Monika tiba di Gedung Tansen, ponselnya pun disita. Dengan tatapan sedih, ia menatap Dylan. "Kenapa tiba-tiba memanggilku?" tanyanya.Dylan dengan tatapan tajam membalas, "Kamu pikir kenapa?"Monika, dalam kepanikan, menjawab, "Bagaimana aku bisa tahu?"Dengan sinis, Dylan berkata, "Nggak tahu?" Lalu memerintahkan kepada Tony, "Bawa dia masuk!"Tony dengan tenang membawa seorang reporter ke ruangan tersebut. Reporter itu memberi hormat, "Selamat siang Pak Dylan, Non Monika."Monika merasa tertipu. Dalam keadaan panik, ia mencoba memberikan penjelasan, "Aku nggak nyuruh dia nyerang Lydia ... Aku …."Sebelum reporter bisa menjelaskan lebih lanjut, Monika sudah terlanjur mengakui kesalahan yang dia lakukan. Dylan dengan tatapan yang semakin tajam menyahut, "Kamu masih berusaha berkelit?"Monika menarik napas, ia ingat peringatan ibunya untuk selalu menaati Dylan dan jangan sampai membuatnya marah. Tapi mengapa Lydia begitu istimewa di mata Dylan?Saat Monika hendak memohon, reporter itu d
Tanpa disadari, tindakan kecil Monika telah menimbulkan masalah besar bagi Tansen Group. Ironisnya, Lydia, yang seharusnya menjadi sasaran utamanya, sama sekali tak terluka. Setelah kembali ke rumah, Sugiono tak dapat menahan kemarahannya dan memarahi Monika sepanjang sore. Tak seorang pun berani membela gadis itu.Sugiono memiliki pandangan yang sama dengan Dylan: Monika harus meminta maaf pada Lydia. Namun, hukumannya tak berhenti di situ; dia harus berlutut di kuil selama satu hari semalam. Keesokan harinya, peringatan kematian Richard tiba, dan yang tak pernah terbayangkan oleh Lydia terjadi: dia melihat Olivia dan Dylan berdiri bersama di depan makam Richard.Thomas, yang mengamati semuanya, merasa ada yang tidak beres. Dengan rasa tidak nyaman, dia menahan Lydia untuk tidak mendekati mereka terlalu cepat. "Richard, Dylan telah merawatku dengan baik. Jangan khawatir, aku bisa merawat diriku sendiri," ujar Olivia dengan suara lembut, seolah ada harapan dan keinginan yang tersemb
Ketika kata-kata Thomas meluncur keluar, wajah Olivia berubah pucat. Dengan tatapan sinis dari Lydia yang membakar punggungnya, Olivia menggenggam jemarinya, berbalik, dan melarikan diri tanpa sepatah kata pun. Lydia berhenti sejenak, alisnya berkerut dalam pertanyaan sebelum dia berbalik dan mengikuti jejak Olivia, langkahnya tenang dan terukur.Dylan, yang sedikit cemas, hendak mengikuti mereka berdua, tetapi Thomas berdiri di jalannya, memintanya untuk menjelaskan lebih dulu. Thomas ingin memastikan, apakah kata-kata Dylan tadi benar atau hanya omong kosong belaka?Olivia, yang sudah beberapa langkah di depan, terhenti ketika terdengar kegaduhan dari belakang. Dia berbalik, wajahnya memerah dengan amarah dan frustrasi. "Kenapa kamu mengikutiku, Lydia? Mau mengejekku? Ingat, Dylan bersedia menyakitimu demi aku. Itu artinya, kamu nggak punya tempat di hatinya. Jadi, jangan terlalu bangga dengan dirimu sendiri," ujarnya dengan nada penuh penghinaan.Setelah percakapan itu, Olivia d
Keterkejutan merasuk dalam suara Dylan, nyata dan tak terbendung. Dia berdiri, terpaku, tak bisa memahami kenyataan di hadapannya. Ada jurang yang memisahkan antara Lydia yang selama ini dikenalnya sebagai wanita elegan dan berkelas dengan kekacauan tragis yang kini terbentang di depan matanya. Siapakah yang berada di balik semua ini?Kenyataan itu seakan terpampang nyata, tak bisa disangkal lagi. Lydia yang selama ini terlihat lembut dan pendiam, bagaimana mungkin tiba-tiba berubah menjadi orang yang begitu tidak terkendali?"Bukannya Pak Dylan sudah lihat sendiri?" Lydia, tak berminat memberikan penjelasan lebih lanjut, dengan dingin berbalik hendak pergi. Dia tidak merasa perlu menjelaskan apapun pada Dylan.Namun Dylan bergerak cepat, menghadang Lydia, wajahnya penuh ketegangan. "Aku sudah bilang, aku dan Olivia nggak ada hubungan apa-apa," ujarnya, mengira semua ini disebabkan oleh rasa cemburu Lydia.Bahkan dalam kemarahan dan tindakan berlebihan Lydia, Dylan menemukan ada keba
Jalan raya tampak sepi, lengang tanpa kehadiran jiwa. Olivia, yang terkapar tak berdaya, dibiarkan Dylan; ia tidak menoleh sedikit pun saat mengendarai mobilnya menjauh. Olivia, bagai sampah, terlantar tanpa seorang pun yang peduli.Dalam keadaan putus asa, Olivia bangun, berusaha menghubungi pamannya. Namun, yang ia terima hanyalah umpatan keras saat pamannya menjawab panggilan itu. "Heh! Kamu ngapain sampai Dylan murka begitu? Dia akan menghancurkan bisnis kita! Apa yang harus kita lakukan sekarang …."Sebelum Olivia sempat menanggapi, suara klakson mendadak menghentikan kata-katanya. Apakah Dylan mengirim seseorang untuk membantunya? Masih adakah harapan untuknya?Namun, harapannya pupus seketika saat ia melihat barisan mobil yang mendekat dan berhenti tepat di hadapannya—mobil-mobil polisi. Dengan wajah tanpa emosi, para petugas turun. "Olivia, Anda ditangkap karena dugaan pembunuhan berencana. Anda harus ikut kami."Seketika, dingin menusuk tulang merasuki tubuhnya, menggantikan
Dalam gemuruh berita terkini, kolom komentar segera dibanjiri dengan opini beragam."Sungguh, selingkuhan itu tampaknya punya masalah kejiwaan!""Mau membunuh? Dia ini gila atau apa? Darimana dia mendapat nyali seperti itu?""Dylan, kok bisa-bisanya, memilih selingkuhan yang nggak ada apa-apanya dibanding Lydia. Jelek banget selera dia?""Belakangan ini saham keluarga Tansen terjun bebas ya..."...Dan keesokan harinya, berita yang menjadi sorotan adalah "Liam menggunakan 5G untuk mengikuti perkembangan terbaru."Liam, menggunakan akun resminya, ikut membagikan berita yang dibocorkan oleh HY Entertainment. Tak lupa, dia menambahkan: "Kamu memang layak menerimanya! Aku tahu itu bukan karaktermu, tapi aku tak akan ragu untuk membantumu menabur garam di lukanya! @Lydia.""Ini ibarat sedang makan semangka dan mendapat durian runtuh?""Kita semua akan ikut menabur garam di lukanya!""Semua orang tahu Liam menyukai Lydia, tapi ini terkesan dipaksakan ya? Rasanya lucu saja ….""Tentu saja Lia
Lydia mendengus dingin, apa perempuan itu mengira dirinya gampang dibodohi?Apakah Monika mengira bahwa permintaan maafnya begitu berharga?Sekalipun perempuan itu berlutut dan memohon ampun kepadanya di sini, Lydia tetap tidak sudi menerima permintaan maaf itu!Monika sangat terkejut mendengar perkataan Lydia.Dirinya termangu sesaat, kesombongan yang sebelumnya ditampilkan kini telah lenyap seketika.Monika hampir saja lupa, bahwa Lydia sekarang adalah pewaris dari Agustine Group. Direktur Agustine Group yang mampu memanggil hujan badai dan juga menyingkirkannya hanya dengan membalikkan telapak tangannya begitu saja.Sekarang Lydia telah berhasil menumbangkan Tansen Group!Perempuan itu sudah bukan lagi perempuan yang bisa ditindas sesuka hati!“Lydia, kamu …, apa-apaan sikap kamu ini? Bagaimanapun aku datang untuk meminta maaf, kenapa kamu nggak punya sopan santun sama sekali?”Monika menggertakkan giginya. Dirinya sudah datang ke sini, seharusnya masalah sudah selesai.Kalau Lydia
Sikap anak orang kaya itu seolah sedang menyepelekan Lydia dan mengatakan bahwa perempuan itu hanya terlihat kuat di luar, tapi dalamnya kosong.Yang dimaksud sebagai direktur dari perusahaan Agustine Group ternyata hanya namanya saja yang hebat, tapi ternyata tidak bisa apa-apa.Bukankah pria itu tidak lebih dari anak orang kaya yang sudah bercerai? Memangnya hal apa yang bisa dibanggakan?Wajah Lydia terlihat datar, sudut bibir perempuan itu sedikit melengkung ke atas, seperti sedang tersenyum menghina. Suaranya terdengar sangat dingin.“Benar, aku hanya nggak ingin melihat wajahmu!”Di bawah cahaya lampu yang terang, terlihat jelas wajah dingin perempuan itu.Tidak perlu menambahkan ekspresi apa pun, cukup dengan tatapan mata saja bisa membungkam anak orang kaya itu.Memangnya siapa pria itu? Kasih dia muka, memangnya pria itu layak untuk menerimanya?Perempuan itu sudah tidak ingin berada di sana lagi, bahkan hanya untuk setengah detik lebih lama saja tidak mau. Lydia pun langsung