanya padanya, "Apa yang kamu khawatirkan? Apa karena operasi ibumu?"Zayn menggelengkan kepalanya. "Dokter bilang untuk jenis operasi ini, selama ginjalnya cocok, tingkat keberhasilannya sangat tinggi.""Lalu apa yang kamu khawatirkan?" Aku bisa dengan jelas merasakan ketakutannya.Jadi aku tidak mengerti, selain penyakit ibunya, apa lagi yang ditakutkan oleh orang seperti dia?Zayn menatapku dengan serius, membelai pipiku dan berbicara dengan suara yang keras."Tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman. Aku khawatir tidak akan bisa melihatmu lagi.""Dasar bodoh!"Aku melemparkan diriku ke dalam pelukannya, memeluk pinggan
Malam harinya, Zayn datang untuk makan malam bersamaku.Zayn pertama-tama pergi ke bangsal untuk menjenguk ibuku lalu membawa aku ke restoran yang sudah direservasi terlebih dahulu.Tahun ini bisa dikatakan sebagai tahun terdingin di Kota Jenara.Angin dingin yang menggigit terasa bagai pisau yang menyayat wajah orang.Zayn menutupiku dengan syal sambil menuntunku ke dalam mobil.Akhir-akhir ini aku tidak sering mengunjungi ibunya karena urusan ibuku.Aku mengencangkan sabuk pengaman dan bertanya padanya, "Apa akhir-akhir ini ibumu baik-baik saja?"Zayn mengangguk. "Setiap hari menerima suntikan serta perawatan tepat waktu, sekarang hanya menunggu operasi pada tanggal 20 saja."Aku berkata, "Pada tanggal 20, aku mungkin tidak bisa mengunjungi ibumu, aku juga tidak bisa menemanimu sampai operasi ibumu selesai.""Aku mengerti." Zayn memegang tanganku erat sambil tersenyum lembut padaku. "Pada hari itu, ibumu juga harus menjalani operasi. Meskipun kamu adalah istriku dan menantu ibuku, ka
"Kamu salah. Aku tidak punya prasangka buruk atau benci padanya. Aku hanya ingin tahu seperti apa rupa pacarmu.""Lalu, bagaimana kalau kamu sudah tahu seperti apa penampilannya?"Kakakku menatapku dengan serius dan ekspresi aneh, seakan-akan sedang marah padaku.Aku memalingkan wajahku lalu berkata dengan tenang, "Aku tidak berencana melakukan apa pun. Katakan saja padaku apakah wanita di foto itu adalah pacarmu.""Ya! Dia pacarku. Meskipun tidak cantik, aku tetap mencintainya.""Di hatiku, dia adalah gadis yang paling polos dan baik hati di dunia."Aku menundukkan mataku untuk melirik ponselku dan berkata padanya, "Lihat lagi, lihat baik-baik, aku akan bertanya sekali lagi, apa dia ....""Audrey, cukup!"Kakakku berdiri dan berkata dengan marah, "Dia pacarku, benar-benar pacarku. Apa kamu puas dengan ini?"Setelah berkata demikian, kakakku berjalan dengan marah ke kamarnya.Aku berbalik untuk berkata, "Kakak sudah mengakui kalau dia adalah pacarmu, maka aku yakin kalau dia benar-bena
Wanita yang berada di depanku terlihat sangat biasa.Hidungnya pesek, bibir agak tebal, matanya pun tidak terlalu besar. Secara keseluruhan, memang tidak terlihat cantik sama sekali.Satu-satunya keunggulannya adalah kulitnya sangat cerah.Dia hanya mengenakan sedikit riasan, hanya lipstik warna merah muda.Jadi meskipun fitur wajah serta bentuk wajahnya tidak menonjol, dia sekilas terlihat polos.Namun, penampilan ini sama sekali tidak sesuai dengan selera kakakku.Jadi, kenapa kakakku begitu setia kepada wanita ini, seakan-akan sudah terbius olehnya?"Audrey, apa aku benar-benar jelek? Pasti Bibi tidak akan menyukaiku, 'kan?"Tepat saat aku tengah memikirkan hal itu, wanita di depanku tiba-tiba bertanya dengan cemas.Aku kembali tersadar lalu tersenyum padanya. "Tidak akan, buku tidak menetapkan standar apa pun untuk pemilihan pasangan. Selama kakakku benar-benar menyukai orang itu, pasti akan menyetujuinya.""Kita juga sudah menyiapkan hadiah untukmu. Kita akan memberikannya padamu
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak