Sebelum helikopter raksasa itu terbang melintasi langit, Dylan berdiri kokoh, menghadap angin laut yang menggigit, tatapannya tajam pada pemimpin bajak laut di bawah. Dengan suara yang tegas dan dingin, Dylan mengumumkan, "Saya sudah mentransfer ke rekeningmu jumlah tiga kali lipat dari yang kamu minta, totalnya lima belas miliar dolar Amerika." Dylan membayar lima miliar untuk setiap nyawa, total untuk tiga orang.Pemimpin bajak laut, dengan mata serakahnya yang menyala, tersenyum dalam kepuasan dan keterkejutan. Namun, senyumnya membeku saat suara tembakan menggema, dan darah memercik dari dadanya. Dylan, dengan wajah tanpa emosi, menyatakan, "Peluru ini untukmu."Dylan tidak akan membiarkan siapapun mengancam nyawa Lydia tanpa konsekuensi.Ketakutan dan kepanikan merambat di antara para bajak laut saat mereka menyaksikan kekuatan militer yang diluncurkan Dylan. Helikopter-helikopter besar bergerak di udara, menyelimuti pulau dengan bayang-bayang menakutkan. Meski dengan berat hati
Dylan berjalan ke pesawat, dengan erat memeluk Lydia yang berada dalam keadaan tidak sadar dan penuh luka. Dia tak sekali pun melepaskan genggamannya, bahkan air mata diam-diam mengalir dari matanya.Rekan-rekan perangnya yang berada di pesawat terdiam, terpana menyaksikan adegan mengharukan ini, tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.Beruntung, salah satu teman lama Dylan, Robin, seorang dokter militer, ada di sana. Dia memberikan pertolongan pertama, dan operasi dimulai setelah mereka mencapai kapal besar.Dylan tak lepas memperhatikan setiap detik operasi, matanya terpaku pada wajah Lydia, dikuasai oleh ketakutan bahwa semuanya adalah khayalan belaka.Saat Robin dengan hati-hati mengeluarkan peluru dari tubuh Lydia, kecemasan memenuhi setiap inci wajah Dylan, yang basah oleh keringat dingin, ekspresinya mencerminkan campuran kemarahan dan kesedihan yang tak terdefinisi.Setelah operasi, Robin menatap Dylan dengan sinis, "Aku belum pernah melalukan operasi sepayah ini! Setiap iris
Di dalam kamar Lydia Agustine.Sebuah ruangan yang cukup mewah dengan kondisi bersih dan nyaman. Baru saja perempuan itu membuka matanya, langsung terdengar Liam yang sedang berteriak sekuat tenaga memanggilnya dari bawah.“Lydia cepat bangun ….”Gendang telinga Lydia hampir pecah karena teriak tersebut, tapi dirinya merasa bahwa hal ini membuatnya merasa lebih akrab.Cahaya matahari masuk menembus jendela, jatuh ke lantai, semilir angin laut membawa ombak-ombak kecil menerpa kaca jendela. Di kejauhan, terlihat langit berwarna biru dengan awan putih menggantung di atasnya.Pemandangan yang sangat indah seperti di dalam dunia dongeng.Perempuan itu menggerakkan tangannya dengan hati-hati, kedua tangannya terbungkus kain kasa yang sangat tebal, membuat tangannya menjadi canggung dan berat untuk digerakkan.Liam berbaring di hadapannya, matanya terlihat sangat merah.“Lydia, semenjak kamu kecelakaan, Kakak terus di laut nggak tidur mencari jejak kamu. Akhirnya Kakak bisa menemukan kamu. K
Lydia sedikit terkejut, Dylan mengusap-usap ujung hidungnya lalu berdiri. Pria itu menatap Lydia dengan pandangan sedikit bersalah.Namun begitu berbalik, pria itu langsung menatap sekumpulan orang yang ada di belakangnya dengan tatapan mendalam.“Jangan berisik!”Melihat aura yang dikeluarkan Dylan, mereka semua langsung terdiam dan tidak ada yang berani bersuara. Namun demikian, mereka semua satu per satu memanjangkan leher mereka dan tidak ada yang mau meninggalkan tempat itu.Lydia tersenyum dan melihat ke luar, suaranya terdengar begitu hangat dan lembut. “Halo semuanya, terima kasih kalian sudah mengambil resiko untuk menyelamatkan aku.”Lydia benar-benar berterima kasih kepada mereka dari hati yang terdalam. Kalau bukan karena mereka, Lydia mungkin sudah meninggal di pulau kecil itu.“Sama-sama! Mereka semua adalah orang Negara Zonomo, Kakak Ipar, kamu sudah memberikan kita semua muka. Di seluruh dunia, selain Dylan hanya Kakak Ipar yang berani menodongkan pistol di kepala Darw
Lydia terkejut, jantungnya berdetak cepat, matanya terasa panas. Perempuan itu buru-buru menundukkan kepalanya, untuk menyembunyikan perasaannya ini.“Dylan ….” Ucap Lydia dalam hati. Perempuan itu tahu dengan jelas, kalau bukan karena Dylan, dirinya tidak akan masih bisa bertahan hidup hingga sekarang.Namun, bagaimana cara dirinya membalas hutang nyawa ini kepada pria itu?Dokter pelan-pelan meninggalkan kamar pasien tersebut, ruangan itu seketika menjadi sunyi senyap.Dada Lydia terasa sangat berat, seolah ada sebuah batu yang sangat besar menimpa dadanya, membuat dirinya sulit bernapas.Liam diam-diam kembali masuk ke dalam ruangan, melihat tidak ada orang di sana, pria itu langsung menghela napas lega.“Kalau bukan karena mereka yang sudah menolong kamu, aku nggak akan bersabar menghadapi mereka semua! Beberapa hari ini sudah membuatku muak!”Lydia tersenyum ringan, “Bagaimana keadaan Papa, Kak Kenny dan Kak Nixon? Apakah mereka semua baik-baik saja?”Liam berjalan dan mengusap ra
Sinar matahari yang hangat jatuh ke sepanjang pesisir pantai, angin laut yang bertiup dengan tenang menggerakkan ombak-ombak kecil di lautan, membuat semua hal terasa sangat indah.Lydia sedang berbicara kepada kedua orang kakaknya, tiba-tiba saja ada orang yang mengetuk pintu kamar Lydia dari luar.Melihat ada orang yang datang, Kenny langsung kembali ke kamar dan melanjutkan mempelajari rumus fisikanya.Liam tidak ingin pergi, sehingga pria itu hanya mengangkat sedikit dagunya menghadap orang yang sedang berdiri di mulut pintu.“Untuk apa kamu ke sini?”Dilap memiliki kulit putih dan juga wajah tampan yang sulit disembunyikan.Pria itu mengenakan baju kaus berwarna kuning gading dengan jaket jeans berwarna abu-abu. Pakaiannya terlihat sederhana tapi modis, persis seperti anak-anak yang berasal dari keluarga kaya.Pria itu tersenyum tipis, sorot matanya jatuh ke arah Lydia, suaranya terdengar sangat lembut juga manja.“Lydia, akhirnya kamu sadar juga, aku benar-benar khawatir sama kam
Kepala Lydia langsung terasa pening.Bagaimanapun juga sebelumnya perempuan itu hanya mengira bahwa Dilap adalah seorang penjelajah yang malang.Kalau saja dia dari awal tahu bahwa Dilap adalah keponakan Dylan, pasti perempuan itu sudah gila dengan mengatakan mau merawat pria ini seumur hidupnya!Dirinya tidak mampu untuk merawat tuan muda yang satu ini!“Aku ….”Liam langsung memutus ucapan Lydia.“Keluarga Tansen sedang ingin memeras kami, ‘yah? Langsung katakan terus terang, kami bukan nggak mampu membayarnya, ’kok!”Bukankah hanya sebesar lima belas miliar US Dollar saja?Siapa memangnya yang belum pernah melihat bajak laut yang asli!Liam memandang Dilap sambil mengerutkan kening dan berkata, “Kenapa kulit wajahmu bisa tebal sekali? Ingin menumpang di keluarga kami hanya menghabiskan uang makan dan nggak ada gunanya saja, cepat kembali ke tempat asal kamu!”Dilap sama sekali tidak memedulikan sikap Liam, sebaliknya malah tersenyum dengan sangat sopan kepada pria itu.“Kak, aku mas
Walaupun suara Dylan begitu rendah dan serak, juga terdengar begitu magnetis dan lembut, sorot matanya terlihat sangat dalam, seolah berusaha menahan luapan emosi.Begitu pria itu selesai berbicara, udara di sekeliling mereka terasa tidak bergerak.Darah di wajah Lydia seolah ikut berhenti mengalir, wajahnya yang sebelumnya sudah pucat, kini semakin putih.Perempuan itu menatap Dylan dengan sorot mata tidak percaya, apakah dirinya barusan salah dengar?Yang diinginkan oleh pria itu adalah dirinya?Waktu itu pria ini telah memperlakukannya seperti sampah menjijikan yang dibuang oleh orang, sekarang pria ini memilihnya?Lydia tidak mengerti, terlebih lagi tidak percaya dengan ucapan pria itu barusan. Sebenarnya, apa yang diinginkan oleh pria ini?Keheningan di dalam ruangan membuat perempuan itu pelan-pelan dapat mendinginkan kembali otaknya.Sepasang mata Dylan terpaku di atas wajah Lydia, setiap perubahan emosinya, setiap detail perubahan ekspresi perempuan itu, tidak lepas dari kedua
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa