Di rumah Mayang, Bude Rosita sedang bergosip dengan tetangganya jika Alya dan Rama telah lama menikah tapi belum juga di berikan keturunan.
"Wah, sayang sekali ya. Padahal mereka itu sudah mapan, mereka juga masih muda lagi," ujar seorang tetangga."Kenapa Rama gak nikah lagi aja ya?"Ucapan itu membuat Mayang yang sedang berada di balik jendela terdiam. Dia tiba-tiba memikirkan ucapan tetangganya itu. Apakah Rama kemungkinan akan menikah lagi untuk mendapatkan keturunan. Jika benar, Mayang tentu ingin menjadi istri kedua Rama. Senyum sinis tiba-tiba terlukis di wajahnya. Rasanya dia sangat terobsesi untuk memiliki suami seperti Rama.Hingga akhirnya, Mayang menjadi sering berkunjung ke rumah Alya dengan alasan ingin membuat baju. Namun, dia memiliki niat untuk lebih dekat dengan Rama. Ketika akhirnya Rama pulang bekerja, tingkah Mayang mendadak genit. Dia sengaja mencari perhatian pada suami temannya itu."Aduh, gerah banget ya!" kata Mayang seraya melepas kancing bagian atas kemejanya.Menyadari itu, Alya langsung menyalakan kipas angin. Kemudian dia pamit masuk ke kamarnya. Meninggalkan Mayang yang buru-buru merias wajahnya agar terlihat cantik di mata Rama."Pokoknya gue harus dapetin Rama! Titik!" batinnya.Hingga akhirnya Alya dan Rama duduk di ruang jahit milik Alya. Dia melihat Mayang tengah melihat-lihat desain baju milik Alya."Ngomong-ngomong kamu kerja di mana, May?" tanya Rama seraya menyesap tehnya.Mayang langsung mengibaskan rambut ke belakang pundaknya. Hingga lehernya yang indah itu terlihat. "Di kantor di dekat sini, Mas. Kebetulan baru banget pindah ke sini.""Oh, gitu. Memang sebelumnya kamu tinggal di mana?" tanya Rama hanya ingin bersikap ramah."Di Bogor ikut mantan suami, tapi setelah bercerai saya memilih ikut sama Kakak saya."Rama mengangguk paham. Rupanya Rama baru mengetahui kalau Mayang adalah seorang janda."Udah punya anak?" tanya Rama lagi.Mayang tersenyum malu. "Untungnya belum sih, Mas.""Kok untungnya sih?" tanya Rama terkejut. Pasalnya dia merasa kalau pasangan menikah seharusnya senang jika dikaruniai seorang anak."Ya, kan suami saya aja sifatnya arogan. Dia suka marah-marah gak jelas. Saya gak kuat berumah tangga sama dia. Saya udah gak mau berurusan sama dia. Maka itu saya bersyukur kami tidak memiliki anak," jelas Mayang sengaja memasang wajah sedih."Kamu korban KDRT?""Mas..." potong Alya. Dia merasa kalau suaminya terlalu kepo dengan urusan rumah tangga orang lain. Alya hanya tak ingin membuat Mayang Kembali teringat dengan masa lalunya."Gak apa-apa, Al. Lagian itu bukan sesuatu yang harus aku tangisi. Malah aku bersyukur banget. Dengan kejadian itu, aku bisa terbebas dari sifat suamiku yang kejam," ujar Mayang.Rama hanya mengangguk mendengar cerita Mayang. Dia menyayangkan perempuan baik dan cantik seperti Mayang saja bisa mendapatkan KDRT.Beberapa hari kemudian, Alya bercerita kalau Bude Rosita mengajak mereka berlibur ke Pantai."Sepertinya Mas tidak bisa ikut. Ibu dan adikku mau ke sini."Alya terkejut. Karena dia tak tahu kalau mereka akan datang. "Kenapa tidak memberitahuku?""Mas juga baru di hubungi mereka kemarin. Mas lupa mau ngasih tau kamu," jawab Rama.Seraya merapikan hidangan di atas meja, Alya mengatakan kalau dia juga tidak jadi ikut berlibur."Aku di sini aja."Rama melihat raut kesedihan di wajah istrinya. Dia tahu, kalau Alya merasa kurang nyaman akan kedatangan mertuanya itu.Keesokan harinya, Alya melihat keluarga suaminya itu datang. Dengan menguatkan dirinya, Alya mencoba tersenyum. Dia sudah siap jika Ibu Mertuanya itu akan berkata buruk tentangnya."Assalamualaikum!" seru Mama Martha."Waalaikumsalam!" jawab Alya seraya membuka pintu. Dia berdiri di ujung pintu seraya menyambut Mertua dan adik perempuan Rama.Alya meraih tangan Mama mertuanya, dan hendak menciumnya, tapi wanita paruh baya itu sengaja mengabaikannya.Martha melenggang masuk ke rumah anaknya itu. Membuat perasaan Alya begitu terluka. Alya menundukan kepalanya seraya menguatkan hatinya. Kemudian adik perempuan Rama yang bernama Monik turut mengabaikan kakak iparnya itu. Dengan ekspresi ketus, dia berlalu melewati Alya."Astaga, rumahmu sempit sekali, Ram! Lihat, ini barang-barang milik Alya semuanya di sini. Mesin jahit, patung-patung, rol kain. Aduh, sumpek banget!"Celotehan itu membuat Rama langsung merangkul Alya. "Gak papa, Mah. Lagian di rumah ini cuma ada aku sama Alya. Gak sempit sama sekali kok!""Ya, tapi kamu harus mempersiapkan ruangan jika ada tamu. Masa sempit-sempitan gini""Iya, nih. Banyak benang-benang lagi!" sambung Monik menatap jijik."Gimana sih kak Alya. Kalo mau usaha yang bersih juga dong. Gimana kalo Kak Rama sakit atau tersandung karena barang-barang kakak?"Alya membeku di tempatnya. Dia tak menyangka pemandangan seperti itu kembali terjadi di hidupnya. Setelah berhasil kabur dari orang-orang yang selalu menyakitinya."Oh, maaf, Ma. Alya belom sempet beresin," kata Alya mencoba sabar."Belum sempat gimana! Kamu ini memang kesibukannya apa selain menjahit baju? Anak tidak punya, rumah juga tidak besar, apa yang bikin kamu sibuk? Tidur?"Rama langsung menghampiri ibunya. Dia meminta Ibunya itu untuk berhenti marah-marah. "Sudah, sudah. Nanti kami beresin ya, Ma. Sekarang Mama sama Monik istirahat aja dulu. Kalian pasti capek, kan?"Mama Martha kembali mengeluh. "Bagaimana tidak capek. Mama kira mama bisa langsung istirahat, tapi liat keadaan rumah kamu yang sumpek, bikin kepala Mama malah tambah pusing. Sepertinya kamu harus ganti istri deh, Ram!"JLEB!Hati Alya seperti di tusuk setelah mendengar ucapan itu. Perasaannya hancur mendengar mertuanya sendiri meminta Rama untuk mencari istri baru. Seketika mata Alya berkaca-kaca, tapi dia berusaha tegar.Rama melihat kesedihan istrinya, dan menatapnya dari kejauhan. Saat Rama ingin menghampiri Alya, Ibunya tiba-tiba mencegahnya."Antar mama ke kamar!" pintanya.Rama terpaksa berhenti melangkah. Dia meninggalkan Alya yang kala itu sedang terluka.Di kamarnya, Alya menangis sesegukan. Dia menutup mulutnya agar suara tangisnya tak terdengar. Rasanya begitu sakit jika melihat ibu mertuanya tak pernah menganggapnya. Alya sudah menahan perasaan itu sejak lama. Dia ingin menyerah dengan rumah tangganya bersama Rama, tapi menurutnya Rama terlalu baik untuk dia tinggalkan. Alya tak mau membuat Rama kesepian.Hingga ketukan pintu membuat Alya menghentikan tangisnya. Dia tak mau Rama khawatir kepadanya.Rama melihat Alya duduk di sisi ranjang. Dia tahu istrinya itu baru saja menangis."Sayang, maafin mama ya? Mama kan dari dulu memang seperti itu. Aku juga udah gak tau lagi mau cegah kaya gimana. Mama kalo di bilangin suka marah. Aku gak mau penyakit jantung Mama kambuh kalo aku marahin dia."Alya mengangguk paham. "Iya mas. Gak apa-apa. Aku udah biasa kok," kata Alya mencoba sabar.Rama senang mendengar itu. Dia lekas memeluk istrinya.Keesokan harinya, Alya sedang belanja di tukang sayur. Mama mertuanya pagi itu ikut untuk memilih selera makannya. Mama mertuanya itu selalu menganggap jika masakan Alya tidak enak di lidahnya."Eh, Alya. Ini siapa?" tanya tetangga Alya.Ibu mertua Alya itu langsung memperkenalkan dirinya. "Nama saya Martha. Mertuanya Alya," katanya ramah.Ibu-ibu itu juga terlihat senang berkenalan dengan Ibu Mertua Alya yang masih cantik.Kemudian Martha menyapa seorang nenek yang membawa cucunya. "Ya ampun, lucu banget. Ini cucunya, ya? Usianya berapa?""Delapan bulan."Martha kemudian menyikut lengan Alya. "Noh, liat Alya. Mama juga kan pengen gendong cucu. Pasti senang ya Bu sudah punya cucu?"Sindiran itu membuat semua tatapan mengarah pada Alya. Hati Alya kembali hancur. Ibu mertuanya itu dengan mudah mempermalukan dirinya di depan umum. Alya hanya bisa meremas bajunya sendiri. Dia tak tahan berada di sana."Alya mah gak bisa punya anak. Gimana dong, ya?"Kali ini Alya sudah tak bisa menahan kesabarannya. Apalagi ibu-ibu di tukang sayur itu sudah mengetahui kalau Alya tak bisa memiliki anak."Alya, kamu mandul?" tanya seorang Ibu.Alya menundukan wajahnya. Hatinya bergetar karena perasaan sakit."Itu sudah menjadi kehendak yang maha kuasa, Bu," jawab Alya dengan suara rendah."Oh, pantas saja ya kami tidak pernah lihat kamu gendong anak."Tiba-tiba Mayang berjalan di depan mereka. Sekilas dia mendengar percakapan mengenai Alya. Dia juga melihat wanita asing bersama Alya. Setelah mengetahui wanita itu adalah Ibu Rama, Mayang langsung mendekatinya dengan alasan ingin berbelanja sayur.Bersambung."Mas, daging ayam ini berapa satu kilo nya?" tanya Mayang berbasa-basi. Dia kemudian berpura-pura melihat Alya. "Eh, Alya. Lagi belanja juga?" "Ini siapa?" lanjutnya seraya menatap Ibu Martha. "Ibu Mertua aku. Kenalin," jawab Alya. Mayang dengan penuh perhatiannya mengulurkan tangannya pada ibu Rama. Mengetahui Alya mandul, Mayang mencoba mencari perhatian agar bisa menjadi istri kedua Rama."Halo, Bu. Nama saya Mayang. Temannya Alya.""Halo, kamu cantik sekali," puji Martha. Mayang puas mendengar pujian itu. Sedangkan Alya merasa sangat rendah setelah di hina di depan banyak orang. "Sudah menikah?" Mayang menjawab malu-malu. "Sudah pernah, Bu. Sekarang saya janda."Martha terlihat sedih. "Waduh, tapi kamu cantik, kamu masih bisa mencari pria yang lebih baik.""Iya nih Bu. Kebetulan saya juga lagi nyari," jawab Mayang. Ibu Martha hanya memberi semangat pada Mayang. Kemudian Mayang menghampiri Alya, dan mengatakan kalau dia ingin menjahit baju lagi. "Oh, yaudah. Nanti ke rumah
"Alya!" Namun, karena terlalu lelah, Alya tak mendengar panggilan ibu mertuanya itu. Hingga Ibu Mertua Alya mengambil gelas berisi air dan menyiramnya tepat di wajah Alya. Membuat Alya terkejut sambil mencari oksigen. Dia mengusap wajahnya. Air itu mengenai wajah dan pakaiannya. Alya melihat Ibu Mertua dan Monik sedang menatapnya sinis. "Heh, enak-enakan kamu tidur! Liat noh lampu masih gelap belum kamu nyalakan! Dari jam berapa kamu tidur, Hah?!" "Astagfirullah, Bu. Maafin Alya. Alya capek banget habis beberes rumah," ujar Alya dengan keadaan basah. "Capek! Capek! Alesan aja kamu! Kamu emang doyan tidur kan kalo suami kamu kerja? Menerima gaji suami dan kamu leha-leha?" "Alya gak leha-leha, Bu. Alya juga kan kerja di rumah menjahit pakaian. Alya gak cuma mengandalkan uang dari Mas Rama aja."Ibu Martha tak terima setiap kalimatnya di jawab oleh Alya. "Oh, sekarang kamu sombong kalo kamu juga punya penghasilan sendiri? Begitu?" Alya merasa sakit hati. Apapun yang dia lakukan ra
Apa yang lebih berat yang di alami seorang menantu ketika mendapati ibu mertuanya tengah memuji perempuan lain di depan suaminya? Bahwa Alya tak bisa melakukan apapun selain berharap pada Rama agar tak goyah mendengar pujian kepada Mayang. "Ma, Alya juga kan bisa bikin bolu. Kalau Mama mau nanti tinggal bilang Alya saja," ucap Rama seolah membela Alya. Siang itu hari Minggu, dan Mayang membawakan bolu buatannya khusus untuk Martha. "Alah, gak enak! Bosen! Itu-itu saja! Berbeda dengan punya Mayang. Bahan-bahannya di buat pake bahan premium. Jadi rasanya lebih enak!" nyinyir Martha. Ucapan itu membuat Rama segera menatap Alya untuk menenangkannya. Dia kemudian melipat korannya, dan menggenggam tangan istrinya. "Hari ini kamu mau belanja kain, kan? Aku temenin kamu, ya?"Alya tersenyum simpul meski hatinya sedang perih. Hanya itu yang bisa dia lakukan di hadapan suaminya. Yaitu, berpura-pura tegar. Kemudian Rama bangkit berdiri seraya menggenggam tangan Alya. Membuat Martha dan Mon
Di kamarnya, Alya sengaja berbaring membelakangi Rama yang bersiap tidur. Keduanya baru saja membahas tentang kepulangan Martha dan Monik esok hari. "Kamu kapan mau pergi ke pasar kain lagi? Tadi kan kamu belum sempat pergi," ucap Rama mengetahui istrinya belum tidur. Sementara Alya sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia bahkan tak bisa melupakan bagaimana Martha menghina dan merendahkannya di depan Mayang. Kejadian siang tadi sungguh membuat hati Alya hancur menjadi berkeping-kepimg. Alya berusaha menahan suaranya agar tak bergetar. Dia tak mau membuat suaminya khawatir."Mungkin besok," katanya singkat."Besok sore bisa? Mas Rama usahakan pulang sore agar bisa antar kamu ke pasar."Alya menggelengkan kepalanya. Dia tak mampu lagi menahan tangisnya. "Alya?" Sebelum Rama mengetahui kepedihannya, Alya bergegas berlari menuju kamar mandi. "Sebentar," katanya sambil menutup mulutnya. Air matanya sudah mengalir d
Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya. "Mengganggu saja!" gerutu Rama. Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri. "Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas. Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih." Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit. "Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket. "Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur
Setelah di rasa aman, Rama menghentikan mobilnya di pinggir lapangan yang berjarak sepertiga kilometer dari jalan utama. Lapangan itu masuk ke dalam gang yang di apit pepohonan tinggi. Rama menatap Mayang yang masih ketakutan sambil meredam tangisnya. Dia benar-benar tak tahu kejadian apa yang baru saja Mayang alami, dan siapa pria yang akan menyerangnya itu. Meski begitu, Rama ingin memberikan waktu pada Mayang agar bisa menenangkan pikirannya. "Terima kasih banyak, Mas Rama," ujar Mayang sesegukan. Sorot matanya masih menunjukan ketakutan dan keputusasaan. "Dia mantan suami aku, Mas. Dia pengen culik dan celakai aku," katanya lagi. "Culik? Memangnya kalian ada masalah apa?" Mayang menggelengkan kepalanya. Pertanyaan itu membuat bulir air mata kembali turun dari pelupuk matanya. "Menikahi pria itu adalah kesalahan terbesar aku, Mas. Aku benar-benar menyesal karena sudah mengenalnya. Dia menyakiti aku bahkan sejak kami awal
Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa? "Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya. Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya. Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang. "Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "Wa
Hari semakin berlalu, dan keadaan Mas Rama sudah sepenuhnya membaik. Alya berlari kecil mengejar suaminya yang akan pergi bekerja. Dia memeluk Rama yang begitu dia cintai. "Mas, nanti malam mau temenin aku ke restoran yang baru buka gak?" Rama menunduk menatap istrinya yang sebatas dada. Dia merapihkan anak rambut Alya yang berantakan di wajah Alya. "Lagi diskon, ya?"Alya mengangguk ceria. "Oke!" seru Rama setuju. "Asik! Nanti malam jangan pulang telat, yah. Kita ketemuan di restorannya langsung. Ingat! Jangan pulang malam-malam. Nanti restorannya keburu tutup!" pinta Alya seraya melepaskan pelukannya, tapi Rama mencegahnya. Dia mengeratkan pelukan untuk istrinya, dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah Alya. "Iya, iya. Cerewet sekali!" ujarnya merasa gemas. Alya tersenyum senang dan keduanya benar-benar melepaskan pelukan mereka. Alya melambaikan tangannya sambil memamerkan senyum manisnya. "Hati-hati suamiku."
Minggu pagi, Rama dan Alya kembali mendatangi panti asuhan untuk mengurus dokumen adopsi. Di sana, Rama bertemu dengan balita perempuan yang akan dia adopsi. "Halo, Binar..."Balita itu hanya melambaikan tangannya dan kembali bermain. Sementara itu Alya tersentuh melihat betapa bahagianya Rama bersama dengan seorang anak. Alya benar-benar menyesal karena dia belum bisa memberikan anak kandung untuk Rama. Saat mereka asik bermain dengan Binar, Tiba-tiba ponsel Rama berdering. "Sebentar ya, aku angkat telepon dulu," katanya menjauh. Namun, belum sampai satu menit Rama menjawab panggilan, dia segera mengakhirnya dan mendekati Alya dengan wajah panik. "Ibu pingsan di kamar mandi, Al. Aku harus ke Jakarta sekarang."Alya yang sedang bermain dengan Binar pun terkejut. "Kalau gitu aku ikut!" Tapi tangan yang begitu mungil sedang menggenggamnya. Seolah Balita itu tak mau ditinggalkan oleh calon kedua orang tuanya. Rama pun berjongkok di hadapan Binar yang berusia empat tahun. "Sayang,
Di mobil dalam perjalanan pulang, Rama terus saja menggenggam tangan istrinya. Seolah dia tak pernah Sudi melepaskannya. Sesekali Rama mencium punggung tangan Alya hingga membuat Alya tersentuh. "Sepertinya kamu sayang banget sama aku," ucap Alya menatap. "Tentu saja! Kamu wanita satu-satunya yang bikin aku bahagia. Aku gak tahu deh gimana jadinya kalau hidupku tanpa kamu."Ucapan itu membuat Alya tersenyum sekaligus berpikir. Lalu, bagaimana jadinya jika Rama menikah dengan wanita lain dan dia hanya akan di abaikan setelah ada orang baru? Apakah Rama akan mengingat kalimat yang baru saja di katakannya?"Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu yang serius," kata Alya mencoba tenang. Rama menoleh, dan dia benar-benar melihat ekspresi serius di wajah istrinya. "Jika kita sudah sampai di rumah, ya?"Alya mengangguk kecil. Tapi sebuah pemandangan di pinggir jalan membuat Alya menoleh. Dia meminta Rama untuk menghentikan mobilnya saat melihat sesosok wanita tengah menangis dalam ke
Hari semakin berlalu, dan keadaan Mas Rama sudah sepenuhnya membaik. Alya berlari kecil mengejar suaminya yang akan pergi bekerja. Dia memeluk Rama yang begitu dia cintai. "Mas, nanti malam mau temenin aku ke restoran yang baru buka gak?" Rama menunduk menatap istrinya yang sebatas dada. Dia merapihkan anak rambut Alya yang berantakan di wajah Alya. "Lagi diskon, ya?"Alya mengangguk ceria. "Oke!" seru Rama setuju. "Asik! Nanti malam jangan pulang telat, yah. Kita ketemuan di restorannya langsung. Ingat! Jangan pulang malam-malam. Nanti restorannya keburu tutup!" pinta Alya seraya melepaskan pelukannya, tapi Rama mencegahnya. Dia mengeratkan pelukan untuk istrinya, dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah Alya. "Iya, iya. Cerewet sekali!" ujarnya merasa gemas. Alya tersenyum senang dan keduanya benar-benar melepaskan pelukan mereka. Alya melambaikan tangannya sambil memamerkan senyum manisnya. "Hati-hati suamiku."
Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa? "Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya. Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya. Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang. "Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "Wa
Setelah di rasa aman, Rama menghentikan mobilnya di pinggir lapangan yang berjarak sepertiga kilometer dari jalan utama. Lapangan itu masuk ke dalam gang yang di apit pepohonan tinggi. Rama menatap Mayang yang masih ketakutan sambil meredam tangisnya. Dia benar-benar tak tahu kejadian apa yang baru saja Mayang alami, dan siapa pria yang akan menyerangnya itu. Meski begitu, Rama ingin memberikan waktu pada Mayang agar bisa menenangkan pikirannya. "Terima kasih banyak, Mas Rama," ujar Mayang sesegukan. Sorot matanya masih menunjukan ketakutan dan keputusasaan. "Dia mantan suami aku, Mas. Dia pengen culik dan celakai aku," katanya lagi. "Culik? Memangnya kalian ada masalah apa?" Mayang menggelengkan kepalanya. Pertanyaan itu membuat bulir air mata kembali turun dari pelupuk matanya. "Menikahi pria itu adalah kesalahan terbesar aku, Mas. Aku benar-benar menyesal karena sudah mengenalnya. Dia menyakiti aku bahkan sejak kami awal
Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya. "Mengganggu saja!" gerutu Rama. Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri. "Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas. Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih." Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit. "Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket. "Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur
Di kamarnya, Alya sengaja berbaring membelakangi Rama yang bersiap tidur. Keduanya baru saja membahas tentang kepulangan Martha dan Monik esok hari. "Kamu kapan mau pergi ke pasar kain lagi? Tadi kan kamu belum sempat pergi," ucap Rama mengetahui istrinya belum tidur. Sementara Alya sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia bahkan tak bisa melupakan bagaimana Martha menghina dan merendahkannya di depan Mayang. Kejadian siang tadi sungguh membuat hati Alya hancur menjadi berkeping-kepimg. Alya berusaha menahan suaranya agar tak bergetar. Dia tak mau membuat suaminya khawatir."Mungkin besok," katanya singkat."Besok sore bisa? Mas Rama usahakan pulang sore agar bisa antar kamu ke pasar."Alya menggelengkan kepalanya. Dia tak mampu lagi menahan tangisnya. "Alya?" Sebelum Rama mengetahui kepedihannya, Alya bergegas berlari menuju kamar mandi. "Sebentar," katanya sambil menutup mulutnya. Air matanya sudah mengalir d
Apa yang lebih berat yang di alami seorang menantu ketika mendapati ibu mertuanya tengah memuji perempuan lain di depan suaminya? Bahwa Alya tak bisa melakukan apapun selain berharap pada Rama agar tak goyah mendengar pujian kepada Mayang. "Ma, Alya juga kan bisa bikin bolu. Kalau Mama mau nanti tinggal bilang Alya saja," ucap Rama seolah membela Alya. Siang itu hari Minggu, dan Mayang membawakan bolu buatannya khusus untuk Martha. "Alah, gak enak! Bosen! Itu-itu saja! Berbeda dengan punya Mayang. Bahan-bahannya di buat pake bahan premium. Jadi rasanya lebih enak!" nyinyir Martha. Ucapan itu membuat Rama segera menatap Alya untuk menenangkannya. Dia kemudian melipat korannya, dan menggenggam tangan istrinya. "Hari ini kamu mau belanja kain, kan? Aku temenin kamu, ya?"Alya tersenyum simpul meski hatinya sedang perih. Hanya itu yang bisa dia lakukan di hadapan suaminya. Yaitu, berpura-pura tegar. Kemudian Rama bangkit berdiri seraya menggenggam tangan Alya. Membuat Martha dan Mon
"Alya!" Namun, karena terlalu lelah, Alya tak mendengar panggilan ibu mertuanya itu. Hingga Ibu Mertua Alya mengambil gelas berisi air dan menyiramnya tepat di wajah Alya. Membuat Alya terkejut sambil mencari oksigen. Dia mengusap wajahnya. Air itu mengenai wajah dan pakaiannya. Alya melihat Ibu Mertua dan Monik sedang menatapnya sinis. "Heh, enak-enakan kamu tidur! Liat noh lampu masih gelap belum kamu nyalakan! Dari jam berapa kamu tidur, Hah?!" "Astagfirullah, Bu. Maafin Alya. Alya capek banget habis beberes rumah," ujar Alya dengan keadaan basah. "Capek! Capek! Alesan aja kamu! Kamu emang doyan tidur kan kalo suami kamu kerja? Menerima gaji suami dan kamu leha-leha?" "Alya gak leha-leha, Bu. Alya juga kan kerja di rumah menjahit pakaian. Alya gak cuma mengandalkan uang dari Mas Rama aja."Ibu Martha tak terima setiap kalimatnya di jawab oleh Alya. "Oh, sekarang kamu sombong kalo kamu juga punya penghasilan sendiri? Begitu?" Alya merasa sakit hati. Apapun yang dia lakukan ra