Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya.
"Mengganggu saja!" gerutu Rama.Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri."Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas.Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih."Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit."Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket."Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur. Dia mengurungkan niatnya setelah mendengar Rama menggerutu."Oh, tidak. Memangnya ada apa? Mau ketemu Alya? Dia lagi masak di dapur," kata Rama seraya membuka pintu."Silahkan masuk!" lanjutnya.Mayang memanglah wanita tak tahu malu yang akan segera mengambil kesempatan jika memang memiliki peluang. Dia melangkahkan kakinya menuju sofa, dan mendengar kebisingan dari arah dapur. Sementara itu dia melihat betapa tampannya paras Rama saat hanya memakai pakaian rumah. Celana denim pendek, dan kaos polos hitam. Serta rambut yang sedikit acak-acakan. Pesona Rama benar-benar membuat janda tanpa anak ini tergila-gila padanya.Setengah mati dia berusaha membuat Rama menjadi miliknya. Bahkan terkadang Mayang selalu membayangkan rumah tangganya bersama Rama suatu saat nanti. Tapi saat melihat foto pernikahan Rama dan Alya yang terpajang di dinding. Seketika hal itu membuat Mayang kesal. Bagaimana pun dia harus mengganti foto di dinding itu dengan foto dirinya dan Rama.Saat Rama mempersilahkan Mayang duduk di sofa, saat itu Mayang sengaja menjegal kakinya sendiri seolah-olah agar dia tersandung. Ternyata rencananya berhasil, dan dia tak menyangka saat itu dia benar-benar terjatuh dalam pelukan Rama yang terduduk di atas sofa.Untuk pertama kalinya, Mayang merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia menyentuh otot dada Rama dan menatap jauh ke dalam mata pria itu. Sungguh indah dan mempesona. Mayang benar-benar jatuh cinta pada Rama."Mas?"Suara Alya dengan cepat membuat keduanya tersadar. Rama segera mendorong Mayang yang berada di atas pangkuannya. Kemudian berjalan menjauhi Mayang."Aduh. Maaf, Mas Rama! Kaki aku tersandung," ucap Mayang seraya merapikan pakaiannya."Lain kali hati-hati," kata Rama yang sedikit kesal. Pasalnya dia merasa tak enak hati dengan Alya. Bagaimana pun istrinya itu menyaksikan pemandangan yang menimbulkan kesalah pahaman.Alya kemudian berjalan mendekati keduanya. Dia menatap tatapan lain di sorot mata Mayang. Wanita itu sepertinya menginginkan sesuatu yang sudah menjadi miliknya. Setidaknya Alya sudah pernah berhadapan dengan wanita yang beberapa kali mencoba merebut Mas Rama dari hidupnya."Mayang, ada perlu apa?" tanya Alya dengan suara tajam. Ekspresinya nampak dingin tak seperti biasanya.Menyadari perubahan sikap Alya, Mayang segera menunjukan kain untuk di jahit oleh Alya."Aku mau buat baju, Al. Seperti biasa. Tolong bantu aku, ya!"Alya meraihnya, tapi dia kembali memberikannya pada Mayang. Dia sudah bosan saat menyadari bahwa Mayang memiliki niat lain untuk mendekati suaminya. Apalagi, Martha dan Monik secara terang-terangan kalau dia lebih memilih Mayang daripada dirinya. Itu artinya, Mayang memang sengaja mengambil posisinya setelah ibu mertuanya itu memberikan peluang."Maaf, May. Saat ini aku lagi gak buka pesanan jahit. Aku lagi sibuk mengerjakan pesanan yang lain," katanya."Oh, tidak perlu terburu-buru, Al. Aku bisa nunggu kok," ujar Mayang memaksa. Hal itu membuat Alya yakin kalau Mayang memang memiliki niat lain untuk memasuki rumahnya.Alya kemudian berdiri di samping Mas Rama, suaminya. "Maaf banget ya, Mau. Aku gak bisa menerima pesanan kamu. Untuk beberapa bulan ini aku akan istirahat dulu," katanya.Alya sengaja menggenggam tangan Rama di depan Mayang. Semata-mata agar Mayang sadar diri kalau Rama adalah suaminya.Melihat kemesraan Rama dan Alya, hal itu membuat hati Mayang panas. Meski tersenyum, tapi dia benar-benar bertekad akan memisahkan keduanya. Kemudian Mayang melangkahkan kakinya di hadapan Rama dan Mayang. Dia menebarkan pesona kecantikannya itu hanya untuk Mas Rama."Ya sudah, kalau begitu..." ujarnya manja."Aku pulang dulu, ya. Maaf sudah mengganggu waktu kalian," lanjutnya dengan senyum ramah.Alya mengangguk dan menatap Mayang dengan tatapan peringatan. Sementara Rama masih merasa tak nyaman karena kejadian dirinya dan Mayang di atas sofa.Setelah kepergian Mayang, Alya melepaskan tangannya dan berlalu menuju dapur. Pemandangan yang menyayat hati telah membuat keduanya canggung. Rama menyentuh pelipis matanya, dan berpikir untuk menjelaskannya pada Alya."Sayang... Kayanya aku harus menjelaskan apa yang kamu lihat tadi," ujar Rama mengekor Alya."Menjelaskan apa, Mas?" tanya Alya tanpa menoleh."Itu... Aku takut kamu salah paham. Tadi Mayang memang tersandung, dan kebetulan aku ada di dekat sofa. Jadi, pas dia tersandung, dia jatuh di atas pangkuan aku."Alya terdiam beberapa saat. Justru dia merasa aneh saat Mas Rama menjelaskan semuanya padanya. Seolah dia telah melakukan kesalahan besar. Seharusnya Mas Rama diam saja, hal itu akan jauh lebih baik menurut Alya."Iya, aku mengerti," ucap Alya pelan. Dia benar-benar berusaha menjadi wanita yang harus mengertikan segalanya. Termasuk sikap Ibu mertua, adik ipar, serta sikap Mayang yang dengan kentara menginginkan suaminya.Di meja makan, Alya dan Rama saling berhadapan. Suasana berubah canggung sejak kedatangan Mayang dengan insiden 'kesandung'. Sebuah kejadian yang benar-benar menimbulkan kesalahpahaman."Nonton, yuk?" Rama berusaha mencairkan suasana."Ada banyak film bagus akhir-akhir ini," lanjutnya.Alya menaikan dagunya setelah lama menunduk. Dia menatap mata suaminya yang selalu memberikannya perhatian dan kasih sayang. Dia seharusnya mempercayai Rama, tak seharusnya dia merasa ketakutan akan wanita idaman lain hanya karena dirinya tak bisa memiliki keturunan. Alya seharusnya percaya kalau suaminya itu benar-benar mencintainya, dan tak akan meninggalkannya begitu saja."Boleh, kapan?"Rama tersenyum melihat istrinya kembali berbicara dengannya. "Bagaimana kalau sore?"Alya mengangguk dengan senyum tipis.Sore itu, menjadi hari yang berkesan bagi Rama dan Alya. Mereka seperti kembali ke masa-masa pacaran mereka dulu. Rama bahkan memperbaiki rambut Alya yang menutupi matanya."Istriku yang cantik," pujinya saat mereka berjalan di mall. Sedang keduanya memegang segelas minuman cup."Malu di lihat orang!" tegur Alya menjauhkan tubuhnya.Rama justru menarik pinggang Alya. "Memangnya kenapa? Biarkan saja. Kita kan suami istri," ujarnya."Tapi, kan mereka tidak tahu hubungan kita seperti apa."Rama kembali membelai rambut istrinya. "Mengapa harus mendengarkan penilaian orang lain? Mereka tidak tahu apapun tentang kita. Jangan pernah memikirkan penilaian orang lain. Karena kamu tidak bisa menjelaskan satu persatu kepada mereka."Ucapan itu membuat Alya berpikir dan mengerti. Bahwa dia begitu bersyukur memiliki suami seperti Mas Rama. Pria yang di nikahinya selama lima tahun itu sangat dewasa dan bijaksana. Alya bersumpah kalau dia begitu berterima kasih karena Tuhan telah mengirimkan Rama ke dalam hidupnya.Setelah selesai menonton. Keduanya menuju basement hendak pulang, tapi sebelum itu Alya meminta izin pergi ke toilet."Sebentar ya, Mas. Aku kebelet banget, nih!" seru Alya seraya menjauhi mobil Rama yang terparkir."Yaudah, aku tunggu di sini, ya?"Alya mengangguk sebelum akhirnya pergi.Tepat saat Alya pergi meninggalkan basement, saat itu Rama mendengar suara keributan di salah satu mobil. Rama menyipitkan matanya saat melihat sosok yang dia kenal."Mayang? Kenapa dia?"Rama melihat Mayang tengah bertengkar dengan seorang pria. Bahkan pria itu mencoba untuk menyakiti Mayang. Mayang keluar dari mobil setelah berhasil melawan pria itu. Tepat saat itu dia melihat Rama dan berlari ke arahnya."Mas Rama!" panggil Mayang yang sudah babak belur. Rambut dan pakaiannya berantakan karena ulah pria di dalam mobil."Kamu kenapa, May?" tanya Rama seraya menyentuh kedua pundak Mayang."Tolong aku, Mas! Tolong aku! Bawa aku pergi dari sini! Cepat! Aku mohon!"Rama bingung bercampur panik. Pasalnya dia juga sedang menunggu Alya yang sedang pergi ke toilet."Aku pergi sama Alya. Dia lagi pergi ke toilet!" katanya.Mayang sudah berurai air mata. Dia begitu ketakutan saat pria di dalam mobil berteriak memanggil namanya seraya membawa sebilah pisau."Mas! Dia ke sini untuk membunuh aku, Mas!" ujar Mayang ketakutan. Dia bersembunyi di belakang tubuh Rama meski pria itu mengetahui keberadaannya."Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Tolong aku. Aku mohon! Nanti aku akan telepon Alya untuk menjelaskan semuanya!"Meski bingung, tapi Rama memilih apa yang terbaik. Yaitu membantu Mayang pergi dari pria yang mengincarnya. Rama kemudian membuka pintu, dan meminta Mayang masuk ke dalam mobil.Sebelum pergi, Rama sempat menoleh ke sekelilingnya mencari sosok Alya, tapi tangisan Mayang cukup membuatnya panik. Apalagi pria yang membawa pisau itu sudah berada di dekat mobilnya."Ayo, Mas! Cepat nyalakan mobilnya!"Bersamaan dengan itu, Alya baru saja memasuki basement, dan melihat mobil Rama berlalu meninggalkannya. Dia pikir dia salah melihat, tapi Alya hafal betul nomor plat mobil milik suaminya itu. Alya berlari sambil memanggil nama suaminya."Mas Rama! Mas!" teriaknya.Tanpa Alya sadari, sesosok pria yang di selimuti kemarahan tengah menatap kehadirannya. Pria itu menyembunyikan pisau di belakang punggungnya, dan menatap Alya yang masih memperhatikan mobil Rama yang sudah menjauh.Bersambung.Setelah di rasa aman, Rama menghentikan mobilnya di pinggir lapangan yang berjarak sepertiga kilometer dari jalan utama. Lapangan itu masuk ke dalam gang yang di apit pepohonan tinggi. Rama menatap Mayang yang masih ketakutan sambil meredam tangisnya. Dia benar-benar tak tahu kejadian apa yang baru saja Mayang alami, dan siapa pria yang akan menyerangnya itu. Meski begitu, Rama ingin memberikan waktu pada Mayang agar bisa menenangkan pikirannya. "Terima kasih banyak, Mas Rama," ujar Mayang sesegukan. Sorot matanya masih menunjukan ketakutan dan keputusasaan. "Dia mantan suami aku, Mas. Dia pengen culik dan celakai aku," katanya lagi. "Culik? Memangnya kalian ada masalah apa?" Mayang menggelengkan kepalanya. Pertanyaan itu membuat bulir air mata kembali turun dari pelupuk matanya. "Menikahi pria itu adalah kesalahan terbesar aku, Mas. Aku benar-benar menyesal karena sudah mengenalnya. Dia menyakiti aku bahkan sejak kami awal
Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa? "Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya. Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya. Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang. "Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "Wa
Hari semakin berlalu, dan keadaan Mas Rama sudah sepenuhnya membaik. Alya berlari kecil mengejar suaminya yang akan pergi bekerja. Dia memeluk Rama yang begitu dia cintai. "Mas, nanti malam mau temenin aku ke restoran yang baru buka gak?" Rama menunduk menatap istrinya yang sebatas dada. Dia merapihkan anak rambut Alya yang berantakan di wajah Alya. "Lagi diskon, ya?"Alya mengangguk ceria. "Oke!" seru Rama setuju. "Asik! Nanti malam jangan pulang telat, yah. Kita ketemuan di restorannya langsung. Ingat! Jangan pulang malam-malam. Nanti restorannya keburu tutup!" pinta Alya seraya melepaskan pelukannya, tapi Rama mencegahnya. Dia mengeratkan pelukan untuk istrinya, dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah Alya. "Iya, iya. Cerewet sekali!" ujarnya merasa gemas. Alya tersenyum senang dan keduanya benar-benar melepaskan pelukan mereka. Alya melambaikan tangannya sambil memamerkan senyum manisnya. "Hati-hati suamiku."
Di mobil dalam perjalanan pulang, Rama terus saja menggenggam tangan istrinya. Seolah dia tak pernah Sudi melepaskannya. Sesekali Rama mencium punggung tangan Alya hingga membuat Alya tersentuh. "Sepertinya kamu sayang banget sama aku," ucap Alya menatap. "Tentu saja! Kamu wanita satu-satunya yang bikin aku bahagia. Aku gak tahu deh gimana jadinya kalau hidupku tanpa kamu."Ucapan itu membuat Alya tersenyum sekaligus berpikir. Lalu, bagaimana jadinya jika Rama menikah dengan wanita lain dan dia hanya akan di abaikan setelah ada orang baru? Apakah Rama akan mengingat kalimat yang baru saja di katakannya?"Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu yang serius," kata Alya mencoba tenang. Rama menoleh, dan dia benar-benar melihat ekspresi serius di wajah istrinya. "Jika kita sudah sampai di rumah, ya?"Alya mengangguk kecil. Tapi sebuah pemandangan di pinggir jalan membuat Alya menoleh. Dia meminta Rama untuk menghentikan mobilnya saat melihat sesosok wanita tengah menangis dalam ke
Minggu pagi, Rama dan Alya kembali mendatangi panti asuhan untuk mengurus dokumen adopsi. Di sana, Rama bertemu dengan balita perempuan yang akan dia adopsi. "Halo, Binar..."Balita itu hanya melambaikan tangannya dan kembali bermain. Sementara itu Alya tersentuh melihat betapa bahagianya Rama bersama dengan seorang anak. Alya benar-benar menyesal karena dia belum bisa memberikan anak kandung untuk Rama. Saat mereka asik bermain dengan Binar, Tiba-tiba ponsel Rama berdering. "Sebentar ya, aku angkat telepon dulu," katanya menjauh. Namun, belum sampai satu menit Rama menjawab panggilan, dia segera mengakhirnya dan mendekati Alya dengan wajah panik. "Ibu pingsan di kamar mandi, Al. Aku harus ke Jakarta sekarang."Alya yang sedang bermain dengan Binar pun terkejut. "Kalau gitu aku ikut!" Tapi tangan yang begitu mungil sedang menggenggamnya. Seolah Balita itu tak mau ditinggalkan oleh calon kedua orang tuanya. Rama pun berjongkok di hadapan Binar yang berusia empat tahun. "Sayang,
(Malam ke-1.825 bersama Mas Rama)."Mama dengar Alya mandul. Apa benar begitu, Rama?" Perasaan Rama sangat hancur saat Ibu kandungnya menanyakan hal itu padanya. Bagaimana pun, hari ini dia telah mendapat kabar dari Rumah Sakit kalau Alya memiliki gangguan di rahimnya, yang menyebabkannya tak bisa memiliki anak. Rama, terdiam lama di tempat duduknya. Ketika Ibunya mendesah keras karena dia gagal mendapatkan seorang cucu. "Astaga, berarti kami tidak akan pernah memiliki cucu sampai kami mati?""Sssttt. Ibu, jangan bicara seperti itu! Jangan berbicara mendahului takdir," ujar Rama pada akhirnya. Ibu Rama menatap anaknya dengan sinis. Dia benar-benar kecewa dengan hasil pemeriksaan yang di lakukan beberapa hari lalu. Rama dan Alya telah menikah selama lima tahun, tapi sampai saat ini, keduanya belum juga di karuniai keturunan. Membuat keluarga Rama maupun Alya sendiri begitu berharap. Namun, semua harapan telah sirnah, Dokter telah mendiagnosa Alya tak akan pernah bisa mengandung. D
Di rumah Mayang, Bude Rosita sedang bergosip dengan tetangganya jika Alya dan Rama telah lama menikah tapi belum juga di berikan keturunan. "Wah, sayang sekali ya. Padahal mereka itu sudah mapan, mereka juga masih muda lagi," ujar seorang tetangga."Kenapa Rama gak nikah lagi aja ya?" Ucapan itu membuat Mayang yang sedang berada di balik jendela terdiam. Dia tiba-tiba memikirkan ucapan tetangganya itu. Apakah Rama kemungkinan akan menikah lagi untuk mendapatkan keturunan. Jika benar, Mayang tentu ingin menjadi istri kedua Rama. Senyum sinis tiba-tiba terlukis di wajahnya. Rasanya dia sangat terobsesi untuk memiliki suami seperti Rama. Hingga akhirnya, Mayang menjadi sering berkunjung ke rumah Alya dengan alasan ingin membuat baju. Namun, dia memiliki niat untuk lebih dekat dengan Rama. Ketika akhirnya Rama pulang bekerja, tingkah Mayang mendadak genit. Dia sengaja mencari perhatian pada suami temannya itu. "Aduh, gerah banget ya!" kata Mayang seraya melepas kancing bagian atas ke
"Mas, daging ayam ini berapa satu kilo nya?" tanya Mayang berbasa-basi. Dia kemudian berpura-pura melihat Alya. "Eh, Alya. Lagi belanja juga?" "Ini siapa?" lanjutnya seraya menatap Ibu Martha. "Ibu Mertua aku. Kenalin," jawab Alya. Mayang dengan penuh perhatiannya mengulurkan tangannya pada ibu Rama. Mengetahui Alya mandul, Mayang mencoba mencari perhatian agar bisa menjadi istri kedua Rama."Halo, Bu. Nama saya Mayang. Temannya Alya.""Halo, kamu cantik sekali," puji Martha. Mayang puas mendengar pujian itu. Sedangkan Alya merasa sangat rendah setelah di hina di depan banyak orang. "Sudah menikah?" Mayang menjawab malu-malu. "Sudah pernah, Bu. Sekarang saya janda."Martha terlihat sedih. "Waduh, tapi kamu cantik, kamu masih bisa mencari pria yang lebih baik.""Iya nih Bu. Kebetulan saya juga lagi nyari," jawab Mayang. Ibu Martha hanya memberi semangat pada Mayang. Kemudian Mayang menghampiri Alya, dan mengatakan kalau dia ingin menjahit baju lagi. "Oh, yaudah. Nanti ke rumah
Minggu pagi, Rama dan Alya kembali mendatangi panti asuhan untuk mengurus dokumen adopsi. Di sana, Rama bertemu dengan balita perempuan yang akan dia adopsi. "Halo, Binar..."Balita itu hanya melambaikan tangannya dan kembali bermain. Sementara itu Alya tersentuh melihat betapa bahagianya Rama bersama dengan seorang anak. Alya benar-benar menyesal karena dia belum bisa memberikan anak kandung untuk Rama. Saat mereka asik bermain dengan Binar, Tiba-tiba ponsel Rama berdering. "Sebentar ya, aku angkat telepon dulu," katanya menjauh. Namun, belum sampai satu menit Rama menjawab panggilan, dia segera mengakhirnya dan mendekati Alya dengan wajah panik. "Ibu pingsan di kamar mandi, Al. Aku harus ke Jakarta sekarang."Alya yang sedang bermain dengan Binar pun terkejut. "Kalau gitu aku ikut!" Tapi tangan yang begitu mungil sedang menggenggamnya. Seolah Balita itu tak mau ditinggalkan oleh calon kedua orang tuanya. Rama pun berjongkok di hadapan Binar yang berusia empat tahun. "Sayang,
Di mobil dalam perjalanan pulang, Rama terus saja menggenggam tangan istrinya. Seolah dia tak pernah Sudi melepaskannya. Sesekali Rama mencium punggung tangan Alya hingga membuat Alya tersentuh. "Sepertinya kamu sayang banget sama aku," ucap Alya menatap. "Tentu saja! Kamu wanita satu-satunya yang bikin aku bahagia. Aku gak tahu deh gimana jadinya kalau hidupku tanpa kamu."Ucapan itu membuat Alya tersenyum sekaligus berpikir. Lalu, bagaimana jadinya jika Rama menikah dengan wanita lain dan dia hanya akan di abaikan setelah ada orang baru? Apakah Rama akan mengingat kalimat yang baru saja di katakannya?"Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu yang serius," kata Alya mencoba tenang. Rama menoleh, dan dia benar-benar melihat ekspresi serius di wajah istrinya. "Jika kita sudah sampai di rumah, ya?"Alya mengangguk kecil. Tapi sebuah pemandangan di pinggir jalan membuat Alya menoleh. Dia meminta Rama untuk menghentikan mobilnya saat melihat sesosok wanita tengah menangis dalam ke
Hari semakin berlalu, dan keadaan Mas Rama sudah sepenuhnya membaik. Alya berlari kecil mengejar suaminya yang akan pergi bekerja. Dia memeluk Rama yang begitu dia cintai. "Mas, nanti malam mau temenin aku ke restoran yang baru buka gak?" Rama menunduk menatap istrinya yang sebatas dada. Dia merapihkan anak rambut Alya yang berantakan di wajah Alya. "Lagi diskon, ya?"Alya mengangguk ceria. "Oke!" seru Rama setuju. "Asik! Nanti malam jangan pulang telat, yah. Kita ketemuan di restorannya langsung. Ingat! Jangan pulang malam-malam. Nanti restorannya keburu tutup!" pinta Alya seraya melepaskan pelukannya, tapi Rama mencegahnya. Dia mengeratkan pelukan untuk istrinya, dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah Alya. "Iya, iya. Cerewet sekali!" ujarnya merasa gemas. Alya tersenyum senang dan keduanya benar-benar melepaskan pelukan mereka. Alya melambaikan tangannya sambil memamerkan senyum manisnya. "Hati-hati suamiku."
Suara ketukan jari yang di adu ke meja menemani suasana hening batin Alya. Dia duduk menunggu suaminya selesai mandi. Sementara pikirannya melayang pada banyaknya pertanyaan akan kebersamaan suaminya bersama Mayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rama bisa basah kuyup? Di mana mobilnya? Dan apa saja yang sudah mereka lakukan sehingga harus pulang terlambat? Mengapa Mas Rama meninggalkannya? Mengapa? "Sayang?" panggil Rama seraya menyentuh pundak Alya. Sang istri pun menoleh dan melihat Rama telah rapih dengan pakaiannya. Alya segera meraih secangkir teh hangat untuk suaminya itu. "Mas, ini di minum dulu tehnya," tawarnya. Rama duduk di samping Alya dengan perasaan tak nyaman. Dia menyesap teh seraya memikirkan perasaan Alya setelah mengetahui bahwa dirinya baru saja pergi bersama Mayang. "Mayang di culik dan di aniaya oleh mantan suaminya."Alya menoleh cepat. "Apa?"Rama menghela nafas sembari menyimpan tehnya. "Wa
Setelah di rasa aman, Rama menghentikan mobilnya di pinggir lapangan yang berjarak sepertiga kilometer dari jalan utama. Lapangan itu masuk ke dalam gang yang di apit pepohonan tinggi. Rama menatap Mayang yang masih ketakutan sambil meredam tangisnya. Dia benar-benar tak tahu kejadian apa yang baru saja Mayang alami, dan siapa pria yang akan menyerangnya itu. Meski begitu, Rama ingin memberikan waktu pada Mayang agar bisa menenangkan pikirannya. "Terima kasih banyak, Mas Rama," ujar Mayang sesegukan. Sorot matanya masih menunjukan ketakutan dan keputusasaan. "Dia mantan suami aku, Mas. Dia pengen culik dan celakai aku," katanya lagi. "Culik? Memangnya kalian ada masalah apa?" Mayang menggelengkan kepalanya. Pertanyaan itu membuat bulir air mata kembali turun dari pelupuk matanya. "Menikahi pria itu adalah kesalahan terbesar aku, Mas. Aku benar-benar menyesal karena sudah mengenalnya. Dia menyakiti aku bahkan sejak kami awal
Alya dan Rama tengah asik berciuman setelah satu Minggu lebih mereka tak bisa bermesraan di rumah selama Martha dan Monik menginap. Tapi kegiatan mereka harus terhenti saat seorang tamu mengacaukannya. "Mengganggu saja!" gerutu Rama. Saat Rama akan melanjutkan, ketukan pintu kembali terdengar. Hal itu terpaksa membuat Rama harus menghentikan kegiatannya bersama sang istri. "Ya, sebentar!" sahut Rama seraya meninggalkan Alya. Sebelum itu, dia kembali mencium istrinya karena belum puas. Rama sempat menggerutu karena mengira itu adalah kurir paket. "Ganggu aja nih." Tapi ucapannya langsung terhenti begitu pintu terbuka. Di hadapannya adalah sosok wanita cantik yang menggerai rambutnya. Mayang membawa paperbag yang di pastikan berisi kain yang akan di jahit. "Mayang?" ucap Rama seraya menyentuh pelipisnya. Dia merasa malu karena dia pikir hanya kurir paket. "Maaf. Aku ganggu waktu kalian, ya?" tanya Mayang melangkah mundur
Di kamarnya, Alya sengaja berbaring membelakangi Rama yang bersiap tidur. Keduanya baru saja membahas tentang kepulangan Martha dan Monik esok hari. "Kamu kapan mau pergi ke pasar kain lagi? Tadi kan kamu belum sempat pergi," ucap Rama mengetahui istrinya belum tidur. Sementara Alya sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia bahkan tak bisa melupakan bagaimana Martha menghina dan merendahkannya di depan Mayang. Kejadian siang tadi sungguh membuat hati Alya hancur menjadi berkeping-kepimg. Alya berusaha menahan suaranya agar tak bergetar. Dia tak mau membuat suaminya khawatir."Mungkin besok," katanya singkat."Besok sore bisa? Mas Rama usahakan pulang sore agar bisa antar kamu ke pasar."Alya menggelengkan kepalanya. Dia tak mampu lagi menahan tangisnya. "Alya?" Sebelum Rama mengetahui kepedihannya, Alya bergegas berlari menuju kamar mandi. "Sebentar," katanya sambil menutup mulutnya. Air matanya sudah mengalir d
Apa yang lebih berat yang di alami seorang menantu ketika mendapati ibu mertuanya tengah memuji perempuan lain di depan suaminya? Bahwa Alya tak bisa melakukan apapun selain berharap pada Rama agar tak goyah mendengar pujian kepada Mayang. "Ma, Alya juga kan bisa bikin bolu. Kalau Mama mau nanti tinggal bilang Alya saja," ucap Rama seolah membela Alya. Siang itu hari Minggu, dan Mayang membawakan bolu buatannya khusus untuk Martha. "Alah, gak enak! Bosen! Itu-itu saja! Berbeda dengan punya Mayang. Bahan-bahannya di buat pake bahan premium. Jadi rasanya lebih enak!" nyinyir Martha. Ucapan itu membuat Rama segera menatap Alya untuk menenangkannya. Dia kemudian melipat korannya, dan menggenggam tangan istrinya. "Hari ini kamu mau belanja kain, kan? Aku temenin kamu, ya?"Alya tersenyum simpul meski hatinya sedang perih. Hanya itu yang bisa dia lakukan di hadapan suaminya. Yaitu, berpura-pura tegar. Kemudian Rama bangkit berdiri seraya menggenggam tangan Alya. Membuat Martha dan Mon
"Alya!" Namun, karena terlalu lelah, Alya tak mendengar panggilan ibu mertuanya itu. Hingga Ibu Mertua Alya mengambil gelas berisi air dan menyiramnya tepat di wajah Alya. Membuat Alya terkejut sambil mencari oksigen. Dia mengusap wajahnya. Air itu mengenai wajah dan pakaiannya. Alya melihat Ibu Mertua dan Monik sedang menatapnya sinis. "Heh, enak-enakan kamu tidur! Liat noh lampu masih gelap belum kamu nyalakan! Dari jam berapa kamu tidur, Hah?!" "Astagfirullah, Bu. Maafin Alya. Alya capek banget habis beberes rumah," ujar Alya dengan keadaan basah. "Capek! Capek! Alesan aja kamu! Kamu emang doyan tidur kan kalo suami kamu kerja? Menerima gaji suami dan kamu leha-leha?" "Alya gak leha-leha, Bu. Alya juga kan kerja di rumah menjahit pakaian. Alya gak cuma mengandalkan uang dari Mas Rama aja."Ibu Martha tak terima setiap kalimatnya di jawab oleh Alya. "Oh, sekarang kamu sombong kalo kamu juga punya penghasilan sendiri? Begitu?" Alya merasa sakit hati. Apapun yang dia lakukan ra