HAPPY READING
***
“Rumah kamu di mana?” Tanya Kafka, membuka topik pembicaraan.
“Di Pondok Indah.”
“Tinggal sendiri?”
Naomi mengangguk, “Iya. Kalau kamu?” Tanya Naomi.
“Tinggal sendiri juga, saya tinggal di Kelapa Gading.”
“I see, lumayan jauh juga ya kalau dari sini,” ucap Naomi.
“Lumayan kalau macet-macetan, tapi jam segini udah nggak macet lagi,” ucap Kafka.
Kafka memegang kemudi setir, ia menatap Naomi, “Katanya kamu punya anak?”
“Pasti Enzo yang cerita.”
Kafka tertawa, “Iya, Reni dan Enzo yang cerita sama saya. Namanya siapa?” Tanya Kafka penasaran.
“Namanya Kayla, Tahun ini Kayla akan saya masukan primary school.”
“Sekarang berarti masih TK?”
“Iya, benar.”
“TK mana?”
“TK Cikal.”
“Pasti Kayla cantik seperti kamu,” ucap Kafka.
Naomi tersenyum, “Banyak yang bilang begitu.”
Kafka melirik Naomi, wanita itu hanya diam dan tersenyum kepadanya, “Katanya kamu punya butik tas?”
“Kok kamu tau?”
“Tau dari Reni dan Enzo. Butik kamu sangat sukses, saya sering melihatnya di iklan di branda social media. Kamu sangat sukses menjalaninya.”
“Thank you. Kamu sendiri, udah lama jadi dokter spesialis?” Tidak etis rasanya ia tidak bertanya tentang Kafka.
Kafka tersenyum, “Lumayan. Udah sekitar lima tahunan.”
“Rumah sakit mana?”
“Mayapadi Hospital Kuningan.”
“I see. Berarti sama dengan Enzo.”
“Iya sama. Saya sebenernya nggak terlalu fokus di pasien. Saya lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Ada kalanya sewaktu-waktu saya turun tangan.”
Alis Naomi terangkat, ia menatap Kafka, “Jadi kamu di kantor?”
“Saya pemilik dari rumah sakit itu, dan Enzo salah satu staff saya.”
Naomi hampir shock mendengar bahwa Kafka lah pemilik dari rumah sakit itu, berarti dia owner, CEO, “Wow, berarti kamu pemiliknya?”
“Sebenernya punya keluarga, cuma sekarang saya dipercaya mengelolanya, bagi-bagi dengan saudara saya. Kebetulan saya menggeluti di dunia medis, so saya melakukan apa yang sudah menjadi tugas saya.”
“Bagaimana perasaan kamu dipercaya mengelolanya?” Tanya Naomu lagi.
Kafka tersenyum, ia melirik Naomi, “Biasa aja sih, cume lebih tanggung jawab aja. Kebetulan saya memang sejak awal tertarik dengan dunia ini, jadi saya enjoy menjalaninya,” ucap Kafka, ia menyetir mobil mengearahkan mobilnya ke Pondok Indah.
“Mungkin karena ini passion kamu,” timpal Naomi.
“Enggak juga. Pada dasarnya saya tidak mencari passion. Karena saya tahu manusia dengan mudah bisa passionet diberbagai bidang. Beberapa orang akan passionet di konteks bisnis, sains, berbicara tentang algo. If that's the case! you'll not long in the industry!”
“Why?” Tanya Naomi.
“Passion itu penting, tapi lebih penting demand and supply! Jika kamu bisa nge blend passion into demand and Supply! 99% kamu bisa menjadi salah satu Rock Star!”
“Orang yang terlalu memikirkan passion, maka akan melupakan hal yang paling dasar dan mengambil keputusan yang tidak logis.”
“So? Menurut kamu bagaimana?” Tanya Naomi lagi, ia mengerti arah pembicaraan Kafka.
“Menurut saya, lakukan saja apa yang kamu bisa, nggakk harus suka banget kayak passion, tapi jangan lakukan apa yang kamu benci juga. Suka nggak, benci juga nggak, pasti bisa lebih objekif dan stabil. Untuk long term-nya akan lebih konsisten.”
“Intinya, ada segala sesuatu yang harus dibayar, ada value, ada profit. Real-real aja, efesien dan efektif.”
“Wow, saya suka pemikiran kamu.”
“Thank you, Naomi.”
Beberapa menit kemudian akhirnya mereka tiba di Pondok Indah. Naomi memberi petunjuk di mana arah rumahnya. Akhirnya ia tiba di depan rumah berpagar tinggi itu. Naomi melepas sabuk pengamannya, ia menatap Kafka menghidupkan lampu dasbor. Sehingga ia dapat melihat secara jelas wajah mereka.
“Makasih ya, Kaf sudah di antar pulang.”
“Iya, sama-sama, Naomi.”
Kafka menatap Naomi, mereka saling berpandangan beberapa detik, “Naomi.”
“Iya.”
“Apa boleh saya menghubungi kamu?”
“Kamu ada nomor ponsel saya?”
Kafka mengangguk, “Iya ada, saya minta dari Enzo dan Reni.”
“Iya, boleh.”
Naomi lalu membuka hendel pintu dan ia lalu keluar. Ia melihat Kafka membuka power window, ia memandang wajah cantik Naomi.
“Kamu hati-hati di jalan,” ucap Naomi.
Kafka tersenyum, “Selamat istirahat Naomi.”
“Kamu juga, Kaf.”
Naomi melangkahkan kakinya menuju pintu pagar, ia memandang Kafka masih di posisi yang sama. Ia tahu bahwa Kafka menunggunya hingga masuk ke dalam. Kafka menatap tubuh Naomi menghilang dari balik pintu setelah itu mobil Kafka meninggalkan area rumah berpagar tinggi itu.
***
“Pak ini box biscuitnya taruh di bagasi?” Tanya pak Anwar selaku salah satu staff nya.
“Iya, pak taruh di bagasi saya.”
“Untuk di bawa ke mana pak? Tumben bapak bawa ginian,” ucap pak Anwar lagi, soalnya sepanjang hidupnya ia bekerja dengan pak Tigran, baru kali ini di suruh membuat bingkisan biscuit anakk-anak sebanyak ini.
“Untuk saya bagikan ke sekolah anak saya pak.”
“Anak bapak? Bapak becanda?”
Tigran hanya tertawa, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 09.10 menit. Ia sudah berjanji kepada Kayla bahwa ia akan datang ke sekolahnya membawakan biscuit untuk gadis kecil itu dan membagikan kepada teman-temannya. Ia merasa ada eforia baru dalam hidupnya, entahlah ia merasa bersemangat melakukannya.
Ia ingin melihat wajah girang Kayla ketika ia menjemputnya. Tiba-tiba ia terbesit rindu kepada wanita bernama Naomi. Wajah cantik itu masih melekat dalam ingatannya. Ia menyungging senyum mengingat mereka berjalan bertiga kemarin. Mereka terlihat seperti keluarga yang sangat harmonis. Apa reaksi ibunya jika ia membawa Kayla ke rumah orang tuanya? Pasti bertanya-tanya, anak siapa? Siapa ibunya? Kenapa bisa bersamanya? Pertanyaan itu pasti keluar begitu saja.
Tigran menatap pak Anwar sudah menutup bagasi, ia lalu masuk ke dalam mobil. Ia menghidupkan mesin mobil, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Setelah itu ia meninggalkan area rumah, menuju TK Cikal. Sejujurnya ia tidak sabar untuk bertemu dengan Kayla dan Naomi lagi. Ia pastikan bahwa ibu dan anak itu bersamanya lagi hari ini.
***
HAPPY READINGTigran memasang earphone ke telinganya, ia mendengar suara sambungan pada telinganya. Ia menunggu hingga sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.“Selamat pagi pak,” ucap seorang wanita dibalik speakernya.“Selama pagi juga,” ucap Tigran.“Ada yang bisa saya bantu pak.”“Elina, saya datang ke kantor agak telat. Kalau soal meeting nanti, tolong cancel besok pagi saja.”“Baik pak.”Tigran lalu mematikan sambungan telfonnya, ia perlu konfirmasi kedatangannya ke kantor, agar jika ada beberapa staff nya datang, maka sekretarisnya itu tidak kebingungan. Ia mengarahkan mobilnya ke TK Cikal yang berada di Cilandak. Ia tahu betul bahwa TK itu bertaraf Internasional dan telah terakreditasi Internasional Baccaulaureatte (IB).Beberapa menit berlalu, akhirnya ia tiba di depan bangunan taman kanak-kanak itu. Banyak sekali anak-anak yang status sosialnya di kalangan atas bersekolah di sini. Ia yakin Naomi memang memberikan pendidikan terbaik untuk masa depan putrinya.Ia melihat
HAPPY READINGNaomi memandang Tigran cukup serius. Ia perlu berbicara kepada Tigran secara empat mata nanti. Masalah akan semakin rumit jika satu sekolah percaya bahwa Tigran sudah menjelma menjadi ayah dari Kayla. Ia melihat guru-guru sedang mengantar anak-anak ke pintu gerbang, ada juga di jemput oleh asistennya.“Makasih ya pak Tigran atas bingkisannya,” ucap salah satu guru yang melintas di hadapan mereka.“Iya sama-sama bu,” ucap“Ibu Naomi, maaf sebelumnya. Tadi saya mempersilahkkan pak Tigran masuk menjemput Kayla.”“Ah, enggak apa-apa bu.”“Syukurlah kalau begitu. Ayahnya Kayla baru datang dari luar negri, bu?” Tanyanya penasaran.Naomi menatap Tigran, pria itu menatapanya, seolah dirinya mempunyai hak untuk menjawab, “Iya, baru pulang dari New York, miss,” ucap Naomi.“Syukurlah kalau begitu bu. Kalau bisa bersama lagi sama bapaknya, saya dukung bu. Kasihan Kayla, pasti ingin sosok ayah di sampingnya.”“Makasih, miss, nasehatnya,” ucap Naomi kikuk.“Mari bu Naomi, pak Tigran
HAPPY READINGTigran lalu tertawa, ia melirik Naomi, “Hanya karena saya mengajak kamu mampir ke rumah saya, lunch di sana, kamu lalu mengambil kesimpulan menjaga jarak dengan saya. Come on, inilah yang terjadi di antara kita bertiga.”“Saya nggak mau terjadi ke salah pahaman antara kamu dan saya.”“Salah pahamnya di mana?” Tanya Tigran diplomatis.Naomi dan Tigran lalu beradu pandang, tatapan mereka bertemu. Hatinya seketika berdesir menatap iris mata tajam itu. Naomi menelan ludah, bibirnya seketika kelu, ia bingung akan menjawab apa. Sebenarnya kesalah pahaman itu terjadi ketika kemarin Kayla melabeli pria itu dengan sebutan papi. Lalu sekarang, seakan-akan Tigran sudah menjadi ayah dari anaknya.Beberapa detik kemudian, ia alihkan pandangan ke arah Kayla, ia tidak seharusnya berdebat seperti ini di hadapan Kayla.“Kita makan di food court Pondok Indah saja,” ucap Naomi seketika.Tigran menyungging senyum, ia lalu mengarahkan mobilnya ke mall Pondok Indah dua. Ia menuruti kemauan Na
HAPPY READINGTigran menatap Naomi, ia tidak menyangka bahwa Naomi selama itu sendiri. Sekarang ia taksir umur Kayla sudah hampir enam tahun. Tigran tidak perlu bertanya di mana mantan suaminya, alasan kenapa mereka berpisah, karena itu dalam membuka luka batin Naomi.Ia tidak bisa membayangkan hidup Naomi seperti apa. Mengasuh serta mendidik anak dengan status single parent, sekaligus menjadi ayah seorang Kayla, itu bukanlah hal yang mudah. Ia tahu bahwa Naomi pasti mengalami namanya titik terendah dalam hidup.Bagaimana cara dia menghasilkan uang sendiri, menambah pemasukan, membaca buku tentang pengasuhan anak, karena dia sadar ada banyak keterbatasan dalam dimensi ngasuh anak dibanding diri sendiri. Apalagi Naomi harus memainkan karakter dalam satu waktu. Kadang anak memang harus didik tegas, menerapkan disiplin pada anak, kadang juga harus bersikap lemah lembut dalam memberikan penjelasan sederhana tentang hal-hal di tanyakan anak.Ia tahu bahwa menjadi single parent seperti
HAPPY READINGBeberapa menit kemudian mereka kini sudah berada di plataran mall. Tigran membuka kunci central lock. Naomi dan Kayla masuk ke dalam, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Setelah itu mobil meninggalkan area mall.“Makasih ya papi udah beliin Kayla boneka,” ucap Kayla sambil memeluk lengan Tigran.Tigran mengelus puncak kepala Kayla, “Iya sayang. Nanti weekend kita ke taman bermain ya,” ucap Tigran.Otomatis Naomi menoleh menatap Tigran, sudah cukup hari ini pria itu akan seharian dengan Kayla, ditambah dengan weekend pria itu ingin bersamanya.“Biasa Kayla weekend sama orang tua saya Tig, nggak bisa kamu ajak weekend,” sanggah Naomi.“Tapi Kayla mau sama papi, mami,” rengek Kayla.“Biasa Kayla sama mami ke kebun binatang berdua. Kali ini mau sama papi ya, mi,” rengek Kayla lagi.“Enggak bisa sayang, om nya banyak kerjaan, nggak bisa ikut kita terus,” timpal Naomi, ia berharap Kayla tidak merengek-rengek dihadapan Tigran lagi.Tigran tersenyum penuh arti, “Saya nggak apa-
HAPPY READINGBibi hampir tidak percaya bahwa ini lah ayah dari Kayla. Dua tahun ia bekerja di sini, baru kali ini ia melihat Kayla menyebut papi pada pria. Bibi memperhatikan Tigran, pria itu sangat tampan, postur tubuhnya bagus dan wajahnya hampir mirip dengan Kayla.Selama ini majikannya sama sekali tidak menceritakan siapa ayah dari Kayla. Sekarang ia tahu ternyata pria itu adalah ayah Kayla. Ia merasa bersyukur bahwa Kayla sekarang dipertemukan dengan ayah biologisnya.“Jadi bapak ini ayah dari Kayla?” Tanya bibi.“Iya,” Ucap Tigran tenang.“Mari pak silahkan duduk,” ucap bibi, ia mempersilahkan pria itu duduk di sofa ruang keluarga.“Selama ini ibu Naomi, nggak pernah cerita tentang papinya Kayla. Jadi sekarang saya baru tau bahwa bapak inilah ayahnya Kayla,” ucap bibi antusias.“Kalau boleh tau, bapak selama ini ada di mana?” Tanya bibi penasaran.Tigran menarik nafas, ia tahu bahwa orang-orang bertanya seperti ini, “Saya ada di luar negri.”“Pantas saja. Maaf pak, kalau saya l
HAPPY READINGNaomi menyungging senyum, ia bersandar di kursinya sambil menatap ke arah jendela, ia akui bahwa dokter Kafka memang menarik, obrolannya sejauh ini sangat nyambung. Namun kalau ingin pacaran masih belum, karena mereka masih tahap pengenalan. Ia tidak ingin terburu-buru dalam menjalin sebuah hubungan.“Iya, tau. Tapi nanti deh, masih kenal-kenal gitu aja.”“Tapi dia tipe elo kan?”Naomi tertawa, “Enggak hanya gue, dia tipe semua cewek di luar sana, Ren.”“Dia nggak masalah dengan status lo yang single parent dan punya Kayla. Katanya pingin kenal dengan Kayla juga.”“Owh ya.”“Iya.”“Yaudah deh, PDKT aja dulu, gue buru-buru mau balik ke rumah,” ucap Naomi, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 16.20 menit.“Oke. Lo hati-hati, mending pakek gojek deh, biar cepet. Pakek mobil jam segini kayaknya macet banget, apalagi di Kemang.”“Iya, iya. Tau aja kalau di sini super macet.”Naomi mematikan sambungan telfonnya. Ia menekan tombil off pada layar leptop. Ia men
HAPPY READING“Papi, sini,” rengek Kayla menyuruh Tigran berada di sampingnya.Tigran menyungging senyum, ia duduk di samping Kayla dengan bersandar di sisi tempat tidur. Ia memandang Kayla memeluk dinding.“Mau mami bacain cerita?”“Enggak mau, mamunya papi yang cerita.”Tigran mengambil buku dongeng dari tangan Naomi, sejujurnya ia belum berpengalaman dalam menceritakan dongeng. Ia tidak terlalu suka menceritakan dongeng-dongeng putri atau cinderela. Seperti yang ada di dalam buku ini.Ia lebih suka menceritakan tentang mengapa daun berwarna hijau, mengapa langit berwarna biru, dari mana datangnya hujan, atau bercerita tentang siapa orang yang jadi nama sebuah jalan atau siapa gambar orang yang ada di dalam uang kertas. Ia tidak tahu tentang imajinasi terlalu dalam seperti kisah dongeng, mungkin dirinnya terlalu kaku.Ia tahu bahwa manfaat membacakan cerita memiliki dampak positif dalam tumbuh kembang anak. Tentu saja anak akan menjadi lebih kreatif dan imajinasinya terasah. Ana