Part 8Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang."Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya. Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu. "Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda."Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu. "Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut. "Hanya shooping?" Ririn berusaha mengorek info lebih dalam lagi. Jiwa keponya meronta."Enggak juga, sih. Mau ke salon rapiin rambut dan perawatan wajah," ucapnya mengibaskan rambutnya yang kini berubah warna menjadi pirang. Rambut Bella dan wajah terlihat glowing. Ia selalu merawat dirinya agar lebih cantik dan memesona. Hanya cantik saja bukan idaman. "Mama ikut, ya." Sudah beberapa hari Ririn tak melakukan perawatan. Suaminya Joko telah memblokir nomer ponselnya. Sejak ucapan talak tersebut terucap, lelaki itu tak pernah muncul."Ikut! Memang Mama punya uang?" Bella tahu kalau mertuanya tak punya uang. Selama ini ia hanya meminta kepada suaminya pak Joko atau Faisal."Tidak punya, kamu mantu kesayangan Mama. Kamu pasti punya uang. Sekali-kali traktir Mama. Biasanya Mama yang traktir kamu," ungkapnya. Selama Bella menjadi mantunya, Ririn selalu membelikan apa saja untuk Bella. Tas harga puluhan juta, baju, perawatan seluruh tubuh Ririn yang membayar dengan cara mengesek kartu kredit. Entah berapa ratusan juta kartu kredit itu terpakai."Tidak bisa, lebih baik Mama di rumah saja. Beresin rumah. Rumah ini tak sedap dan tak enak dipandang. Mama nanti bersihkan lantai juga. Lantainya banyak noda.dan lengket." ucap Bella tanpa berdosa. Jari lentiknya menunjuk ke lantai. Ririn hanya mencuci piring saja. Bella tak mau memegang piring kotor, sapu, ataupun memasak. Ia takut kuku jari yang mahal akan rusak. Rambutnya terkena minyak dan wajahnya yang glowing bagai lapangan bulutangkis tak mau terpapar panas. Skincare yang ia pakai harganya mahal seperti sultan. Ririn menatap kecewa, mantu kesayangannya menyuruh dirinya seperti babu. Ia sadar selama ini salah menilai diri Bella. Ririn pikir Bella adalah wanita sempurna. Gurat kecewaan terlihat jelas. Bella berpamitan tanpa mencium tangan mertuanya. Bagi Bella, Ririn sudah jatuh miskin tertimpa tangga juga. Tubuhnya yang ramping bak gitar spanyol bergeol-geol melewati ibu mertua. Tubuhnya berhenti,"Mama, jangan lupa baju aku sama bang Isal dicuci bersih dan digosok." Bella kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Ririn dan luka di hati mertuanya."Bella!" Ririn berlari mengejarnya. "Ada apa lagi?" geram Bella. Tubuhnya sudah masuk ke dalam mobil sport yang Ririn belikan. "Mama lapar," ucapnya lirih namun, terdengar jelas. "Makanlah, masa iya lapar bilang sama aku!" sungutnya."Mama tak punya uang," ungkap Ririn. Semua perhiasan telah ia jual untuk membayar utang kepada teman-teman sosialita. "Ck, makan saja yang ada," ucapnya menatap ke depan kaca mobil. Menyalakan mobil siap bertempur. "Hanya ada air mineral di dalam kulkas. Telur saja tak ada." Wajahnya mengiba. Bella mengambil uang di dalam tasnya lalu melempar ke tanah. Ia melaju mobil pemberian mertuanya tanpa menoleh kepada Ririn. Ririn memungut uang receh dua ribuan yang berhamburan di tanah. Air mata membasahi kedua pipi. Mantu yang ia pilih memperlakukannya seperti pengemis. Sebuah nama terucap di bibirnya,"Airi." Wanita itu teringat perlakuannya kepada Airi."Airi, cuci baju dan bedcover ini!" melempar semua cucian kotor ke wajah Airi yang sedang mengaji di kamarnya. "Airi, mau selesaikan ngaji dulu, Ma," ucapnya lirih. Gadis itu belum selesai mengaji. "Jangan lama-lama dan jangan banyak alasan kamu!" caci Ririn. Bertolak pinggang dan menajamkan tatapannya. "Biasanya aku mencuci bedcover di laundry," ucapnya lirih. Airi begitu menghormati mertuanya walaupun wanita itu selalu memaki dan menghina, Airi tetap sayang."Mama mau kamu cuci dengan tangan. Jangan manja kamu!" sungutnya kesal. Airi mencuci bedcover yang beratnya sepuluh kilo ketika air tersiram bedcover itu sulit untuk diangkat. Semua tenaga Airi di keluarkannya. Piluh membasahi wajah cantik wanita itu. Ririn masuk ke dalam rumah dengan penuh penyesalan karena memperlakukan Airi tidak baik. Dosa selama ini yang ia lakukan.Ririn memulai aktifitasnya membersihkan seluruh ruangan. Air mata terus mengalir tanpa mau berhenti. Tangannya terus bergerak tanpa mau berhenti.Sudah dua minggu Airi dirawat di rumah sakit ini. Setiap pagi Faisal datang menjenguk namun, Airi tak mau menjumpai suaminya. Faisal hanya menatap tubuh istrinya yang berbaring di ranjang dari balik kaca pintu. Sikap Faisal berubah dingin kepada Bella. Entah mengapa rasa nyaman yang dulu ia rasakan telah hilang. Pulang ke rumah tak pernah ada sambutan, Bella sibuk mempercantik diri dan tak pernah ada di rumah. Rumah berantakkan tak ada makanan di meja makan. Wajah yang cantik tidak bisa diandalkan. Istri yang baik akan mengurus semua keperluannya baik lahir maupun batin. Faisal teringat ketika Airi meminta hak batin, lelaki itu tak bisa memenuhi keinginannya. Ia sudah lelah bertempur dengan Bella. Di mana pun berada Faisal akan memenuhi keinginan batin Bella.Airi tahu suaminya selalu datang setiap pagi-pagi. Ia pura-pura tertidur, hatinya tak bisa menerima sosok tersebut. Terlalu sakit dan menyiksa hati.Hari ini Airi pulang, pak Joko masih menemaninya. Bagi pak Joko Airi adalah putrinya."Kamu mau balik ke rumah itu?" tanya mertuanya. Airi menggelengkan kepala. Ia tak mau kembali ke sana. Bagaikan neraka untuknya."Apa kamu mau ke panti?" tanya Joko. Ia bingung membawa Airi ke mana. Pak Joko tak mungkin membawa Airi ke kontrakkannya. "Papa tak usah khawatir. Lebih baik Papa balik lagi ke kantor," ujarnya. Senyum melengkung di bibir pucatnya. "Tidak, Papa khawatir sama kamu.""Papa, terima kasih sudah merawat aku selama di sini. Kalau tak ada Papa, Airi akan sendirian.""Bagi Papa kamu putri Papa.""Apapun keputusanmu, Papa mendukungmu. Semua keputusan kamu yang memutuskan.".Airi menganggukkan kepala pelan. Ia mulai berjalan tanpa harus memakai kursi roda. Berpamitan kepada perawat jaga dan mengucapkan terima kasih. Seorang lelaki berdiri di depan pintu keluar rumah sakit. Airi dan lelaki itu saling bertatapan. Matanya berbinar melihat Airi sudah sembuh dan keluar rumah sakit. Lelaki itu mendekati Airi tanpa melepaskan tatapannya. Jantung lelaki itu berdetak dengan cepat. Hati ini tak bisa dibohongi. Wajah Airi tanpa makeup terlihat cantik dan alami. Lelaki itu tersenyum manis mengambil tas di tangan Pak Joko. "Airi, mari kita pulang," ajak Faisal. Lelaki itu tahu kalau Airi pulang. Pagi-pagi sekali ia datang ke rumah sakit dan menanyakan kepulangan Airi.Airi menoleh ke mertuanya. Pak Joko hanya mengelus punggung gadis itu. Airi berpikir untuk menyelesaikan urusannya dengan Faisal. Walaupun hatinya sakit Faisal masih suami Airi. Gadis itu berdiri di rumah Faisal. Rumah besar yang ia rawat selama satu tahun. Airi melangkah pelan masuk ke dalam. Bersiap melalui semua yang akan terjadi. Ririn terkejut ketika sedang menyapu lantai, melihat Airi pulang. Ia melepaskan sapu digagangnya. Pak Joko hanya mengantar Airi sampai depan rumah. Airi tak mau semobil dengan Faisal.Ririn menghampiri mantunya. Mantu yang tak dianggap olehnya."Airi ...," panggil Ririn.Wanita itu hanya diam tak menjawab.Airi memundurkan tubuhnya ke belakang, tubuh air tertahan oleh Faisal yang berdiri tepat di belakang punggungnya.Ririn memeluk mantunya dengan deraian air mata."Airi ... Kamu sudah pulang. Kamu sudah sembuh?" ucap Ririn matanya mengeluarkan embun.
Airi merasa heran. Ia mengernyitkan dahi dan berkata."Maaf Ibu siapa?" tanya Airi. Penampilan Ririn berubah menjadi upik abu tanpa make up tak ada polesan sedikit pun.
Ririn menatap bingung ke arah Faisal. Ia memandang penampilannya. "Airi ini Mama. Kamu tak mengenal Mama?""Mama ...." Airi membalas pelukkan mertuanya. Pelukan tersebut terasa hangat. Ucapan maaf terlontar di bibir Ririn. Airi memaafkan semua sikap dan ucapan mama selama ini.Airi duduk di dalam kamar, ia menatap ke sepenjuru ruangan. Kamarnya bersih dan wangi. Faisal menghampiri Airi dan menggenggam jemari wanita itu. Airi melepaskan tangannya dari genggaman suami dengan lembut."Airi, Abang senang kamu masih mau pulang ke rumah ini. Abang minta maaf telah menyakiti hati kamu. Abang khilaf." Mata Faisal mengeluarkan embun."Airi memaafkan semua kesalahan Abang. Tapi ...," ucapnya terpotong. "Aku gak tahu harus bilang apa? Semua jalan adalah kehendaknya. Aku adalah wanita tanpa selaput dara begitu hinanya diriku hingga kamu menduakanku. Tak pernah ada lelaki yang menyentuhku. Semua telah aku berikan namun kau telah mencampakkan diriku." Airi menutup wajahnya isakkan terdengar pilu."Maaf ... maaf ...." Faisal berlutut di hadapan istrinya. Meletakkan kepalanya di pangkuan gadis itu. Airi berdiri dan berjalan menjauh dari Faisal. "Ceraikan aku, Bang!" Bagaikan disambar petir, tubuh Faisal terasa lemah. Hatinya hancur mendengar ucapan Airi. Ia menyesal telah menjadi lelaki paling bod*h.Part 9"Ceraikan aku, Bang!" ucap Airi dengan tenang. Suaranya tak bergetar sedikit pun."Tidak! Abang tidak bisa," tolak Faisal. Wajahnya terkejut mendengar ucapan istrinya. Airi memakai hijab putih menatap tajam Faisal."Kamu tak ingin menceraikanku, makapilih salah satu dari kami. Itu jalan pilihannya. Aku tak mau dimadu dan tak mengizinkannya." Ucapan Airi membuat kepala Putra menjadi pening."Maaf, Abang tak bisa. Aku akan bersikap adil. Abang janji. Percayalah!" Faisal memohon kepada wanita yang telah terluka hatinya."Tidak! Kalau Abang tak memilih, aku yang akan mundur." Airi terlihat tegar. Raut wajahnya tak bersedih. Ia sudah yakin dengan keputusannya."Tapi, Abang tak bisa meninggalkan salah satunya." Ucapan Faisal membuat Airi geram."Serakah kamu, Bang!" maki Airi. Wanita mana yang mau dimadu tanpa izin."Abang tak bisa meninggalkan kalian. Aba
Part 10Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah."Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi."Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel."Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah
Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Part 13GoodnovelBanyak para tetangga, pejabat, artis, dan pengusaha-pengusaha yang bekerja sama dengan perusahaan milik pak Rio. Datang untuk mengantar beliau ke tempat pembaringan terakhir. Hampir setengah rumah beliau penuh.Para pelayan sibuk melakukan acara pemakaman. Airi membantu mereka menyiapkan perlengkapan dan melayani para penyelawat."Non, Airi. Duduk saja di sana. Biar pelayan yang melakukannya.""Tidak, apa-apa Bu. Saya bisa," ungkap Airi. Ia mengambil nampan yang berisi air mineral."Terima kasih sudah bantuin kita," ungkapnya. Ia meninggalkan Airi dan melanjutkan pekerjaannya.Proses pemakamam telah tiba. Pak Rio sudah dimandikan, dikafani dan di salatkan. Lokasi pemakaman tak jauh dari kediaman mereka.Putra memeluk bingkai foto dengan berjalan lunglai. Matanya terlihat sembab. Airi hanya menatap di
Part 14GoodnovelSeminggu Airi tinggal di kediaman pak Rio, ia dan Putra semakin dekat. Putra tak lagi sedih dengan kematian pak Rio ada penyembuh dalam dirinya. Kehadiran Airi membuatnya ia tegar."Airi bagaimana kalau kamu bekerja denganku saja di kantor. Kebetulan saya membutuhkan asisten. Saya sangat sibuk, terkadang lupa makan dan istirahat," alasannya." Kamu butuh pekerjaan, besok saya mulai bekerja. Sudah seminggu di rumah.""Pak Putra serius! Tapi, saya tidak bisa apa-apa. Belum pernah bekerja di kantor.""Gak masalah. Saya butuh seorang pendamping.""Pendamping?" Airi mengernyit heran. Apa maksud dari Putra."Eh maksud saya mendampingi saya ketika saya sibuk bekerja di kantor. Sebagai asisten pribadi. Bagaimana, apa kamu mau?"Airi butuh pekerjaan dan akan melanjutkan hidupnya dengan mandiri." Baiklah, saya mau."
Selamat membaca jangan lupa nyalakan bintang dan komentarnya. Peluk jauh dari aku.Malam Tanpa NodaBab 15Sejak kejadian itu, tak ada satu karyawan yang berani menghina Airi. Ia memiliki meja sendiri dekat dengan Putra. Tiga hari telah berlalu. Mereka kini berada di sebuah mall ternama. Putra masuk ke dalam salah satu butik hijab terkenal. Ia menelusuri Google untuk mencari info. "Airi pilih yang kamu suka." Putra menyuruh Airi memilih pakaian kantor yang berhijab."Tidak usah repot-repot Pak. Saya akan membelinya sendiri di pasar." "Kamu asisten saya. Penampilan kamu juga harus setara. Besok ada acara pesta perusahan baru. Kamu juga harus hadir menemani saya." "Pesta! Apa itu pesta obat terlarang atau ...." Airi tak berani meneruskan ucapannya. "Semua pesta tak seperti itu. Apa pesta pernikahan juga begitu. Berp
Malam Tanpa NodaBab 16Faisal pulang ke rumah dengan wajah tak bersemangat. Perusahaannya semakin banyak masalah. Ia menarik napas panjang. Membuka pintu rumah dan mengucapkan salam. Tak ada yang menyambutnya. Baru beberapa hari Airi pergi hidupnya berubah drastis.Beberapa kali Faisal memanggil Bella tak ada jawaban dari wanita itu. Istri kedua yang ia pilih setelah mentalak istri pertama."Bella! Mama!" panggilnya. Ia duduk di sofa membuka sepatunya. Bayangan Airi terlihat kembali. Biasanya wanita itu yang membukakan sepatunya. Wajah tanpa polesan terlihat enak dipandang.Senyum manis Airi manari-nari dipikirannya. Senyum yang selalu terlihat menetramkan hati.Dengan angkuh dan dingin, Putra membalas senyum Airi. Ia tersadar, mengapa aku sebodoh itu.Faisal bangkit dari duduknya dan meletakkan sepatu di rak. Rak dekat pintu. Susunan sepatu dan sandal berantak
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal