Aku hanya bisa mengerutkan kening.Mobil mewah itu tampak familier. Zayn sepertinya memiliki mobil model ini.Setelah melihatku menatap mobil mewah itu, Alfie berkata padaku, "Jangan dilihat. Mobil itu mahal sekali. Mobil ini bukan sesuatu yang bisa dibayangkan oleh orang seperti kita. Kita sebagai orang biasa masih harus menghadapi kenyataan.""Ya." Aku mengangguk dan tersenyum padanya.Alfie menambahkan, "Saat ini, ada banyak gadis yang matre, tapi aku katakan padamu, tidak satu pun dari mereka yang akan punya nasib baik."Sudut bibirku bergerak-gerak, kenapa Alfie tiba-tiba memberitahuku hal ini?Apa ini cara Alfie untuk mengingatkan aku agar tidak menjadi wanita matre?Aku mengabaikan semua ini dan hanya bertanya padanya, "Apa kamu tahu nama bos yang mengembangkan lokasi konstruksi ini?""Mana mungkin orang rendahan seperti kita tahu nama bosnya?""Tahu marganya?""Kami tidak berhak mengetahui nama marganya. Dik, dengarkan nasihat aku. Berharap menjadi kaya memang bagus, tapi seben
Alfie tiba-tiba berkata dengan penuh semangat, "Ibu benar, Audrey benar-benar berpendidikan. Audrey pergi ke lokasi konstruksi hari ini untuk melamar pekerjaan sebagai petugas pengolah data dan langsung diterima. Besok dia akan mulai bekerja.""Benarkah?" Bibi menatapku dengan mata cerah. "Sepertinya pendidikan Audrey tinggi. Oh, aku ingin sekali punya anak perempuan yang luar biasa sepertimu."Keduanya sangat memujiku hingga aku merasa malu.Hari ini Bibi menatapku dengan aneh.Aku segera mengganti topik pembicaraan, melihat hidangan di atas meja dan berkata sambil tersenyum, "Bibi pandai sekali memasak. Hidangan ini kelihatannya enak.""Benarkah?" Bibi buru-buru menyajikan sepiring nasi untukku dan berkata, "Kalau begitu makanlah yang banyak. Kalau ada waktu, makan saja di rumah kami."Aku menjawab dengan senyuman di wajahku, berpikir dalam hati bahwa aku benar-benar tidak bisa datang untuk mengganggu mereka lagi, aku sudah sangat malu.Bibi dengan antusias menyajikan makanan untukku
Setibanya di rumah sakit ....Aku langsung pergi ke kamar rawat kakakku untuk mencarinya. Namun, di luar dugaanku, kamar itu ternyata kosong, bahkan sprai dan selimut sudah dirapikan.Di luar pintu, kebetulan ada seorang perawat lewat. Aku segera memanggilnya dan bertanya, "Permisi, boleh tanya, pasien yang sebelumnya tinggal di kamar ini pindah ke mana?"Perawat itu membuka buku catatan pemeriksaan dan melihatnya, lalu berkata, "Yang Anda maksud adalah Irvin, ya? Dia tadi pagi baru saja urus prosedur keluar rumah sakit.""Keluar rumah sakit?" Aku terkejut.Ada apa ini?Kakakku jelas bilang masih harus tinggal di sini dua bulan lagi, kenapa tiba-tiba keluar rumah sakit?Selain itu, kenapa dia tidak kembali ke rumah kontrakan mencariku setelah keluar? Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kenapa teleponnya terus-menerus tidak bisa dihubungi?Makin kupikir, makin tidak tenang.Aku segera bertanya lagi pada perawat itu, "Jadi, dia urus prosedur keluar rumah sakit sendiri, atau ada orang lain y
Aku tertegun, "Dengar saran Sella?""Ya, aku ceritakan situasimu ke Sella, lalu dia sarankan aku segera keluar rumah sakit. Dia suruh aku bersembunyi di tempatnya. Katanya, dia khawatir orang itu akan datang tangkap aku sehingga kamu terpaksa muncul.""Rupanya, memang seperti yang dia bilang.""Oh."Sepertinya, kakakku benar-benar sangat mempercayai gadis bernama Sella ini, bahkan sampai menceritakan keadaanku padanya.Kakakku berbicara, berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Audrey, kamu tidak perlu khawatir tentang kakak. Kakak yang patahkan kartu SIM sendiri, karena takut Zayn merebut ponsel Kakak, lalu gunakan ponsel itu untuk bohongi kamu keluar. Tentu saja, ini juga saran dari Sella."Mendengar itu, aku makin penasaran dengan gadis bernama Sella ini.Aku tersenyum dan berkata, "Gadis yang disukai Kakak memang berpikiran sangat matang. Nanti, setelah semua masalah ini selesai, Kakak harus kenalkan aku pada pacar Kakak, ya.""Hehe, tentu saja. Pokoknya, Kakak di sini baik-baik saja,
Ternyata Alfie sedang menunggu di luar pintu.Dia tersenyum lebar padaku dan berkata, "Pagi, Nona. Ayo kita pergi kerja bareng."Kupikir, toh tujuannya naik bus juga, pergi bareng tidak masalah, jadi aku mengangguk.Namun, saat tiba di lantai bawah dan melihat dia mendorong keluar sebuah motor listrik dari lorong, aku benar-benar terkejut.Aku bertanya dengan heran, "Kamu setiap hari naik itu ke tempat kerja?""Ya, ibuku bilang naik ini lebih hemat, cuma tinggal isi daya saja setiap hari. Lagi pula, motor ini aku beli bekas, murah sekali, cuma beberapa ratus ribu."Sambil bicara, dia duduk di atas motor listrik itu, lalu memanggilku, "Nona, ayo naik."Aku buru-buru mengibaskan tangan, "Tidak, tidak usah, aku naik bus saja."Kemarin aku sudah mengamati jalanan, makin dekat ke lokasi proyek, jalannya makin sulit dilalui, penuh lubang.Kalau motor ini tidak stabil dan jatuh, bagaimana?Aku jatuh tidak masalah, yang penting adalah bayi di dalam perutku.Selain itu, aku juga tidak terlalu a
Saat aku pulang kerja, baru pukul enam sore.Beberapa orang tinggal di lokasi proyek, beberapa lagi tidak, tetapi umumnya mereka makan malam di kantin sebelum pulang.Aku juga begitu.Namun, Alfie jelas-jelas selalu sengaja mencariku.Baru saja aku mengambil makan malam, dia sudah membawa nampannya ke arahku.Aku sengaja mencari sudut yang sepi untuk duduk.Alfie mengikutiku dan duduk di depanku. Dia tersenyum sambil berkata, "Audrey, malam ini aku harus lembur, nanti kamu pulang duluan, ya.""Hmm."Aku mengangguk pelan, lalu mengembalikan minuman yang dia belikan siang tadi dalam keadaan utuh.Alfie tertegun sejenak, lalu menatapku dengan senyum di wajahnya, "Audrey, ini maksudnya ....""Sebetulnya, aku sudah menikah."Wajah Alfie langsung berubah.Aku melanjutkan, "Selain itu, aku juga sudah punya anak."Kali ini, ekspresi wajah Alfie berubah menjadi jauh lebih suram.Dia berkata, "Audrey, kalau kamu mau tolak aku, tidak perlu membuat alasan seperti itu. Usia kamu kelihatan baru dua
"Audrey!"Benar saja, itu suara Zayn yang bernada dingin, seperti berasal dari neraka.Dia terdengar seolah yakin sekali bahwa itu aku. Suaranya yang penuh amarah seperti ingin menghancurkan aku menjadi serpihan.Aku menahan napas, tidak berani menutup telepon, juga tidak berani bersuara.Sekarang harus bagaimana?Saat aku panik seperti semut di atas penggorengan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Aku langsung berpikir itu pasti Alfie. Mataku berbinar dan aku segera berlari membuka pintu.Benar saja, itu Alfie.Alfie tertegun sejenak, belum sempat dia berbicara, aku buru-buru memberi isyarat untuk diam, lalu menyodorkan ponselku padanya, memintanya menjawab telepon itu untukku.Alfie memandangku dengan curiga, kemudian berkata ke telepon, "Halo?"Aku menatapnya tanpa berkedip.Dia berkata lagi, "Halo?" Lalu, dia bertanya, "Kamu siapa? Bicaralah!"Setelah beberapa saat, Alfie mengembalikan ponselku dan berkata, "Orang itu sepertinya sudah menutup telepon."Aku melihat layar ponsel,
Zayn adalah investor utama dari drama itu, jadi tidak aneh jika dia menghadiri acara pembukaan.Namun, dengan statusnya sekarang, dia hadir secara langsung di acara pembukaan seperti itu benar-benar mengejutkan."Lalu?" tanyaku."Lalu, aku lihat dia bertanya ke Yosef soal keberadaanmu. Yosef bilang dia tidak tahu. Dia juga bertanya ke Arya.""Kamu tahu Arya, 'kan? Pemeran utama pria dalam drama ini. Dia aktor yang sangat tampan.""Tapi, apa hubungannya kamu dengan Arya? Kenapa Zayn sampai bertanya ke dia soal keberadaanmu?""Oh, dulu aku pernah kerja beberapa hari di bawah kepemimpinan Arya, di perusahaan Yosef dan kelompoknya.""Oh ...." Dorin terlihat paham. Setelah beberapa saat, dia melanjutkan, "Sebenarnya, dia tidak datang bertanya padaku. Tapi, kebetulan kamu tiba-tiba meneleponku.""Begitu aku lihat nomor itu, aku langsung tahu itu kamu. Untung aku tidak menyimpannya dengan nama kontak.""Saat kamu menelepon, aku langsung pergi mencari tempat untuk menjawabnya. Tapi, siapa sang
Wajahnya pucat, penuh dengan kekhawatiran. Dia bergegas bertanya kepada Henry, "Kak Henry, apa yang terjadi dengan Kak Zayn? Tolong bawa aku juga, aku mau ikut pergi dan lihat dia."Henry mengerutkan dahi, menunjukkan rasa tidak senang, "Sudahlah, apa lagi yang bisa kamu lakukan selain menangis? Jangan tambah masalah, oke? Tetaplah di hotel!"Setelah mengatakan itu dengan nada tidak sabar, dia menarikku dan berjalan cepat menuju pintu lift.Cindy berdiri di koridor, menangis dengan penuh rasa terhina.Sayangnya, Henry bukanlah Zayn, tidak ada yang peduli dengan air matanya.Saat keluar dari hotel, aku baru sadar bahwa langit sudah gelap lagi.Setelah masuk mobil, Henry menghidupkan mesin sambil menjelaskan situasinya padaku."Hari ini aku tidak tahu kenapa Zayn begitu marah.""Dia awalnya bilang mau bertemu Roy di Surga Dunia, tetapi tidak lama setelah Roy tiba di sana, mereka malah berkelahi.""Biasanya, Zayn punya kepribadian yang tenang dan tertutup. Hari ini, dia benar-benar sepert
Apakah dia benar-benar tahu bahwa aku dibawa dengan paksa oleh Roy tadi malam?Jadi, apa yang dia ingin lakukan sekarang?Aku memeluk erat lututku, duduk meringkuk di atas tempat tidur, tidak mengatakan apa-apa.Tangan di sisi tubuhnya mengepal erat, sampai terdengar bunyi tulang yang berderak.Dia tiba-tiba menarikku dengan kasar, lalu berteriak, "Aku tanya, apa yang dia lakukan padamu?""Tidak ada, dia tidak lakukan apa-apa."Semua yang terjadi semalam sudah berlalu. Untuk apa membahasnya lagi dan merusak kerja sama kali ini?Lagi pula, tadi malam aku juga sudah mencapai kesepakatan dengan Roy. Apa yang terjadi semalam tidak akan disebut lagi, dan proyek kerja sama tetap dilanjutkan.Wajah Zayn makin gelap dan menyeramkan. "Kalau dia tidak lakukan apa-apa padamu, kenapa seluruh tubuhmu bau alkohol dan begitu berantakan? Kenapa kamu berjalan pulang tanpa pakai alas kaki?"Pria itu mencengkeram bahuku dengan keras. Karena marah, pembuluh darah di lengannya terlihat mencuat.Dia mengger
Dia menggendongku masuk ke dalam bak mandi.Air hangat menyentuh kulitku, meresap ke dalam seluruh sel tubuhku, membuat kelelahan dan kelemahan yang kurasakan perlahan mereda.Zayn memandangku dari samping.Tubuhku di bawah air sepenuhnya terlihat olehnya.Aku memalingkan wajah dan berkata, "Aku mau minum air."Kali ini, pria itu begitu baik, langsung bangkit dan menuangkan air untukku. Dia terlihat seperti dirinya tiga tahun yang lalu.Dia kembali dengan segelas air dan menyerahkannya padaku.Aku bahkan tak punya tenaga untuk mengangkat tanganku.Dia pun langsung mendekatkan gelas ke bibirku dan berkata dengan suara rendah, "Biar aku yang suapi."Dengan patuh aku membuka mulut, dan dia memberiku minum dengan pelan. Butuh waktu cukup lama untuk menghabiskan segelas air itu.Rendaman air hangat sangat efektif mengurangi rasa tak nyaman di tubuhku. Kesadaranku juga menjadi lebih jernih.Setelah selesai minum, aku berbaring di dalam bak mandi, menutup mataku dengan nyaman.Namun, aku sela
Aku ingin melawan, membuka mulutku, tetapi tak ada kata yang keluar.Sudahlah!Bagaimanapun, itu masalah nanti. Sekarang aku harus melewati ini dulu.Aku menutup rapat mataku, membiarkan tubuhku kembali tenggelam dalam keadaan kacau.Saat ini, tubuhku terasa seperti berada dalam tungku api. Namun anehnya, aku merasa sangat dingin.Beberapa saat kemudian, Zayn setengah memelukku, membuatku bersandar di pelukannya.Di tangannya ada sebuah gelas, Di telapak tangannya yang lain ada dua kapsul.Dia berkata kepadaku, "Minumlah obat penurun demam ini dulu, biar demammu turun."Aku menggelengkan kepala, mendorong dua kapsul itu menjauh.Aku sedang hamil, tidak boleh minum obat modern.Wajah Zayn menggelap, dia berkata dengan marah, "Kamu baru saja bilang akan patuh dan dengarkan semua perkataanku!"Aku menjilat bibirku yang kering, lalu berkata, "Aku mau minum air dulu."Sambil berkata begitu, aku mengambil gelas dari tangannya dan meminumnya sampai habis.Setelah itu, aku mengambil dua kapsul
Zayn menatapku dengan tatapan dalam.Lehernya bergerak sedikit. Setelah beberapa saat, nadanya yang biasanya tegas mendadak melembut, "Kalau kamu menurut, aku tidak akan marah kamu lagi."Setelah mengatakan itu, dia menarik selimut dan menyelimuti diriku lagi. Dia lalu membawa handuk dan bersiap untuk pergi.Aku buru-buru memeluk punggungnya.Kusandarkan wajahku pada punggungnya dan dengan suara serak aku berkata dengan susah payah, "Aku tidak mau dokter, kamu saja yang rawat aku .... Zayn, sekali saja, tolong kamu yang rawat aku, bolehkah?"Saat sedang sakit, bukan cuma hati yang menjadi rapuh, bahkan suaraku pun terdengar lemah dengan nada yang menyedihkan.Aku tidak tahu apakah dia akan mengejekku, mengingat keadaanku yang menyedihkan ini masih saja berharap seorang CEO besar seperti dia mau merawatku. Padahal dia begitu membenciku.Bagaimanapun juga, aku tidak boleh membiarkan dia memanggil dokter.Zayn terdiam selama dua detik, lalu melepaskan tanganku dan berbalik menatapku.Dia
Baru sampai di pintu kamar mandi, aku langsung bertabrakan dengan Zayn yang sedang membawa baskom air keluar dari dalam.Baskom itu jatuh ke lantai. Aku sendiri juga terjatuh ke tanah.Air hangat terciprat ke seluruh tubuhku.Zayn yang sangat marah mengangkatku dan berteriak, "Kenapa kamu tidak berbaring dengan baik, malah bangun untuk apa?""Tidak mau dokter ...." Aku mencengkeram lengannya, berkata dengan tergesa-gesa, "Aku baik-baik saja. Aku cuma perlu tidur .... Tidak mau dokter. Aku tidak mau dokter periksa aku ...."Zayn diam-diam menggendongku kembali ke tempat tidur.Dia menarik selimut dan kembali menyelimutiku dengan rapat.Melihat dia hendak pergi, aku buru-buru menarik lengannya.Aku berusaha meraih lengannya, sambil menangis dengan suara serak, "Aku benar-benar tidak mau dokter datang. Jangan panggil dokter untukku .... Aku baik-baik saja ....""Sudah cukup tingkahmu!"Zayn dengan marah menekanku kembali ke tempat tidur.Dia berteriak, "Apa kamu tahu seberapa panas tubuhm
"Audrey!"Pria itu kembali berteriak rendah, wajahnya makin gelap.Dia menatapku dengan tajam, "Lebih baik kamu jujur bilang, kamu pergi temui siapa dan apa yang kalian lakukan?"Saat ini, aku berada dalam kondisi yang berantakan. Dengan pakaian tidur di dalam yang sudah kusut dan penuh noda anggur.Dia pasti mengira aku pergi ke bar bersama sekelompok pria dan bersenang-senang hingga liar.Bagaimanapun, dalam pandangannya, aku selalu menjadi wanita yang suka bermain-main.Aku menarik sudut bibir, lalu dengan suara serak berkata, "Apa pun yang kamu pikirkan, itulah jawabannya. Tak perlu tanya aku."Zayn benar-benar marah kali ini.Dia langsung mengangkatku dan menekanku ke dinding.Namun saat itu, pandangannya tiba-tiba menangkap kakiku yang telanjang.Dia mengernyit dalam-dalam, tampak sedikit tak percaya melihat kakiku."Kamu ...."Dia segera melepaskanku, dan tubuhku yang lemas kembali hampir jatuh ke lantai.Dia menangkapku lagi.Kali ini, dia tidak marah lagi, melainkan menggendon
Hati ini langsung dipenuhi oleh rasa ironi.Dia ternyata tidak berada di kamar "cinta pertamanya" untuk menjaganya. Ini benar-benar langka.Aku menutup mata dengan perasaan tidak nyaman, lalu memaksakan diri berjalan menuju kamar tidur.Asalkan aku masuk ke kamar tidur, mandi air hangat, dan tidur nyenyak, semuanya akan terasa lebih baik.Semua yang terjadi malam ini hanyalah mimpi buruk, setelah tidur, semua pasti akan berlalu.Benar, cukup tidur saja, semuanya akan selesai.Aku jelas merasa sangat dingin hingga menggigil. Namun, tubuhku justru terasa panas seperti terbakar.Tidak nyaman, seluruh tubuh terasa tidak nyaman, bahkan kelopak mata pun sulit untuk terbuka.Aku menggigit bibir, melangkah perlahan dengan susah payah."Berhenti!"Baru sampai di depan pintu kamar tidur, suara dingin pria itu terdengar dari belakang.Aku menghentikan langkah, tetapi tidak berbalik.Dia sepertinya berjalan mendekat. Dengan suara dingin yang menahan amarah terdengar di atas kepalaku."Pergi ke man
"Tunggu sampai suatu hari Pak Roy suka seseorang, maka Anda akan tahu. Anda hanya mau menikah, punya anak, dan bangun keluarga dengan orang yang Anda cintai.""Benarkah?"Roy tertawa tanpa memberikan pendapat.Aku tidak menghiraukannya dan berjalan cepat menuju pintu gerbang halaman.Hingga aku melangkah keluar dari halaman vila Roy, sarafku yang tegang akhirnya sedikit mengendur.Aku lemas bersandar pada tiang lampu, tubuhku menggigil kedinginan.Sepatuku sudah hilang saat orang Roy memaksaku masuk ke mobil.Kaki yang menginjak salju tipis terasa sedingin teriris pisau.Baju tidur di dalam jaket bulu angsa basah oleh tumpahan anggur merah. Rasa dingin itu menembus kulit, merayap ke seluruh tubuh sehingga menggigil hingga ke tulang.Angin dingin terus berembus tanpa ampun.Aku merapatkan jaket bulu angsa. Tanganku gemetar saat mengeluarkan ponsel.Tidak ada pemberitahuan apa pun di ponsel.Tidak ada telepon, tidak ada pesan.Artinya, aku sudah pergi selama ini, tetapi Zayn sama sekali