Luka-luka yang Dylan berikan tak pernah memudarkan kebencian Lydia padanya, malah semakin menguat.Kevin melihat ke arah mereka berdua dengan pandangan bingung, merasakan ketegangan yang memenuhi udara.Dylan berdiri diam, matanya gelap dan penuh kedalaman saat menatap Lydia.Sikap arogan dan acuh tak acuh Lydia semakin menegaskan pada Dylan tentang kebencian yang telah lama dipendam.Ada rasa tidak nyaman yang menggenggam hatinya, seolah-olah sedang diremas dengan kekuatan penuh.Kevin terbatuk, mengurai keadaan, "Sepertinya Bu Lydia ada benarnya …."Pada akhirnya, Dylan tak bisa tidak setuju dengan pendapat Lydia.Ketika rapat selesai dan Dylan hampir meninggalkan ruangan, Tony bergegas masuk."Pak Dylan, saham Tansen Group jatuh ...."Di ujung koridor, Lydia berdiri, dan kata-katanya terdengar nyaring di telinga Dylan."Syukurin!"Dengan suara dingin, Dylan berkata, "To the point ..."Tony, yang tidak bisa menahan diri, menyerahkan iPadnya dan menunjukkan halaman web dengan tulisan-
Monika tiba di Gedung Tansen, ponselnya pun disita. Dengan tatapan sedih, ia menatap Dylan. "Kenapa tiba-tiba memanggilku?" tanyanya.Dylan dengan tatapan tajam membalas, "Kamu pikir kenapa?"Monika, dalam kepanikan, menjawab, "Bagaimana aku bisa tahu?"Dengan sinis, Dylan berkata, "Nggak tahu?" Lalu memerintahkan kepada Tony, "Bawa dia masuk!"Tony dengan tenang membawa seorang reporter ke ruangan tersebut. Reporter itu memberi hormat, "Selamat siang Pak Dylan, Non Monika."Monika merasa tertipu. Dalam keadaan panik, ia mencoba memberikan penjelasan, "Aku nggak nyuruh dia nyerang Lydia ... Aku …."Sebelum reporter bisa menjelaskan lebih lanjut, Monika sudah terlanjur mengakui kesalahan yang dia lakukan. Dylan dengan tatapan yang semakin tajam menyahut, "Kamu masih berusaha berkelit?"Monika menarik napas, ia ingat peringatan ibunya untuk selalu menaati Dylan dan jangan sampai membuatnya marah. Tapi mengapa Lydia begitu istimewa di mata Dylan?Saat Monika hendak memohon, reporter itu d
Tanpa disadari, tindakan kecil Monika telah menimbulkan masalah besar bagi Tansen Group. Ironisnya, Lydia, yang seharusnya menjadi sasaran utamanya, sama sekali tak terluka. Setelah kembali ke rumah, Sugiono tak dapat menahan kemarahannya dan memarahi Monika sepanjang sore. Tak seorang pun berani membela gadis itu.Sugiono memiliki pandangan yang sama dengan Dylan: Monika harus meminta maaf pada Lydia. Namun, hukumannya tak berhenti di situ; dia harus berlutut di kuil selama satu hari semalam. Keesokan harinya, peringatan kematian Richard tiba, dan yang tak pernah terbayangkan oleh Lydia terjadi: dia melihat Olivia dan Dylan berdiri bersama di depan makam Richard.Thomas, yang mengamati semuanya, merasa ada yang tidak beres. Dengan rasa tidak nyaman, dia menahan Lydia untuk tidak mendekati mereka terlalu cepat. "Richard, Dylan telah merawatku dengan baik. Jangan khawatir, aku bisa merawat diriku sendiri," ujar Olivia dengan suara lembut, seolah ada harapan dan keinginan yang tersemb
Ketika kata-kata Thomas meluncur keluar, wajah Olivia berubah pucat. Dengan tatapan sinis dari Lydia yang membakar punggungnya, Olivia menggenggam jemarinya, berbalik, dan melarikan diri tanpa sepatah kata pun. Lydia berhenti sejenak, alisnya berkerut dalam pertanyaan sebelum dia berbalik dan mengikuti jejak Olivia, langkahnya tenang dan terukur.Dylan, yang sedikit cemas, hendak mengikuti mereka berdua, tetapi Thomas berdiri di jalannya, memintanya untuk menjelaskan lebih dulu. Thomas ingin memastikan, apakah kata-kata Dylan tadi benar atau hanya omong kosong belaka?Olivia, yang sudah beberapa langkah di depan, terhenti ketika terdengar kegaduhan dari belakang. Dia berbalik, wajahnya memerah dengan amarah dan frustrasi. "Kenapa kamu mengikutiku, Lydia? Mau mengejekku? Ingat, Dylan bersedia menyakitimu demi aku. Itu artinya, kamu nggak punya tempat di hatinya. Jadi, jangan terlalu bangga dengan dirimu sendiri," ujarnya dengan nada penuh penghinaan.Setelah percakapan itu, Olivia d
Keterkejutan merasuk dalam suara Dylan, nyata dan tak terbendung. Dia berdiri, terpaku, tak bisa memahami kenyataan di hadapannya. Ada jurang yang memisahkan antara Lydia yang selama ini dikenalnya sebagai wanita elegan dan berkelas dengan kekacauan tragis yang kini terbentang di depan matanya. Siapakah yang berada di balik semua ini?Kenyataan itu seakan terpampang nyata, tak bisa disangkal lagi. Lydia yang selama ini terlihat lembut dan pendiam, bagaimana mungkin tiba-tiba berubah menjadi orang yang begitu tidak terkendali?"Bukannya Pak Dylan sudah lihat sendiri?" Lydia, tak berminat memberikan penjelasan lebih lanjut, dengan dingin berbalik hendak pergi. Dia tidak merasa perlu menjelaskan apapun pada Dylan.Namun Dylan bergerak cepat, menghadang Lydia, wajahnya penuh ketegangan. "Aku sudah bilang, aku dan Olivia nggak ada hubungan apa-apa," ujarnya, mengira semua ini disebabkan oleh rasa cemburu Lydia.Bahkan dalam kemarahan dan tindakan berlebihan Lydia, Dylan menemukan ada keba
Jalan raya tampak sepi, lengang tanpa kehadiran jiwa. Olivia, yang terkapar tak berdaya, dibiarkan Dylan; ia tidak menoleh sedikit pun saat mengendarai mobilnya menjauh. Olivia, bagai sampah, terlantar tanpa seorang pun yang peduli.Dalam keadaan putus asa, Olivia bangun, berusaha menghubungi pamannya. Namun, yang ia terima hanyalah umpatan keras saat pamannya menjawab panggilan itu. "Heh! Kamu ngapain sampai Dylan murka begitu? Dia akan menghancurkan bisnis kita! Apa yang harus kita lakukan sekarang …."Sebelum Olivia sempat menanggapi, suara klakson mendadak menghentikan kata-katanya. Apakah Dylan mengirim seseorang untuk membantunya? Masih adakah harapan untuknya?Namun, harapannya pupus seketika saat ia melihat barisan mobil yang mendekat dan berhenti tepat di hadapannya—mobil-mobil polisi. Dengan wajah tanpa emosi, para petugas turun. "Olivia, Anda ditangkap karena dugaan pembunuhan berencana. Anda harus ikut kami."Seketika, dingin menusuk tulang merasuki tubuhnya, menggantikan
Dalam gemuruh berita terkini, kolom komentar segera dibanjiri dengan opini beragam."Sungguh, selingkuhan itu tampaknya punya masalah kejiwaan!""Mau membunuh? Dia ini gila atau apa? Darimana dia mendapat nyali seperti itu?""Dylan, kok bisa-bisanya, memilih selingkuhan yang nggak ada apa-apanya dibanding Lydia. Jelek banget selera dia?""Belakangan ini saham keluarga Tansen terjun bebas ya..."...Dan keesokan harinya, berita yang menjadi sorotan adalah "Liam menggunakan 5G untuk mengikuti perkembangan terbaru."Liam, menggunakan akun resminya, ikut membagikan berita yang dibocorkan oleh HY Entertainment. Tak lupa, dia menambahkan: "Kamu memang layak menerimanya! Aku tahu itu bukan karaktermu, tapi aku tak akan ragu untuk membantumu menabur garam di lukanya! @Lydia.""Ini ibarat sedang makan semangka dan mendapat durian runtuh?""Kita semua akan ikut menabur garam di lukanya!""Semua orang tahu Liam menyukai Lydia, tapi ini terkesan dipaksakan ya? Rasanya lucu saja ….""Tentu saja Lia
Lydia mendengus dingin, apa perempuan itu mengira dirinya gampang dibodohi?Apakah Monika mengira bahwa permintaan maafnya begitu berharga?Sekalipun perempuan itu berlutut dan memohon ampun kepadanya di sini, Lydia tetap tidak sudi menerima permintaan maaf itu!Monika sangat terkejut mendengar perkataan Lydia.Dirinya termangu sesaat, kesombongan yang sebelumnya ditampilkan kini telah lenyap seketika.Monika hampir saja lupa, bahwa Lydia sekarang adalah pewaris dari Agustine Group. Direktur Agustine Group yang mampu memanggil hujan badai dan juga menyingkirkannya hanya dengan membalikkan telapak tangannya begitu saja.Sekarang Lydia telah berhasil menumbangkan Tansen Group!Perempuan itu sudah bukan lagi perempuan yang bisa ditindas sesuka hati!“Lydia, kamu …, apa-apaan sikap kamu ini? Bagaimanapun aku datang untuk meminta maaf, kenapa kamu nggak punya sopan santun sama sekali?”Monika menggertakkan giginya. Dirinya sudah datang ke sini, seharusnya masalah sudah selesai.Kalau Lydia
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa