Jika bukan karena bunyi alarm yang berdering cukup kencang melalui ponselnya, mungkin sampai saat ini Luna masih terlelap dalam mimpi. Matanya terbuka perlahan seiringan dengan pancaran sinar matahari yang sudah berada di atas sana.
Rasanya Luna masih ingin memejamkan matanya lagi terutama ketika dia merasa jika badannya cukup lelah. Rupanya perempuan itu masih belum sadar dan mengingat tentang apa yang baru saja terjadi tadi malam terhadap dirinya sendiri. Ditambah lagi hanya ada dirinya yang ada di atas kasur berukuran besar.
Hingga akhirnya ketika Luna baru saja ingin kembali memejamkan matanya, dia tidak sengaja mendengar suara air yang diguyur dari dalam kamar mandi. Ya, kamar ini menyatu dengan kamar mandi. Awalnya Luna masih diam sampai akhirnya secara tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada malam tadi.
Semua hal yang dia lewati seakan terekam dan kini diputar kembali dalam bayangannya. Dia teringat dengan seorang laki-laki yang menolongnya, lalu mereka masuk ke dalam kamar dan...
Detik itu juga Luna benar-benar tersadar jika sedari tadi tubuhnya hanya dibalut oleh selimut tebal yang disediakan oleh kamar ini. Dia tidak memakai apapun. Matanya terbelalak seketika.
"I-itu berarti tadi malam..." gumam Luna sambil meraba bibirnya dengan jari telunjuknya.
Disaat yang bersamaan, pintu kamar mandi itu terbuka. Menampilkan seorang laki-laki yang baru saja keluar dari dalamnya. Dia menggunakan sebuah kaus berlengan pendek berwarna navy dan celana panjang berwarna hitam. Rambutnya yang masih basah itu dia keringkan dengan handuk yang ada di tangannya.
Lagi-lagi Luna dibuat terkejut ketika dia melihat siapa laki-laki itu. Sementara laki-laki itu hanya menatap Luna sebentar saja lalu kembali fokus mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Gavriel?" panggil Luna.
Laki-laki itu menoleh, "kenapa?"
Ternyata benar. Batin Luna.
Gavriel pun berjalan mendekati Luna dan memberikan sebuah kain yang dilipat kepada perempuan itu.
"Lo bisa pakai kemeja gue dulu untuk sementara. Dress lo sobek bagian bawahnya dan itu cukup besar. Ini kemeja tadi malam sih, tapi masih bersih," ujar Gavriel sembari memberikan kemeja miliknya yang berwarna hitam.
"Anyway soal dress lo itu, nanti gue ganti. Lo kirim saja alamat rumah lo. Atau kalau lo yang mau beli sendiri, kirim saja nomor rekeningnya. Nanti gue transfer," lanjutnya. Laki-laki itu membalikkan badannya ketika Luna sudah menerima kemeja yang diberikan.
Luna masih bergeming. Matanya menatap sekitar. Dia baru sadar jika kamar ini sedikit berantakan. Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah ketika dia melihat pakaian dalamnya berada di lantai yang jaraknya tidak jauh dari tempat Gavriel berdiri. Matanya langsung membelalak dengan bulat.
Sampai akhirnya Luna pun memakai itu semua kembali. Menutupi tubuhnya dengan kemeja milik Gavriel yang tentu cukup kebesaran. Padahal laki-laki ini tubuhnya cukup proposional. Namun mungkin karena tubuh Luna yang kecil, jadi membuat kemeja itu seakan menenggelamkan tubuhnya.
Saat Luna baru saja turun dari kasur dan hendak pergi ke kamar mandi, dia mengaduh karena merasakan rasa perih ketika melangkah.
"Aw..." lirihnya.
Jika tidak berpegangan dengan ujung ranjang, mungkin Luna sudah terjatuh. Hal itu membuat Gavriel menoleh dan langsung menghampiri Luna yang kala itu sedang meringis.
"Lo gapapa?" tanya Gavriel sambil membantu Luna untuk membetulkan posisinya.
Luna menggelengkan kepalanya, "engga, cuma gue merasa perih."
Gavriel tertegun.
"Lo mau kemana?" tanya Gavriel lagi.
"Kamar mandi," balas Luna.
Tanpa aba-aba, Gavriel pun langsung menaruh tangan kanannya diantara lipatan kedua lutut Luna. Dan tangan kirinya dia gunakan untuk menompang tubuh bagian atas perempuan ini.
"Eh lo mau ngapain?!" tanya Luna dengan panik.
Bukannya menjawab, Gavriel justru malah terus berjalan sambil menggendong Luna. Laki-laki itu pun masuk ke dalam kamar mandi dan mendudukkan Luna pada kloset duduk yang ada di dalamnya.
"Nanti kalau sudah selesai, teriak saja," ujar Gavriel.
Kemudian laki-laki itu pun berjalan meninggalkan Luna dan menutup pintu kamar mandi. Dia menunggu di luar.
Rupanya rasa perih itu makin terasa ketika Luna mengeluarkan air dari miliknya. Dia meringis namun harus bisa menahannya.
Sementara itu, di luar kamar mandi, Gavriel berdiri dan hanyut dalam pikirannya. Terutama ketika dia melihat dan mendengar Luna yang meringis saat berjalan. Ini semua karena dirinya. Jelas Luna merasakan perih sebab semalam adalah malam dimana Gavriel "merobek" sesuatu milik perempuan itu.
Tapi sekarang yang dia khawatirkan adalah bagaimana nasib perempuan ini. Hari ini Gavriel tidak bisa berada di sampingnya untuk membantu, lantaran beberapa menit lagi dia harus kembali ke kantor karena ada satu hal penting. Mengingat jabatannya sebagai seorang CEO, dia tetap harus profesional. Semalam waktunya untuk bersenang-senang sudah dia dapatkan dan hari ini dia tetap harus kembali fokus dalam pekerjaannya.
"Gavriel..."
Panggilan itu membuatnya tersadar dan spontan langsung membuka pintu kamar mandi. Dia berjalan menghampiri perempuan itu dan langsung kembali menggendongnya. Gavriel menjatuhkan Luna di atas kasur dengna hati-hati.
"Rumah lo dimana? Biar gue antar pulang. Sekalian gue mau ke kantor jadi bareng saja," ujar Gavriel.
"Duh gak usah. Gue bisa pulang sendiri. Lo kalau mau pergi kerja, gapapa duluan saja," balas Luna.
"Gak mungkin gue ninggalin lo dalam kondisi lo yang seperti ini," jawab Gavriel.
Belum sempat Luna menjawab, sebuah sambungan telfon masuk pada ponsel Gavriel. Nama sekretarisnya terpajang disana.
"Halo?" sapa Gavriel.
["Selamat siang pak Gavriel. Saya hanya mau sekedar mengingatkan kalau sebentar lagi bapak harus mewawancarai calon karyawan baru. Beberapa dari mereka sudah lolos dari wawancara bersama HRD, Pak"].
"Sebentar lagi saya ke kantor," jawab Gavriel. Dia pun langsung menutup sambungan telfon tersebut.
Luna memperhatikannya.
"Sudah, beneran deh gapapa. Kalau lo harus pergi kerja, duluan saja. Gue bisa pulang sendiri kok. Cuma mungkin lo kasih tahu gue saja nanti kunci kamar ini harus gue kasih ke siapa?" tanya Luna.
Kali ini giliran Gavriel yang bergeming. Laki-laki itu yang sedari tadi hanya berdiri memilih untuk duduk di sebelah Luna. Lalu dia pun kembali mengotak atik ponselnya.
"Sebentar lagi sopir gue sampai. Lo diantar sama dia. Tapi kita turunnya bareng," ujar Gavriel.
"Tapi--"
"Gue gak ada waktu untuk berdebat. Coba cek lagi, barang-barang lo ada yang tertinggal gak?" potong Gavriel.
Setelah Luna merapihkan barang-barangnya, Gavriel langsung kembali menggendong perempuan itu. Kali ini Luna sempat menolak. Lantaran dia merasa malu jika keluar dari kamar harus seperti ini. Ditambah lagi, dia yakin kondisi luar pasti cukup ramai.
"Gila! Lo ngapain gendong gue? Turunin gak?!" tolak Luna.
"Engga. Lo jalan saja masih belum benar," balas Gavriel.
"Kalau lo malu, tutupin wajah lo di leher gue," sambung laki-laki itu.
Gavriel memasukkan Luna ke dalam mobil mercy berwana hitam itu dengan perlahan. Lalu dia pun berbincang sebentar dengan sopir pribadinya."Tolong antar dia ya pak Adi," pinta Gavriel sambil menunjuk Luna dengan wajahnya.Pak Adi menganggukkan kepalanya, "baik, Mas. Tapi mas Gavriel bagaimana ke kantornya?""Saya bawa mobil. Pokoknya bapak tolong antar dia sampai rumahnya. Jangan lupa kabari saya ya kalau sudah sampai. Saya gak bisa lama-lama karena ada urusan penting di kantor," jelas Gavriel.Setelah sopir pribadinya itu menganggukkan kepalanya, Gavriel pun masuk sebentar ke dalam mobil."Nanti lo bisa arahin pak Adi jalan pulang ke rumah lo. Sorry gue gak bisa antar, karena ada urusan penting di kantor dan ini sudah cukup terlambat," ujar Gavriel.Luna mengerti. Dia menganggukkan kepalanya, "iya, gapapa kok. Makasih banyak ya."Gavriel membalas dengan senyuman tipis. Sangat tipis. Lalu laki-laki itu keluar dari mobil dan menutup pintu mobil tersebut. Setelah mobil yang dikendarai ol
Di tengah keterkejutannya, Gavriel memilih mengobrak-abrik beberapa berkas yang masih ada di meja kerjanya. Laki-laki itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Hingga tiba-tiba, dia berhasil meraih sebuah map yang di dalamnya berisi beberapa resume milik calon pelamar.Dibacanya satu persatu resume tersebut sampai tibalah pada resume terakhir. Disana tertera sebuah nama Aluna Aurora. "Aluna Aurora? Nama lo Aluna?" tanya Gavriel sambil menatap Luna.Perempuan yang ditanya itu pun menganggukkan kepalanya. Raut wajahnya benar-benar sulit dipahami. Bingung dan sedikit panik menjadi satu. Pantas saja Gavriel tidak menyadari hal itu, lantaran Luna memperkenalkan namanya hanya sebatas "Luna". Ditambah lagi, pada resume milik perempuan itu, dia tidak mencantumkan foto pribadinya sama sekali. Tidak berapa lama, Gavriel pun menaruh kembali berkas yang dipegangnya di atas meja. Kemudian laki-laki itu kini duduk di kursinya. Sementara Luna, dia masih tetap berdiri di tempatnya."Kenapa gak
Dentuman suara musik itu terdengar begitu kencang. Ditambah lagi dengan lampu berwarna putih yang gemerlap mengitari orang-orang yang sedang menari secara asal sambil menikmati segelas minuman beralkohol. Namun berbeda dengan Luna. Sudah hampir setengah jam dia hanya duduk di sofa sendirian sambil sesekali meneguk minuman alkohol yang dipesannya. Perempuan itu juga sesekali memperhatikan semua orang yang tengah sibuk berjoget. Biasanya Luna akan bergabung bersama mereka. Tetapi tidak dengan malam ini.Pikirannya benar-benar terganggu ketika dia dituntut untuk cepat-cepat memiliki pekerjaan sendiri. Meski terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, nyatanya Luna tidak lagi bisa menjadi anak manja seperti dahulu. Ayahnya mengancam jika Luna tidak bisa memiliki pekerjaan, maka tidak segan-segan Luna akan dikirimkan ke tempat yang jauh dari kehidupannya sekarang.Ditambah lagi, waktunya hanya tersisa dua hari lagi. Rasanya kepalanya ingin pecah. Luna sudah mencoba melamar kemana saj
"Can I?" izin Gavriel sambil menatap dalam bola mata Luna. Luna masih terdiam dalam beberapa detik saat pertanyaan itu diberikan kepadanya. Sama halnya seperti Gavriel, Luna pun menatap bola mata indah itu dan seakan dibuat tenggelam di dalamnya. Dia masih memperhatikan wajah Gavriel dari atas sini. Laki-laki ini, tampan. Ya, kenyataannya memang benar seperti itu. Gavriel masih menunggu. Dia bisa saja langsung mengecup bibir perempuan ini sekarang juga, namun jika seperti itu, apa bedanya Gavriel dengan laki-laki yang tadi? Laki-laki yang tadi sempat hampir melakukan tindakan kurang pantas kepada perempuan ini. Ibu jarinya masih mengusap lembut bibir Luna. Sesekali Gavriel juga tidak menutupi dirinya yang melihat ke arah bibir mungil perempuan itu. Dan tanpa aba-aba, Luna pun menjawab pertanyaan Gavriel. Bukan dengan sebuah perkataan, melainkan dengan sebuah tindakan yang dia lakukan sendiri. Perempuan itu secara tiba-tiba langsung menempelkan bibir mungilnya pada bibir milik Ga
Di tengah keterkejutannya, Gavriel memilih mengobrak-abrik beberapa berkas yang masih ada di meja kerjanya. Laki-laki itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Hingga tiba-tiba, dia berhasil meraih sebuah map yang di dalamnya berisi beberapa resume milik calon pelamar.Dibacanya satu persatu resume tersebut sampai tibalah pada resume terakhir. Disana tertera sebuah nama Aluna Aurora. "Aluna Aurora? Nama lo Aluna?" tanya Gavriel sambil menatap Luna.Perempuan yang ditanya itu pun menganggukkan kepalanya. Raut wajahnya benar-benar sulit dipahami. Bingung dan sedikit panik menjadi satu. Pantas saja Gavriel tidak menyadari hal itu, lantaran Luna memperkenalkan namanya hanya sebatas "Luna". Ditambah lagi, pada resume milik perempuan itu, dia tidak mencantumkan foto pribadinya sama sekali. Tidak berapa lama, Gavriel pun menaruh kembali berkas yang dipegangnya di atas meja. Kemudian laki-laki itu kini duduk di kursinya. Sementara Luna, dia masih tetap berdiri di tempatnya."Kenapa gak
Gavriel memasukkan Luna ke dalam mobil mercy berwana hitam itu dengan perlahan. Lalu dia pun berbincang sebentar dengan sopir pribadinya."Tolong antar dia ya pak Adi," pinta Gavriel sambil menunjuk Luna dengan wajahnya.Pak Adi menganggukkan kepalanya, "baik, Mas. Tapi mas Gavriel bagaimana ke kantornya?""Saya bawa mobil. Pokoknya bapak tolong antar dia sampai rumahnya. Jangan lupa kabari saya ya kalau sudah sampai. Saya gak bisa lama-lama karena ada urusan penting di kantor," jelas Gavriel.Setelah sopir pribadinya itu menganggukkan kepalanya, Gavriel pun masuk sebentar ke dalam mobil."Nanti lo bisa arahin pak Adi jalan pulang ke rumah lo. Sorry gue gak bisa antar, karena ada urusan penting di kantor dan ini sudah cukup terlambat," ujar Gavriel.Luna mengerti. Dia menganggukkan kepalanya, "iya, gapapa kok. Makasih banyak ya."Gavriel membalas dengan senyuman tipis. Sangat tipis. Lalu laki-laki itu keluar dari mobil dan menutup pintu mobil tersebut. Setelah mobil yang dikendarai ol
Jika bukan karena bunyi alarm yang berdering cukup kencang melalui ponselnya, mungkin sampai saat ini Luna masih terlelap dalam mimpi. Matanya terbuka perlahan seiringan dengan pancaran sinar matahari yang sudah berada di atas sana. Rasanya Luna masih ingin memejamkan matanya lagi terutama ketika dia merasa jika badannya cukup lelah. Rupanya perempuan itu masih belum sadar dan mengingat tentang apa yang baru saja terjadi tadi malam terhadap dirinya sendiri. Ditambah lagi hanya ada dirinya yang ada di atas kasur berukuran besar. Hingga akhirnya ketika Luna baru saja ingin kembali memejamkan matanya, dia tidak sengaja mendengar suara air yang diguyur dari dalam kamar mandi. Ya, kamar ini menyatu dengan kamar mandi. Awalnya Luna masih diam sampai akhirnya secara tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada malam tadi.Semua hal yang dia lewati seakan terekam dan kini diputar kembali dalam bayangannya. Dia teringat dengan seorang laki-laki yang menolongnya, lalu mereka masuk ke dalam kama
"Can I?" izin Gavriel sambil menatap dalam bola mata Luna. Luna masih terdiam dalam beberapa detik saat pertanyaan itu diberikan kepadanya. Sama halnya seperti Gavriel, Luna pun menatap bola mata indah itu dan seakan dibuat tenggelam di dalamnya. Dia masih memperhatikan wajah Gavriel dari atas sini. Laki-laki ini, tampan. Ya, kenyataannya memang benar seperti itu. Gavriel masih menunggu. Dia bisa saja langsung mengecup bibir perempuan ini sekarang juga, namun jika seperti itu, apa bedanya Gavriel dengan laki-laki yang tadi? Laki-laki yang tadi sempat hampir melakukan tindakan kurang pantas kepada perempuan ini. Ibu jarinya masih mengusap lembut bibir Luna. Sesekali Gavriel juga tidak menutupi dirinya yang melihat ke arah bibir mungil perempuan itu. Dan tanpa aba-aba, Luna pun menjawab pertanyaan Gavriel. Bukan dengan sebuah perkataan, melainkan dengan sebuah tindakan yang dia lakukan sendiri. Perempuan itu secara tiba-tiba langsung menempelkan bibir mungilnya pada bibir milik Ga
Dentuman suara musik itu terdengar begitu kencang. Ditambah lagi dengan lampu berwarna putih yang gemerlap mengitari orang-orang yang sedang menari secara asal sambil menikmati segelas minuman beralkohol. Namun berbeda dengan Luna. Sudah hampir setengah jam dia hanya duduk di sofa sendirian sambil sesekali meneguk minuman alkohol yang dipesannya. Perempuan itu juga sesekali memperhatikan semua orang yang tengah sibuk berjoget. Biasanya Luna akan bergabung bersama mereka. Tetapi tidak dengan malam ini.Pikirannya benar-benar terganggu ketika dia dituntut untuk cepat-cepat memiliki pekerjaan sendiri. Meski terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, nyatanya Luna tidak lagi bisa menjadi anak manja seperti dahulu. Ayahnya mengancam jika Luna tidak bisa memiliki pekerjaan, maka tidak segan-segan Luna akan dikirimkan ke tempat yang jauh dari kehidupannya sekarang.Ditambah lagi, waktunya hanya tersisa dua hari lagi. Rasanya kepalanya ingin pecah. Luna sudah mencoba melamar kemana saj