Part 4
Hari ini langit terlihat cerah setelah beberapa hari cuaca mendung seperti hati Airi. Wanita itu sudah bertekad untuk memilih jalannya sendiri. Mencari pekerjaan adalah hal yang harus dilakukan.Tak akan mungkin mengandalkan Faisal. Lelaki itu sudah memiliki wanita lain. Tak lupa mengucapkan bismillah dan memantapkan niat.
Mencari lowonga kerja di beberapa situs online melalui gawainya. Airi memulai untuk mencari. Mata dan jari jemari tak jauh dari ponsel. Ia mencari pekerjaan yang tak terlalu jauh.
Jika, Faisal menceraikannya setidaknya ia memiliki penghasilan sendiri. Ia tak berharap lelaki yang dicintainya mempertahankan dia sebagai istri.
Setelah mendapatkan lowongan, Airi mempersiapkan semua keperluan surat-surat untuk lamaran kerja.
Airi sudah rapi dengan kemeja panjang berwarna putih, rok hitam panjang, dan kerudung putih dengan bros kupu-kupu di sebelah kanan. Menenteng tas keluar kamar tidak lupa map coklat berisi berkas lamaran.
Faisal menatap istrinya yang terlihat rapi. Setelah kejadian penolakan istri pertama yang tak mau disentuh, Faisal tak berbicara sepatah katapun. Hatinya kini penuh kebimbangan.
Ai mengulurkan tangannya ke arah suaminya.
"Abang, Ai minta izin keluar rumah mencari pekerjaan," ucap Ai dengan menundukkan kepala. Ia enggan bertatapan."Untuk apa kau kerja. Lebih baik kamu di rumah saja. Kamu tak memiliki pengalaman kerja," jawab Faisal dengan nada meremehkan. Ia sedang duduk di kursi meja makan menikmati secangkir kopi.
"Di rumah lebih baik daripada ke luar, kota Jakarta sangat luas. Kamu tak tahu arah," cibir lelaki itu. Airi tak pernah berkeliling kota. Wanita itu selalu berada di rumah."Maaf Bang, Ai harus bekerja," tegasnya santun.
"Apa uang yang kuberikan tidak cukup?" Faisal merasa tersinggung dengan ucapannya.
"Maaf Bang, bukan Ai lancang tapi ...."
"Kalau kamu merasa kurang dengan uang yang Abang berikan, bicaralah! Abang akan menambahkan uang bulananmu," teriaknya. Tatapan Faisal tak lepas dari wajah cantik Airi.
"Tidak Bang, uang yang Abang berikan lebih dari cukup."
Faisal menatap Airi heran, setiap bulan selalu memberikan jatah belanja, tapi mengapa istrinya ingin bekerja.
"Sudahlah Bang! Biarkan saja dia bekerja. Wanita tak pernah bersyukur. Masih mending suami masih menanggung semuanya," sindir Bella.
"Biarkan saja Bang, ayo makan!"Faisal menatap istri pertamanya, menyambut tangan Airi."Hati-hati!" ucap Faisal lirih. Airi tersenyum kepada Faisal. Hatinya merasakan desiran yang hebat senyum yang sudah lama tak terlihat di bibir wanita yang sudah lama tak tersentuh.
Tubuh lelaki itu berdiri hendak menyusul istri pertamanya. Namun, Bella menahan lengan kekar miliknya."Sudah Bang, Biarkan saja. Paling nyasar di jalan," ucap Bella. Mulut wanita itu mengunyah butterrice yang dimasak oleh kakak madunya.
"Bella! Apa maksudmu? Jangan berkata sembarangan! Airi masih istri Abang," bentak Faisal. Lelaki itu geram mendengar ucapan istri kedua. Rasa khawatir dan bimbang menyelimuti hati Faisal.
"Iya, aku tahu dia istrimu! Istri tanpa selaput dara! Istri tak suci yang kau nikahi!" Bella berkata dengan notasi tinggi. Rasa cemburu terlihat jelas di matanya.
Tersingung dengan ucapan istri mudanya Faisal meninggalkan Bella sendirian di meja makan. Memilih pergi ke kantor tanpa berpamitan.
"Bang, tunggu! Bareng aku. Aku ikut, Bang! Bella berlari ke kamar lantai atas mengambil tas dan gawai miliknya.Bella juga bekerja di perusahaan milik Faisal. Ia menjabat sebagai seketaris Faisal. Semua itu adalah keinginan Ririn--mama Faisal. Pernikahan yang dilakukannya juga mama-nya yang mengatur.
"Airi tak pantas bersanding denganmu. Ia polos ternyata bin*l. Kepalanya tertutup, tapi tubuhnya diobral. Dia tak sama derajatnya dengan kita. Sudah miskin ternyata sudah tak suci. Lebih baik kau menikah saja dengan anak teman Mama," ungkap Ririn saat itu. Ririn selalu mengompori anaknya dengan cara menjelek-jelekkan Airi.
Faisal meremas rambutnya kasar. Melihat Bella yang berteriak, lelaki itu langsung memundurkan mobilnya melaju dengan cepat. Saat ini ia ingin sendiri.Tanpa Bella, Airi, dan Ririn. Tiga wanita yang membuat dirinya frustasi.
Faisal mengemudi mobil dengan ungal-ungalan. Suara gawainya terus berbunyi. Tertera nama Bella di layar gawainya. Hati Faisal terasa panas kepalanya pusing memikirkan masalah yang terjadi. Melempar gawai ke sembarangan tempat.
Faisal meremas setir mobil. Ingin berteriak sekencang-kencangnya. Sikap Airi membuat dirinya menyesal.
Mobil Faisal melaju dengan cepat tanpa memikirkan keselamatan dirinya maupun orang lain.
Airi berjalan kaki mencari kendaraan. Ia mengecek kembali alamat perusahaan yang akan menerima karyawan baru. Airi sudah menghubungi HRD perusahaan tersebut.
Gadis itu tak memiliki aplikasi ojek online. Airi memilih naik angkot dengan berjalan kaki terlebih dahulu.
Wanita itu berhenti di salah satu halte tempat tujuannya.
Gedung-gedung menjulang tinggi. Airi menatap bangunan tersebut. Ia tak memiliki pengalaman kerja. Setelah lulus sekolah, Airi membantu Bu Ziah--pemilik panti asuhan mengelolah toko kelontong. Dua tahun di toko tersebut Airi menikah. Kini umur Airi dua puluh tiga tahun sedangkan Faisal dua puluh tujuh tahun.
Ketika Airi hendak menyebrang jalan, mobil sedan berwarna hitam melaju dengan kecepatan tinggi. Sang pengemudi sedang menerima panggilan di gawai miliknya.
Pemilik mobil tersebut terkejut melihat Airi yang menyeberang jalan. Menekan rem dengan kakinya. Suara teriakkan Airi dan rem mobil terdengar nyaring. Tubuhnya tertabrak, kepala wanita tersebut terbentur aspal. Darah mengalir di belakang kepala.
Kerudung putih yang ia pakai berubah warna menjadi merah. Orang-orang menghampirinya. Noda darah yang kental mengotori aspal hitam di jalan raya. Airi tak sadarkan diri.
Sang pengemudi turun dari mobil, melihat keadaan wanita yang telah ia tabrak. Lelaki itu terkejut dengan kondisi Airi yang memperhatinkan.
"Astaga, apa yang telah aku lakukan. Apa dia masih hidup?" Lelaki pemilik sedan hitam mendekati tubuh Airi.
Segera menghubungi rumah sakit terdekat. Tak berapa lama kemudian Airi di bawa masuk ke dalam mobil ambulan..
Part 5Airi dibawa ke rumah sakit terdekat. Lelaki yang menabraknya adalah Putra Mahendra. Hati menatap iba pada gadis yang berbaring lemah. Putra menghubungi papinya yang berada di Singapura.Putra menceritakan peristiwa kecelakaan yang membuat seorang wanita terluka parah. Rio--papi Putra akan segera membantu anaknya dalam kasus kecelakaan tersebut. Rio sangat mencemaskan anak sulungnya yang berada jauh darinya.Seorang perawat keluar dari ruang IGD, Putra menghampirinya."Bagaimana keadaannya, Sus?""Maaf, Bapak siapanya wanita itu?""Saya pelaku penabrakan," ucap Putra jujur."Maaf Pak, bisa Bapak mencari keluarganya untuk segera datang. Wanita itu butuh darah yang banyak," ungkap perawat berbaju putih tersebut.Putra mengambil tas milik Airi di dalam mobilnya. Dalam gawai Airi kontak yang tertera tidak terlalu banyak hanya ada empat kontak saja.Putra menghubungi seseorang den
Part 6 Faisal dan Bella telah sampai di tujuan. Mereka bergandengan tangan dengan mesra. Selama menikah, Bella tak pernah diajak jalan-jalan oleh Faisal. "Bang, abis ini kita keliling penginapan, ya," ajak Bella. Ia ingin melihat pemandangan hotel mewah yang dikelilingi pantai. "Baiklah, kita istirahat sebentar dulu. Abang belum memberitahu Airi kalau kita pergi menginap," "Paling mama sudah memberi tahu. Masa iya, Airi enggak paham," sungutnya kesal. "Abang takut, dia nyariin. Oh iya, kamu lihat handphone Abang, gak?" Wajah Bella berubah pucat, senyumnya kaku." Mana, ya. Aku gak tahu. Abang meletakkannya dimana?" "Entahlah, Abang lupa." Bella tak mau, Faisal menghubungi Airi. Acaranya akan gagal kalau Faisal mengetahui keadaan Airi. Di lain tempat Airi sedang diambang kematian. Hidup atau mati. Airi membuka mata perlahan, setelah operasi ia tak sadarkan diri selama satu h
Bab 7 Faisal berlari menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang anggrek lantai tiga. Melihat seorang lelaki berkemeja kotak-kotak biru duduk depan ruang tersebut memainkan gawainya. Lelaki itu menoleh ke arah Faisal, dahinya mengernyit heran, ia adalah Putra. Tanpa mengucapkan salam Faisal masuk ke ruang Airi. Tubuh yang terbaring lemah, perban dibagian kepala, dan jarum infus menempel di pergelangan tangan. Airi membuka mata mendengar namanya dipanggil. Menengok ke arah suara yang sangat ia rindukan. Hatinya sakit dan kecewa, mengingat foto yang telah dikirim oleh Bella. Tatapan dingin terlihat di wajah Airi. Tak ada senyum dan sapaan yang lembut di bibirnya. Faisal melangkahkan kakinya selebar mungkin dan memeluk tubuh istri pertamanya yang terbaring lemah, tak ada balasan dari Airi. Faisal merasa bersalah, Airi membutuhkan dirinya, tetapi ia malah bersenang-senang dengan Bella. "Mau apa Abang kemari?" ucap Airi datar. Suaranya menusuk ke dalam hati
Part 8Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang."Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya.Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu."Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda."Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu."Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut.&nb
Part 9"Ceraikan aku, Bang!" ucap Airi dengan tenang. Suaranya tak bergetar sedikit pun."Tidak! Abang tidak bisa," tolak Faisal. Wajahnya terkejut mendengar ucapan istrinya. Airi memakai hijab putih menatap tajam Faisal."Kamu tak ingin menceraikanku, makapilih salah satu dari kami. Itu jalan pilihannya. Aku tak mau dimadu dan tak mengizinkannya." Ucapan Airi membuat kepala Putra menjadi pening."Maaf, Abang tak bisa. Aku akan bersikap adil. Abang janji. Percayalah!" Faisal memohon kepada wanita yang telah terluka hatinya."Tidak! Kalau Abang tak memilih, aku yang akan mundur." Airi terlihat tegar. Raut wajahnya tak bersedih. Ia sudah yakin dengan keputusannya."Tapi, Abang tak bisa meninggalkan salah satunya." Ucapan Faisal membuat Airi geram."Serakah kamu, Bang!" maki Airi. Wanita mana yang mau dimadu tanpa izin."Abang tak bisa meninggalkan kalian. Aba
Part 10Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah."Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi."Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel."Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah
Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal