Dentuman suara musik itu terdengar begitu kencang. Ditambah lagi dengan lampu berwarna putih yang gemerlap mengitari orang-orang yang sedang menari secara asal sambil menikmati segelas minuman beralkohol.
Namun berbeda dengan Luna. Sudah hampir setengah jam dia hanya duduk di sofa sendirian sambil sesekali meneguk minuman alkohol yang dipesannya. Perempuan itu juga sesekali memperhatikan semua orang yang tengah sibuk berjoget. Biasanya Luna akan bergabung bersama mereka. Tetapi tidak dengan malam ini.
Pikirannya benar-benar terganggu ketika dia dituntut untuk cepat-cepat memiliki pekerjaan sendiri. Meski terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, nyatanya Luna tidak lagi bisa menjadi anak manja seperti dahulu. Ayahnya mengancam jika Luna tidak bisa memiliki pekerjaan, maka tidak segan-segan Luna akan dikirimkan ke tempat yang jauh dari kehidupannya sekarang.
Ditambah lagi, waktunya hanya tersisa dua hari lagi. Rasanya kepalanya ingin pecah. Luna sudah mencoba melamar kemana saja, tetapi gagal. Hari ini dia hanya bisa pasrah dan berharap Tuhan akan memberikannya keajaiban. Agar Luna tetap bisa berada di Jakarta.
Di tengah diam dan lamunannya, seseorang secara tiba-tiba duduk di sebelah Luna. Membuat Luna sedikit terkejut. Seorang laki-laki yang tidak pernah dia kenal sebelumnya. Yang tidak dia ketahui namanya.
"Hei, sendiri aja?" tanya lelaki itu sambil tersenyum kepada Luna.
Luna menganggukkan kepalanya, "seperti yang lo lihat."
Lelaki itu semakin mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Luna. Bahkan saat ini tidak ada jarak sedikit pun diantara mereka. Luna merasa sedikit risih. Sesekali dia berusaha menutupi pahanya dengan tangannya.
Luna terkejut bukan main ketika lelaki ini secara tiba-tiba memegang telapak tangannya dan berusaha untuk menggenggamnya. Dengan cepat Luna pun mencoba melepas.
"Maaf, Mas," tolak Luna. Dia memperlihatkan wajah risihnya. Namun seakan itu semua tidak berarti, lelaki itu malah semakin menggeser tubuhnya kepada tubuh Luna. Sehingga membuat Luna benar-benar tidak bisa bergerak kemana-mana.
Rasanya dia ingin langsung kabur tetapi itu semua tidak mudah. Jangankan untuk kabur, untuk bergerak sedikit saja rasanya sangat sulit.
Lelaki itu pun menaruh beberapa helai rambut panjang yang menutupi wajah Luna ke belakang daun telinga. Lagi-lagi Luna berusaha menunjukkan sikap risih dan tidak sukanya. Ya Tuhan, Luna tidak bisa apa-apa sekarang. Semua orang yang ada di klub saat ini tengah sibuk dengan kegiatannya masing-masing sehingga rasanya tidak mungkin akan ada yang dengan cepat menolongnya. Tetapi bagaimana pun Luna masih berharap di dalam hatinya bahwa dia ingin segera pergi dari lelaki sialan ini.
"Tenang saja. Gak usah takut, gue gak akan main kasar. Let's play together. I will give you the best night ever," ucapnya dengan lembut. Mungkin dia kira, Luna akan tergoda dengan perkataannya.
Tidak sudi. Luna benar-benar tidak sudi jika harus 'bermain' dengan laki-laki yang sudah terlihat bagaimana karakternya ini. Luna tidak menggubris, bahkan dia sengaja tidak mau menatap laki-laki di sebelahnya ini sama sekali.
Laki-laki itu merenggangkan tangan kanannya ke belakang untuk secara tidak langsung merangkul Luna. Degup jantung Luna semakin berdebar dengan cepat.
Perlahan, dari ekor matanya, Luna dapat melihat bahwa laki-laki ini mencoba mendekatkan wajahnya pada wajah Luna. Membuat Luna hanya bisa meremas kedua tangannya yang mengepal. Dia ingin meninju lelaki ini sekarang juga tetapi kekuatannya seakan hilang begitu saja. Bahkan dengkulnya terasa lemas sekarang.
Pelan tapi pasti, jarak wajah lelaki itu semakin dekat. Bahkan Luna dapat menghirup aroma alkohol yang sangat kuat dari lelaki ini. Tinggal beberapa detik lagi, bibir laki-laki itu akan sampai pada bibir Luna.
Tiba-tiba...
Bugh!
Seorang laki-laki dengan kemeja berwarna gelap secara tiba-tiba meninju laki-laki yang ada di sampingnya. Laki-laki itu menarik tangan Luna, membawa tubuh Luna untuk berada di belakangnya.
Meski dapat merasa sedikit aman, tapi Luna masih merasa takut. Sebab sekarang kedua laki-laki ini malah saling meninju satu sama lain. Sehingga harus memanggil security untuk akhirnya mereka bisa dilerai.
Laki-laki yang tadi terus menerus menggoda Luna pun dibawa keluar dari klub ini oleh dua orang security.
Dan disinilah Luna sekarang. Berada di sebuah kamar VIP yang disediakan oleh klub. Berdua dengan laki-laki yang tadi menolongnya. Mereka belum berbicara bahkan berkenalan. Sebab laki-laki ini baru saja selesai diobati karena ujung bibirnya robek.
"Ma-makasih banyak ya," ujar Luna.
Dia mencoba memulai percakapan. Lagi pula Luna juga memang harus mengucapkan terima kasih kepada lelaki ini. Dia sendiri bahkan tidak tahu bagaimana jadinya bila tadi dia tidak ditolong.
"Sama-sama," jawab lelaki itu dengan cepat.
"Lo sendirian?" tanya laki-laki itu.
Luna pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, "iya, tapi gue sudah biasa ke sini kok."
"Walaupun lo sudah sering kesini, hal-hal kayak tadi gak menutup kemungkinan akan terjadi. Lo sering kesini dan kenal sama pegawai disini bukan berarti lo akan benar-benar aman. So, you have to take care of yourself," jelasnya.
"Iya, sekali lagi makasih ya,"
"Anyway, itu, bibir lo gimana? Mau dibawa ke dokter saja gak?" Luna bertanya.
Lelaki itu menggelengkan kepalanya, "gak usah. Sudah diobati tadi. Cuma luka kecil, sebentar lagi juga sembuh."
"Luka kecil" katanya. Jelas-jelas ujung bibirnya itu robek dan sempat mengeluarkan darah yang tidak sedikit. Ditambah lagi terdapat memar disana yang terlihat sangat jelas. Melihatnya saja dapat membuat Luna merinding ngeri.
"Luna," ujar Luna memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya.
Awalnya lelaki itu menatap Luna, namun kemudian dia menyambut uluran tangan putih perempuan itu, "Gavriel."
"Rumah lo dimana? Mau gue antar pulang atau gue pesanin taksi?" tanya Gavriel.
Dengan cepat Luna menggelengkan kepalanya, "engga. Engga usah. Gue belum mau pulang. Kalau lo mau pulang, gapapa tinggalin saja gue disini."
"Oh atau kalau memang lo mau disini, biar gue yang nanti cari tempat lain," lanjut Luna sambil berdiri dan hendak beranjak dari duduknya.
Belum sempat Luna melangkahkan kakinya, Gavriel langsung menarik pergelangan tangan perempuan itu. Niatnya untuk menahan Luna. Sudah jelas dia tidak akan membiarkan Luna pergi karena khawatir laki-laki tadi masih berada di sekitar sini. Namun ternyata secara tidak sengaja dia malah menarik tangan perempuan itu dan membuat keduanya terjatuh di atas kasur.
Gavriel di bawah dan Luna di atasnya.
Mereka berdua terdiam dan saling menatap. Keduanya dapat merasakan degup jantung yang berpacu lebih cepat.
Gavriel seakan terhipnotis oleh mata indah milik Luna. Dia sempat tenggelam dalam lamunannya. Dia pun dapat merasakan jika Luna semakin menekan tubuhnya, membuat Gavriel dapat merasakan sesuatu di bawah sana.
Jarinya menyentuh bibir mungil milik perempuan itu sambil memperhatikannya.
"Can I?" izin Gavriel sambil menatap dalam bola mata Luna.
"Can I?" izin Gavriel sambil menatap dalam bola mata Luna. Luna masih terdiam dalam beberapa detik saat pertanyaan itu diberikan kepadanya. Sama halnya seperti Gavriel, Luna pun menatap bola mata indah itu dan seakan dibuat tenggelam di dalamnya. Dia masih memperhatikan wajah Gavriel dari atas sini. Laki-laki ini, tampan. Ya, kenyataannya memang benar seperti itu. Gavriel masih menunggu. Dia bisa saja langsung mengecup bibir perempuan ini sekarang juga, namun jika seperti itu, apa bedanya Gavriel dengan laki-laki yang tadi? Laki-laki yang tadi sempat hampir melakukan tindakan kurang pantas kepada perempuan ini. Ibu jarinya masih mengusap lembut bibir Luna. Sesekali Gavriel juga tidak menutupi dirinya yang melihat ke arah bibir mungil perempuan itu. Dan tanpa aba-aba, Luna pun menjawab pertanyaan Gavriel. Bukan dengan sebuah perkataan, melainkan dengan sebuah tindakan yang dia lakukan sendiri. Perempuan itu secara tiba-tiba langsung menempelkan bibir mungilnya pada bibir milik Ga
Jika bukan karena bunyi alarm yang berdering cukup kencang melalui ponselnya, mungkin sampai saat ini Luna masih terlelap dalam mimpi. Matanya terbuka perlahan seiringan dengan pancaran sinar matahari yang sudah berada di atas sana. Rasanya Luna masih ingin memejamkan matanya lagi terutama ketika dia merasa jika badannya cukup lelah. Rupanya perempuan itu masih belum sadar dan mengingat tentang apa yang baru saja terjadi tadi malam terhadap dirinya sendiri. Ditambah lagi hanya ada dirinya yang ada di atas kasur berukuran besar. Hingga akhirnya ketika Luna baru saja ingin kembali memejamkan matanya, dia tidak sengaja mendengar suara air yang diguyur dari dalam kamar mandi. Ya, kamar ini menyatu dengan kamar mandi. Awalnya Luna masih diam sampai akhirnya secara tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada malam tadi.Semua hal yang dia lewati seakan terekam dan kini diputar kembali dalam bayangannya. Dia teringat dengan seorang laki-laki yang menolongnya, lalu mereka masuk ke dalam kama
Gavriel memasukkan Luna ke dalam mobil mercy berwana hitam itu dengan perlahan. Lalu dia pun berbincang sebentar dengan sopir pribadinya."Tolong antar dia ya pak Adi," pinta Gavriel sambil menunjuk Luna dengan wajahnya.Pak Adi menganggukkan kepalanya, "baik, Mas. Tapi mas Gavriel bagaimana ke kantornya?""Saya bawa mobil. Pokoknya bapak tolong antar dia sampai rumahnya. Jangan lupa kabari saya ya kalau sudah sampai. Saya gak bisa lama-lama karena ada urusan penting di kantor," jelas Gavriel.Setelah sopir pribadinya itu menganggukkan kepalanya, Gavriel pun masuk sebentar ke dalam mobil."Nanti lo bisa arahin pak Adi jalan pulang ke rumah lo. Sorry gue gak bisa antar, karena ada urusan penting di kantor dan ini sudah cukup terlambat," ujar Gavriel.Luna mengerti. Dia menganggukkan kepalanya, "iya, gapapa kok. Makasih banyak ya."Gavriel membalas dengan senyuman tipis. Sangat tipis. Lalu laki-laki itu keluar dari mobil dan menutup pintu mobil tersebut. Setelah mobil yang dikendarai ol
Di tengah keterkejutannya, Gavriel memilih mengobrak-abrik beberapa berkas yang masih ada di meja kerjanya. Laki-laki itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Hingga tiba-tiba, dia berhasil meraih sebuah map yang di dalamnya berisi beberapa resume milik calon pelamar.Dibacanya satu persatu resume tersebut sampai tibalah pada resume terakhir. Disana tertera sebuah nama Aluna Aurora. "Aluna Aurora? Nama lo Aluna?" tanya Gavriel sambil menatap Luna.Perempuan yang ditanya itu pun menganggukkan kepalanya. Raut wajahnya benar-benar sulit dipahami. Bingung dan sedikit panik menjadi satu. Pantas saja Gavriel tidak menyadari hal itu, lantaran Luna memperkenalkan namanya hanya sebatas "Luna". Ditambah lagi, pada resume milik perempuan itu, dia tidak mencantumkan foto pribadinya sama sekali. Tidak berapa lama, Gavriel pun menaruh kembali berkas yang dipegangnya di atas meja. Kemudian laki-laki itu kini duduk di kursinya. Sementara Luna, dia masih tetap berdiri di tempatnya."Kenapa gak
Di tengah keterkejutannya, Gavriel memilih mengobrak-abrik beberapa berkas yang masih ada di meja kerjanya. Laki-laki itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Hingga tiba-tiba, dia berhasil meraih sebuah map yang di dalamnya berisi beberapa resume milik calon pelamar.Dibacanya satu persatu resume tersebut sampai tibalah pada resume terakhir. Disana tertera sebuah nama Aluna Aurora. "Aluna Aurora? Nama lo Aluna?" tanya Gavriel sambil menatap Luna.Perempuan yang ditanya itu pun menganggukkan kepalanya. Raut wajahnya benar-benar sulit dipahami. Bingung dan sedikit panik menjadi satu. Pantas saja Gavriel tidak menyadari hal itu, lantaran Luna memperkenalkan namanya hanya sebatas "Luna". Ditambah lagi, pada resume milik perempuan itu, dia tidak mencantumkan foto pribadinya sama sekali. Tidak berapa lama, Gavriel pun menaruh kembali berkas yang dipegangnya di atas meja. Kemudian laki-laki itu kini duduk di kursinya. Sementara Luna, dia masih tetap berdiri di tempatnya."Kenapa gak
Gavriel memasukkan Luna ke dalam mobil mercy berwana hitam itu dengan perlahan. Lalu dia pun berbincang sebentar dengan sopir pribadinya."Tolong antar dia ya pak Adi," pinta Gavriel sambil menunjuk Luna dengan wajahnya.Pak Adi menganggukkan kepalanya, "baik, Mas. Tapi mas Gavriel bagaimana ke kantornya?""Saya bawa mobil. Pokoknya bapak tolong antar dia sampai rumahnya. Jangan lupa kabari saya ya kalau sudah sampai. Saya gak bisa lama-lama karena ada urusan penting di kantor," jelas Gavriel.Setelah sopir pribadinya itu menganggukkan kepalanya, Gavriel pun masuk sebentar ke dalam mobil."Nanti lo bisa arahin pak Adi jalan pulang ke rumah lo. Sorry gue gak bisa antar, karena ada urusan penting di kantor dan ini sudah cukup terlambat," ujar Gavriel.Luna mengerti. Dia menganggukkan kepalanya, "iya, gapapa kok. Makasih banyak ya."Gavriel membalas dengan senyuman tipis. Sangat tipis. Lalu laki-laki itu keluar dari mobil dan menutup pintu mobil tersebut. Setelah mobil yang dikendarai ol
Jika bukan karena bunyi alarm yang berdering cukup kencang melalui ponselnya, mungkin sampai saat ini Luna masih terlelap dalam mimpi. Matanya terbuka perlahan seiringan dengan pancaran sinar matahari yang sudah berada di atas sana. Rasanya Luna masih ingin memejamkan matanya lagi terutama ketika dia merasa jika badannya cukup lelah. Rupanya perempuan itu masih belum sadar dan mengingat tentang apa yang baru saja terjadi tadi malam terhadap dirinya sendiri. Ditambah lagi hanya ada dirinya yang ada di atas kasur berukuran besar. Hingga akhirnya ketika Luna baru saja ingin kembali memejamkan matanya, dia tidak sengaja mendengar suara air yang diguyur dari dalam kamar mandi. Ya, kamar ini menyatu dengan kamar mandi. Awalnya Luna masih diam sampai akhirnya secara tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada malam tadi.Semua hal yang dia lewati seakan terekam dan kini diputar kembali dalam bayangannya. Dia teringat dengan seorang laki-laki yang menolongnya, lalu mereka masuk ke dalam kama
"Can I?" izin Gavriel sambil menatap dalam bola mata Luna. Luna masih terdiam dalam beberapa detik saat pertanyaan itu diberikan kepadanya. Sama halnya seperti Gavriel, Luna pun menatap bola mata indah itu dan seakan dibuat tenggelam di dalamnya. Dia masih memperhatikan wajah Gavriel dari atas sini. Laki-laki ini, tampan. Ya, kenyataannya memang benar seperti itu. Gavriel masih menunggu. Dia bisa saja langsung mengecup bibir perempuan ini sekarang juga, namun jika seperti itu, apa bedanya Gavriel dengan laki-laki yang tadi? Laki-laki yang tadi sempat hampir melakukan tindakan kurang pantas kepada perempuan ini. Ibu jarinya masih mengusap lembut bibir Luna. Sesekali Gavriel juga tidak menutupi dirinya yang melihat ke arah bibir mungil perempuan itu. Dan tanpa aba-aba, Luna pun menjawab pertanyaan Gavriel. Bukan dengan sebuah perkataan, melainkan dengan sebuah tindakan yang dia lakukan sendiri. Perempuan itu secara tiba-tiba langsung menempelkan bibir mungilnya pada bibir milik Ga
Dentuman suara musik itu terdengar begitu kencang. Ditambah lagi dengan lampu berwarna putih yang gemerlap mengitari orang-orang yang sedang menari secara asal sambil menikmati segelas minuman beralkohol. Namun berbeda dengan Luna. Sudah hampir setengah jam dia hanya duduk di sofa sendirian sambil sesekali meneguk minuman alkohol yang dipesannya. Perempuan itu juga sesekali memperhatikan semua orang yang tengah sibuk berjoget. Biasanya Luna akan bergabung bersama mereka. Tetapi tidak dengan malam ini.Pikirannya benar-benar terganggu ketika dia dituntut untuk cepat-cepat memiliki pekerjaan sendiri. Meski terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, nyatanya Luna tidak lagi bisa menjadi anak manja seperti dahulu. Ayahnya mengancam jika Luna tidak bisa memiliki pekerjaan, maka tidak segan-segan Luna akan dikirimkan ke tempat yang jauh dari kehidupannya sekarang.Ditambah lagi, waktunya hanya tersisa dua hari lagi. Rasanya kepalanya ingin pecah. Luna sudah mencoba melamar kemana saj