Hujan mengguyur sangat deras. Langit London seakan tak bersahabat dengan wanita yang sedang berjalan dengan tatapan kosongnya.
Wanita itu mendongak dan membiarkan air hujan bersatu dengan air mata, menyapu wajah cantik nya.
Grepp….
Sebuah tangan tiba-tiba membekap mulut dan hidung wanita itu. Tangan lainnya lagi mendekapnya erat. Ia berusaha memberontak, tapi sia-sia.
Ia berteriak, namun hanya terdengar seperti gumaman. Kakinya pun terus menendang tanpa arah, hingga tak lama kemudian ia pun lemas tanpa tenaga.
Di dalam sebuah mobil yang sedang melaju, matanya perlahan terbuka karena goncangan. Ia melihat ke sekeliling dengan mata yang berkunang-kunang. Ia mengerutkan alis dan berusaha mengumpulkan ingatan dan memfokuskan matanya.
Ia ingin bergerak, tapi tangannya terikat. Ia memaksakan diri untuk duduk, tapi goncangan kuat membuatnya kembali terbaring dan meringkuk di atas jok penumpang.
&ld
“Tolong perhatikan semuanya. Kalian nantinya akan pakai dress panjang sampai mata kaki.Kalau kalian mau cium platform, silahkan kalian jalan cepat seperti tadi.” Riana menatap satu per satu modelnya dengan sorot mata datar dan dingin.“Ikuti musiknya. Jangan terlalu lambat, jangan terlalu cepat. Perhatikan cue dari staff. Kita ulangi sekali lagi,” sambung Riana lalu melihat ke arah Ayu.“Yu’ kamu naik. Ambil alih posisi Cathlyn.” Ayu mengangguk dan mengikuti titah atasannya itu.“Hehh … gara-gara Cathlyn, kita harus ngulang,” keluh seorang make-up artist yang ada di sana.“Sudahlah, sabar. Mau gimana lagi … besok sudah acaranya,” sahut Riana. “Ah, karna Cathlyn gak ada, ganti style make up ke flawless, ya.”“Baik, Bu.”2 jam kemudian, latihan sudah selesai. Riana kembali mengumpulkan para modelnya dan memberi instruksi.&ldq
Convention Hall yang dipakai untuk acara JFW telah dipenuhi pengunjung. Riana terlihat sibuk mengecek semua kesiapan para modelnya.Dalam hal pekerjaan, Riana orang yang sangat perfeksionis. Ia tak segan menegur model atau kru-nya bila mereka melakukan kesalahan.Kali ini, Riana membawa Nisa dan seorang lagi yang bernama Eyien untuk membantunya mempersiapkan pakaian para model.“Alisnya ini kurang ke atas. Tema yang dia pakai cool but appealing.” Koreksi Riana terhadap salah satu make up modelnya.“Bu, ada masalah,” bisik Nisa.Riana menoleh. Ia melihat asistennya itu lalu berjalan sedikit menjauh dari meja rias.“Ada apa? Gaunnya Ayu ada sobekan. Terus gaunnya Bianca ada cat kuku,” lapor Nisa.Riana terkejut. “Hah? Kok bisa?” Riana langsung berjalan cepat menuju tempat penyimpanan semua koleksinya.“Saya tidak tahu, Bu. Waktu saya atur urutan pakainya. Sudah kayak git
Kress… kress ….Riana menggunting atasan berharga Rp.1.5juta itu. Bagi seorang designer, sebuah karya adalah seperti anaknya sendiri.Ia sebenarnya tak rela, merusak hasil kerja kerasnya itu. Tapi ia tak punya pilihan lain. Ia harus mengorbankan satu karyanya demi karyanya yang lain, yang masih harus tampil.“Nis … ini. Cukil heelku pake yang kayak garpu itu,” suruh Riana seraya memberikan sepatu miliknya dan menunjuk palu yang dipegang Nisa.“Hah?! Bu! Ibu nanti juga harus naik ke panggung!”Riana mendorong mundur asistennya itu dan kembali menggunting atasan di tangannya itu.“Ini pasti ada yang sirik sama Ibu. Makanya, adaaa aja kejadian. Yang robeklah, kena cat kukulah. Sekarang … heelnya si Ayu lepas. Haihhh…,” keluh Nisa.Sejenak, Riana terpengaruh ucapan Nisa. Ia mulai berpikiran seperti asistennya itu. Namun, ia kembali mengontrol dir
“I’m sorry, I still need to work.” Riana menepis tangan Eric dan hendak berjalan melewati lelaki itu“An, please. Kasih aku waktu sebentar buat jelaskan,” pinta Eric. Kali ini lelaki itu memegang pundak Riana.Riana menipiskan bibir dan menatap mantan suaminya itu. “Hahh … Mr. Jenkins, I-I don’t know what we should talk about. Penjelasan apa yang Anda maksud?” desah Riana kesal.“Come with me.” Eric merangkul Riana dan membawa wanita itu pergi.“Mr. Jenkins! What are you doing?!” sergah Riana, seraya berusaha melepas rangkulan lelaki itu. “Mr, Jenkins! Let me go!”Eric tak mengacuhkan penolakan Riana. Ia membawa wanita itu menjauh.Ketika mata Eric melihat sebuah pintu bertuliskan "staff only", ia pun membukanya dan mendorong Riana masuk bersamanya.“Mr. Jenkins!”Eric merapatkan tubuh Riana ke dinding dan mengunci Riana denga
"Tuan Konrad, ini adalah design terbaik kami. Kami menyediakan juga ukuran standard seperti ini," jelas Ellena pada seorang laki-laki kaukasia yang berdiri gagah beberapa meter di depannya. Lelaki itu tersenyum dan berjalan mendekati Riana serta meraih tangan wanita itu, lalu mengecupnya. Riana tersenyum geli dan menerima perlakuan lelaki itu. Dahi Ellena berkerut. Matanya tak lepas dari kedua orang di depannya itu. Khalayak ramai yang ada di sekitar mereka juga terhenyak, karena ... siapa yang tak kenal dengan lelaki bertubuh atletis dan gagah yang sering didapuk sebagai cover majalah Forbes itu? "Nice to see you, Miss designer." Riana terkekeh. "Nice to meet you too, Mr. Pilot," balas Riana. "Hahaha .. how are you? You look great with this outfit." Tawa renyah lelaki yang menjadi bahan pembicaraan sepanjang tahun, karena prestasinya di dunia kontruksi, serta tampangnya yang tak kalah dari Eric Jenkins, menarik banyak ma
Setiap laman berita di internet dan televisi dipenuhi dengan kabar tentang Ayu dan Riana.Keduanya menjadi bahan perbincangan di kalangan netizen bukan hanya karena penampilan mereka yang memukau dan karya yang luar biasa, melainkan juga karena apa yang terjadi di baliknya.Khalayak terbagi menjadi dua kubu. Ada yang memuji Riana karena talenta dan koneksinya yang luas, ada pula yang menyebut Riana sebagai wanita tak bermoral dan seorang pelakor.Begitu pula dengan Ayu. Banyak yang mendukung debut Ayu sebagai seorang model tapi sedikit pula yang mencibir.Tapi di antara semua berita, foto Riana yang digendong Eric, dipeluk dan dikecup Dyan serta Xian Lie yang melabraknya, menjadi trending topik di berbagai media sosial dan portal berita.Dimas yang sedang menikmati sarapan di kantornya, terkejut ketika melihat berita tentang Riana di ponselnya.Rahangnya mengeras. Matanya erat terpejam. Dadanya bergemuruh karena amarah yang siap meledak.
Riana mendengus. Ia kemudian berdiri dan meninggalkan ayah dan anak itu, lantas pergi ke kamarnya. Mata Riana melebar, ketika menyadari penampilannya. Rambut berantakan yang masih diikat ekor kuda karena semalam ia terlalu malas untuk melepas, daster batik tanpa lengan yang panjangnya hanya menutupi setengah pahanya dan wajahnya yang sangat kusut karena belum cuci muka, benar-benar mengerikan! “Rianaaa! You are dead!” Wanita itu segera berlari ke kamar mandi dan membersihkan diri. Di ruang makan, Evan dengan gembira menikmati masakan ibunya. Sudah lama ia ingin mempunyai satu momen yang bisa ia pamerkan pada teman-temannya di sekolah. Dan kini, ia mendapatkannya. Tak berbeda dengan Evan, Eric juga melahap makanannya. Masakan Riana tak berubah. Bahkan rasanya semakin lezat. “Too bad. You are losing such beauty and chef, Dad,” ujar Evan dengan mulut penuh dan mata yang tetap pada santapannya. Eric memalingkan wajahnya dan melihat
Sentakan Irawan membuat Xian Lie dan Wendy berjingkat kaget. Lelaki paruh baya itu melangkah lebar mendekati keponakannya dengan mata melotot yang tajam.“Kalo kamu gak mau kehilangan Eric, rubah sikap dan penampilanmu! Kemarin aku sudah kasih tahu kamu, ‘kan? Jangan terlalu emosi!Sekarang, lihat! LIHAT! INI HASILNYA!” sergah Irawan, seraya menunjukkan berita tentang kejadian malam sebelumnya saat acara JFW, di ponselnya.Xian Lie menyambar ponsel itu. Matanya membelalak kala melihat tajuk berita. Ia mengganti ke portal berita yang lain. Hasilnya sama. Kegilaannya yang melabrak Eric dan berteriak-teriak sepanjang hall, menjadi viral.“Kamu paham sekarang, hmm?! Dia itu laki-laki! Wajar kalo dia punya affair di luaran sana! Kamu kayak gini, lebih gampang buat Eric untuk ninggalin kamu! paham!” sambung Irawan kesal dan berkacak pinggang.Xian Lie menyipitkan mata dan menghujam Irawan dengan sorot matanya. “Jadi … m