HAPPY READING
Kafka menatap Naomi, ia memperhatikan garis wajah wanita itu, dia memiliki struktur rahang berbentu v, hidungnya kecil mancung, bulu matanya lentik dan alisnya terukir sempurna. Ia akui bahwa waniita di hadapannya ini sangat cantik, bahkan lebih cantik dari pada yang ia lihat di layar ponselnya. Ia lalu mengulurkan tangannya kepada wanita itu.
Kafka mengelurkan tangannya kepada Naomi, “Saya Kafka,” ucap Kafka.
Naomi memandang sekali lagi iris mata elang itu, ia sebagai wanita beradap dan memiliki tata kerama dan sopan santun. Tentu saja tidak mengabaikan pria yang ingin berkenalan dengannya. Naomi membalas uluran tangan pria itu.
“Saya Naomi,” ucap Naomi, ia merasakan kehangatan di permukaannya.
Sedetik kemudian ia ingin melepaskan tangannya, namun Kafka menahannya. Naomi menatap mata elang itu lagi, pria itu menyungging senyum dan lalu melepaskan tangannya. Enzo mempersilahkannya duduk, ia memilih duduk di samping Reni.
Naomi memandang Enzo menuangkan wine ke dalam gelas bertangkai tinggi itu. Lalu server datang membawa empat menu special berupa sofia cured salmon, vegetable millefeuille, dan sticky dates pudding. Naomi menatap Reni menyesap wine, ia juga ikut meraih cangkir bertangkai tinggi itu, menyesapnya secara perlahan.
“Kalian dari tadi di sini?” Tanya Reni membuka topik pembicaraan agar suasana mencair.
“Baru datang juga kok, sekitar 20 menit yang lalu,” ucap Enzo, ia melirik Naomi yang hanya diam menatapnya.
Enzo memandang Naomi, dia adalah sahabat tunangannya yang berstatus single parent. Menurutnya Naomi itu wanita yang sangat berkelas dan elegan, yang pantas bersanding dengannya sekelas dokter Kafka. Dia memiliki pendirian yang kuat, memahami situasi dan sangat percaya dirinya dengan valuenya sendiri. Lama terdiam beberapa detik.
“Pernikahan kalian bagaimana?” Tanya Kafka, sambil memperhatikan Naomi yang bergerak secara natural.
“Well, baik. Semua WO yang ngurus, fitting baju sudah selesai, 97 persen sudah selesai,” ucap Enzo.
Reni melirik Noami, “Lo kapan nyusul,” Reni terkekeh.
Naomi tertawa, ia tahu bahwa arah pembicaraan pasti ke sini, sejujurnya ia sudah bosan ditanya kapan menikah,
“Doain aja ketemu jodohnya.”
“Emang udah ada jodohnya?” Tanya Enzo.
Naomi tersenyum, “Belum ada.”
“Sama dokter Kafka aja ya Mi, dia juga nyari jodoh, kalau sama kamu mungkin cocok.”
Naomi melirik Kafka yang memandangnya, ia akui bahwa pria itu tampan dan terlihat berkelas. Sekilas ia melihat jam tangan yang dikenakan Kafka. Jam tangan merek Rolex. Ia tahu untuk melihat status pria itu sukses atau tidak, bisa dilihat dari jam tangan dan sepatu yang digunakannya, dari situ ia bisa melihat kaya atau tidak si pria.
Ia sudah lama bergelut di dunia fashion, pria dengan jam tangan bagus bisa disimpulkan dia sudah berada di level atas. Saat itulah seseorang sudah mencapai titik di mana, diia ingin memberi hadiah pada diri sendiri. Jam tangan dikenakan Kafka itu memiliki image sukses dan kesejahteraan. Jam tangan itu sudah berada di pergelangan tangan, maka segala sesuatu akan berhubungan dengan status social. Ia tahu bagaimana membedakan barang palsu dan asli. Ia yakin jam tangan yang melingkar di tangan Kafka itu Rolex original.
Naomi tersadar, kenapa b ia menelisik apa yang dikenakan Kafka, padahal ia sama sekali tidak ingin mengenal pria manapun lebih jauh.
“Iya, kan Ren?” Ucap Enzo lagi.
“Iya, bener banget tuh. Siapa tau cocok,” Reni memasukan makanan ke dalam mulutnya, ia menatap Naomi yang hanya diam.
“Kamu mau nggak?” Tanya Reni lagi.
Naomi tersenyum, ia tidak enak jika menolak di hadapan pria itu langsung, “Belum kenal Ren, jadi nggak tau cocok apa nggak,” ucap Naomi, ia sekilas melirik Kafka yang sepertinya menunggu jawabannya.
Kafka menarik nafas, ia memasukan makanan ke dalam mulutnya, “Pelan-pelan aja kenalannya,” ucap Kafka, ia memang tidak berbohong bahwa ia memiliki ketertarikannya pada wanita itu.
Naomi kembali meraih gelas bertankai tinggi itu, ia melirik Kafka, pria itu menatapnya. Pria itu tersenyum kepadanya. Mereka berempat makan dengan tenang, dan obrolan seputar persiapan pernikahan Reni dan Enzo.
Semua orang tahu bahwa profesi dokter merupakan incaran para wanita di luar sana. Setiap wanita ada kebanggaan tersendiri, kesan kharismatik, serta kehormatan di mata masyarakat, serta banyak mimpi orang tua untuk menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran. Bahkan orang tuanya sangat menyukai adik ipar nya yang berprofesi sebagai dokter spesialis. Serta profesi dokter memiliki pendapatan yang besar, hidup elegan. Entahlah rasa ketertarikan itu belum nyampai ke hatinya.
Akhirnya makan malampun selesai, Enzo membayar bill. Lalu mereka berempat keluar dari restoran. Menurutnya tidak ada yang special pada pertemuannya dengan Kafka. Pada dasarnya ia memang tidak ingin terlalu dekat dengan pria manapun, bahkan ia mengunci pintu hatinya, sejak lama.
“Naomi.”
Naomi menoleh ke samping, ia menatap Kafka, “Iya.”
“Boleh saya antar kamu pulang?” Tanya Kafka.
Naomi melirik Reni yang berada di sampingnya, ia tahu bahwa pada akhirnya kejadian akan seperti ini, karena pada dasarnya Enzo dan Reni, menjodohkan dirinya kepada Kafka. Naomi menarik nafas, ia mengangguk.
“Iya, boleh,” ucap Naomi.
Kafka mendengar itu lega luar biasa, ia tidak menyangka bahwa Naomi menerima ajakannya. Ia tersenyum penuh arti, ia lalu melangkahkkan kakinya plataran mobil. Ia melihat Kafka mengeluarkan central lock dari saku celananya, dan membuka kunci itu. Ia melihat sebuah mobil lampu depannya menyala, mobil SUV Mercedes-Benz berwarna putih itulah ternyata miliki Kafka. Ia tahu betul bahwa mobil itu di hargai dengan fantastis.
Reni yang mendengar itu menyungging senyum, “Lo balik sama Kafka?”
“Iya.”
Ia melihat Kafka masuk ke dalam mobil lalu power window itu terbuka. Kafka menatap Reni dan Naomi di sana.
“Lo hati-hati ya Mi, pulangnya,” ucap Reni.
Naomi mengangguk, “Iya, lo juga.”
“Dah, Ren, Enzo, kita pulang dulu ya,” ucap Naomi.
Naomi membuka hendel pintu, ia mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Semenit kemudian mobil Kafka meninggalkan area restoran. Naomi menatap Kafka sedang memanuver mobil, dia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya.
***
HAPPY READING***“Rumah kamu di mana?” Tanya Kafka, membuka topik pembicaraan.“Di Pondok Indah.”“Tinggal sendiri?”Naomi mengangguk, “Iya. Kalau kamu?” Tanya Naomi.“Tinggal sendiri juga, saya tinggal di Kelapa Gading.”“I see, lumayan jauh juga ya kalau dari sini,” ucap Naomi.“Lumayan kalau macet-macetan, tapi jam segini udah nggak macet lagi,” ucap Kafka.Kafka memegang kemudi setir, ia menatap Naomi, “Katanya kamu punya anak?”“Pasti Enzo yang cerita.”Kafka tertawa, “Iya, Reni dan Enzo yang cerita sama saya. Namanya siapa?” Tanya Kafka penasaran.“Namanya Kayla, Tahun ini Kayla akan saya masukan primary school.”“Sekarang berarti masih TK?”“Iya, benar.”“TK mana?”“TK Cikal.”“Pasti Kayla cantik seperti kamu,” ucap Kafka.Naomi tersenyum, “Banyak yang bilang begitu.”Kafka melirik Naomi, wanita itu hanya diam dan tersenyum kepadanya, “Katanya kamu punya butik tas?”“Kok kamu tau?”“Tau dari Reni dan Enzo. Butik kamu sangat sukses, saya sering melihatnya di iklan di branda so
HAPPY READINGTigran memasang earphone ke telinganya, ia mendengar suara sambungan pada telinganya. Ia menunggu hingga sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.“Selamat pagi pak,” ucap seorang wanita dibalik speakernya.“Selama pagi juga,” ucap Tigran.“Ada yang bisa saya bantu pak.”“Elina, saya datang ke kantor agak telat. Kalau soal meeting nanti, tolong cancel besok pagi saja.”“Baik pak.”Tigran lalu mematikan sambungan telfonnya, ia perlu konfirmasi kedatangannya ke kantor, agar jika ada beberapa staff nya datang, maka sekretarisnya itu tidak kebingungan. Ia mengarahkan mobilnya ke TK Cikal yang berada di Cilandak. Ia tahu betul bahwa TK itu bertaraf Internasional dan telah terakreditasi Internasional Baccaulaureatte (IB).Beberapa menit berlalu, akhirnya ia tiba di depan bangunan taman kanak-kanak itu. Banyak sekali anak-anak yang status sosialnya di kalangan atas bersekolah di sini. Ia yakin Naomi memang memberikan pendidikan terbaik untuk masa depan putrinya.Ia melihat
HAPPY READINGNaomi memandang Tigran cukup serius. Ia perlu berbicara kepada Tigran secara empat mata nanti. Masalah akan semakin rumit jika satu sekolah percaya bahwa Tigran sudah menjelma menjadi ayah dari Kayla. Ia melihat guru-guru sedang mengantar anak-anak ke pintu gerbang, ada juga di jemput oleh asistennya.“Makasih ya pak Tigran atas bingkisannya,” ucap salah satu guru yang melintas di hadapan mereka.“Iya sama-sama bu,” ucap“Ibu Naomi, maaf sebelumnya. Tadi saya mempersilahkkan pak Tigran masuk menjemput Kayla.”“Ah, enggak apa-apa bu.”“Syukurlah kalau begitu. Ayahnya Kayla baru datang dari luar negri, bu?” Tanyanya penasaran.Naomi menatap Tigran, pria itu menatapanya, seolah dirinya mempunyai hak untuk menjawab, “Iya, baru pulang dari New York, miss,” ucap Naomi.“Syukurlah kalau begitu bu. Kalau bisa bersama lagi sama bapaknya, saya dukung bu. Kasihan Kayla, pasti ingin sosok ayah di sampingnya.”“Makasih, miss, nasehatnya,” ucap Naomi kikuk.“Mari bu Naomi, pak Tigran
HAPPY READINGTigran lalu tertawa, ia melirik Naomi, “Hanya karena saya mengajak kamu mampir ke rumah saya, lunch di sana, kamu lalu mengambil kesimpulan menjaga jarak dengan saya. Come on, inilah yang terjadi di antara kita bertiga.”“Saya nggak mau terjadi ke salah pahaman antara kamu dan saya.”“Salah pahamnya di mana?” Tanya Tigran diplomatis.Naomi dan Tigran lalu beradu pandang, tatapan mereka bertemu. Hatinya seketika berdesir menatap iris mata tajam itu. Naomi menelan ludah, bibirnya seketika kelu, ia bingung akan menjawab apa. Sebenarnya kesalah pahaman itu terjadi ketika kemarin Kayla melabeli pria itu dengan sebutan papi. Lalu sekarang, seakan-akan Tigran sudah menjadi ayah dari anaknya.Beberapa detik kemudian, ia alihkan pandangan ke arah Kayla, ia tidak seharusnya berdebat seperti ini di hadapan Kayla.“Kita makan di food court Pondok Indah saja,” ucap Naomi seketika.Tigran menyungging senyum, ia lalu mengarahkan mobilnya ke mall Pondok Indah dua. Ia menuruti kemauan Na
HAPPY READINGTigran menatap Naomi, ia tidak menyangka bahwa Naomi selama itu sendiri. Sekarang ia taksir umur Kayla sudah hampir enam tahun. Tigran tidak perlu bertanya di mana mantan suaminya, alasan kenapa mereka berpisah, karena itu dalam membuka luka batin Naomi.Ia tidak bisa membayangkan hidup Naomi seperti apa. Mengasuh serta mendidik anak dengan status single parent, sekaligus menjadi ayah seorang Kayla, itu bukanlah hal yang mudah. Ia tahu bahwa Naomi pasti mengalami namanya titik terendah dalam hidup.Bagaimana cara dia menghasilkan uang sendiri, menambah pemasukan, membaca buku tentang pengasuhan anak, karena dia sadar ada banyak keterbatasan dalam dimensi ngasuh anak dibanding diri sendiri. Apalagi Naomi harus memainkan karakter dalam satu waktu. Kadang anak memang harus didik tegas, menerapkan disiplin pada anak, kadang juga harus bersikap lemah lembut dalam memberikan penjelasan sederhana tentang hal-hal di tanyakan anak.Ia tahu bahwa menjadi single parent seperti
HAPPY READINGBeberapa menit kemudian mereka kini sudah berada di plataran mall. Tigran membuka kunci central lock. Naomi dan Kayla masuk ke dalam, tidak lupa memasang sabuk pengaman. Setelah itu mobil meninggalkan area mall.“Makasih ya papi udah beliin Kayla boneka,” ucap Kayla sambil memeluk lengan Tigran.Tigran mengelus puncak kepala Kayla, “Iya sayang. Nanti weekend kita ke taman bermain ya,” ucap Tigran.Otomatis Naomi menoleh menatap Tigran, sudah cukup hari ini pria itu akan seharian dengan Kayla, ditambah dengan weekend pria itu ingin bersamanya.“Biasa Kayla weekend sama orang tua saya Tig, nggak bisa kamu ajak weekend,” sanggah Naomi.“Tapi Kayla mau sama papi, mami,” rengek Kayla.“Biasa Kayla sama mami ke kebun binatang berdua. Kali ini mau sama papi ya, mi,” rengek Kayla lagi.“Enggak bisa sayang, om nya banyak kerjaan, nggak bisa ikut kita terus,” timpal Naomi, ia berharap Kayla tidak merengek-rengek dihadapan Tigran lagi.Tigran tersenyum penuh arti, “Saya nggak apa-
HAPPY READINGBibi hampir tidak percaya bahwa ini lah ayah dari Kayla. Dua tahun ia bekerja di sini, baru kali ini ia melihat Kayla menyebut papi pada pria. Bibi memperhatikan Tigran, pria itu sangat tampan, postur tubuhnya bagus dan wajahnya hampir mirip dengan Kayla.Selama ini majikannya sama sekali tidak menceritakan siapa ayah dari Kayla. Sekarang ia tahu ternyata pria itu adalah ayah Kayla. Ia merasa bersyukur bahwa Kayla sekarang dipertemukan dengan ayah biologisnya.“Jadi bapak ini ayah dari Kayla?” Tanya bibi.“Iya,” Ucap Tigran tenang.“Mari pak silahkan duduk,” ucap bibi, ia mempersilahkan pria itu duduk di sofa ruang keluarga.“Selama ini ibu Naomi, nggak pernah cerita tentang papinya Kayla. Jadi sekarang saya baru tau bahwa bapak inilah ayahnya Kayla,” ucap bibi antusias.“Kalau boleh tau, bapak selama ini ada di mana?” Tanya bibi penasaran.Tigran menarik nafas, ia tahu bahwa orang-orang bertanya seperti ini, “Saya ada di luar negri.”“Pantas saja. Maaf pak, kalau saya l
HAPPY READINGNaomi menyungging senyum, ia bersandar di kursinya sambil menatap ke arah jendela, ia akui bahwa dokter Kafka memang menarik, obrolannya sejauh ini sangat nyambung. Namun kalau ingin pacaran masih belum, karena mereka masih tahap pengenalan. Ia tidak ingin terburu-buru dalam menjalin sebuah hubungan.“Iya, tau. Tapi nanti deh, masih kenal-kenal gitu aja.”“Tapi dia tipe elo kan?”Naomi tertawa, “Enggak hanya gue, dia tipe semua cewek di luar sana, Ren.”“Dia nggak masalah dengan status lo yang single parent dan punya Kayla. Katanya pingin kenal dengan Kayla juga.”“Owh ya.”“Iya.”“Yaudah deh, PDKT aja dulu, gue buru-buru mau balik ke rumah,” ucap Naomi, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 16.20 menit.“Oke. Lo hati-hati, mending pakek gojek deh, biar cepet. Pakek mobil jam segini kayaknya macet banget, apalagi di Kemang.”“Iya, iya. Tau aja kalau di sini super macet.”Naomi mematikan sambungan telfonnya. Ia menekan tombil off pada layar leptop. Ia men