Part 10
Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.
Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah. "Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi. "Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel. "Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah Ririn. Tatapannya matanya memerah suhu terasa panas. Ririn mengelus tubuh menantunya agar wanita itu lebih tenang. Ririn tak bisa berkata apa-apa, saat ini hatinya kagum dengan penampilan Airi."Mengapa ia bisa secantik dan pintar begitu, ya?" ucapnya dalam hati.Di dalam kamar Airi dan Faisal sedang bermesraan. Airi menyandarkan kepala di bahu suaminya. Mereka bercerita dan tertawa hingga tawa mereka terdengar di kamar Bella. Bella geram, ia bangkit dari duduknya dan mengetuk pintu dengan kencang. Airi menoleh ke arah Faisal. "Itu pasti Bella, cepat kamu temui dia," ucap Airi tanpa cemburu. "Biarkan saja, Abang malas dengannya. Lebih baik di sini bersama kamu," ungkap Faisal dengan gombalannya. Ia mengecup pipi wanita itu.Airi mencubit hidung Faisal yang mancung. "Temui dia, nanti dia berubah jadi banteng," gurau Airi. Mendorong tubuh Faisal agar bangkit. "Biarkan saja. Masih galakkan mama daripada Bella." Faisal berbaring dan menutup tubuhnya dengan selimut. Tak mau mengikuti ucapan Airi."Katakan saja kalau aku sudah tidur." Airi mengeleng dan bangkit dari ranjang. Airi membuka pintunya tanpa hijab, sebelum itu dia membuka baju kancingnya lebih banyak rambut ia acak-acak dan wajahnya diberi sedikit air. Menggigit bibirnya dan bergaya seksual di depan Bella. Bella terkejut melihat wajah Airi berkeringat. Wajah yang terlihat menuntaskan hasrat.Napas Bella naik turun jantungnya tak kalah dengan motoGp yang sedang berlomba, darah terasa mendidih sampai ke ubun-ubun."Berisik tahu, ganggu aja!" pekik Airi. Menampilkan gaya seksual yang tak pernah Bella lihat. "Mana Bang Ical?" Mata Bella hendak mengintip, Airi sengaja membuka separuh pintu. "Sudah tidur, tuh." jawab Airi datar." Tertidur setelah ...." Airi sengaja tak melanjutkan perkataannya."Bohong kamu!" ucapnya tak terima."Terserah. Ia lelah langsung tertidur setelah berolah raga," ujarnya.Wajah Bella merah padam mendorong pintu kamar Airi kasar. Airi terhuyung ke belakang. "Abang! Bangun!" menarik selimut di tubuh suaminya. "Ada apa, sih?" geram Faisal. "Abang bilang kalau gak akan tidur dengan kami berdua. Mengapa tidur di sini?" "Siapa yang tidur di sini?" jawabnya tak kalah sengit. Faisal bangkit dan keluar kamar menarik lengan istri mudanya. Terdengar suara pintu tertutup samping kamar dan suara perdebatan mereka. Airi hanya tersenyum sinis dan menggelengkan kepala. Ia memilih berbaring di ranjangnya dan menatap layar gawainya. Notifikasi pesan masuk di gawai Airi.[Sayang, udah tidur] pesan yang dikirim Faisal.[Belum] jawab Airi singkat.[Kamu jangan khawatir, Abang akan memilih kamu] dengan emot tanda cinta.[Iya] jawab Airi hanya pendek. [Abang di mana?][Abang sudah di kamar bawah. Selamat malam bidadariku]Airi merasa lega ternyata suaminya sudah keluar dari kamar madunya."Sepertinya ia sudah berubah," lirihnya.Di dalam kamar Bella, Faisal menyuruh Bella diam. Ia membawa istri mudanya ke kamar bawah. Mereka berpelukkan dan memadu kasih hingga subuh menjelang. Bella tersenyum puas ternyata, lelaki itu masih mau menyentuh tubuh sexynya. Airi menyiapkan sarapan untuk dirinya. Nasi goreng sosis dan omelet. Ia membawa piring ke ruang TV. Ririn mendengar suara orang yang sedang tertawa di dalam kamar. Ia keluar dengan muka bantal."Berisik banget kamu! Ganggu orang tidur," maki Ririn. "Eh, Mama. Sarapan, Ma," tawar Airi menyodorkan piringnya. "Kamu bukannya beres-beres malah nyantai," bentak Ririn. "Ini hari Minggu," jawabnya datar mata Ai masih menatap layar televisi. "Mumpung hari Minggu, baju kotor sudah menumpuk kayak gunung. Kamu cuci semua!" "Baju siapa?" tanya Airi heran. "Kamu kebanyakkan nanya. Cepat sana cuci bajunya!" "Cucian bajuku sudah aku cuci dari subuh," jawabnya datar. Airi tertawa menonton kartun kesayangannya. "Itu baju kotor punya Mama dan mantu kesayangan Mama." Airi bangkit dan meninggalkan mertuanya begitu saja."Sejak kecelakaan kamu ngebantah aja. Dasar udik miskin!" makinya. Airi meletakkan piring di meja makan. Ia kembali ke kamarnya. Ririn masih menghina mantunya dengan perkataan kotor. Ririn melirik televisi,"Sejak kapan Airi suka film kartun," ucapnya lirih. Beberapa hari ini Faisal berubah pendiam dengan Airi. Entah apa yang terjadi dengan dirinya. Keputusan memilih tinggal tiga hari lagi. Faisal semakin dilema. Beberapa kali Airi memergoki Faisal keluar dari kamar Bella. Lelaki itu terlihat terkejut melihat istri pertamanya. "A-ai .... Abang abis bangunin Bella," ucap Faisal ketika ketangkap basah. Wajahnya menunduk dan tersenyum kikuk. Terlihat pelu di wajah suaminya."Ka-kamu mau ke mana?" tanyanya.Airi hanya diam tak menanggapinya. Ia turun ke dapur mengisi gelasnya. Gadis itu melirik jam yang menempel di dinding."Jam tiga pagi, bangunin Bella. Alasan," lirihnya menahan gemuruh dalam dada. Faisal memeluk tubuh sintal wanita itu, perasaan Airi jijik dan muak. Pelu di tubuhnya masih terasa basah. Airi mencoba melepaskan tubuhnya dari Faisal. "Maaf Bang, badan kamu lengket," ucap Airi menyindirnya."Eh, iya tadi ...." "Sudah sana tidur, sepertinya kamu lelah." Airi kembali ke kamar dengan membawa air putih di gelasnya."Ternyata dia hanya manis di mulut lain di hati. Puasa dua minggu aja sudah tak tahan." Airi hanya menghela napas. Dadanya terasa nyeri, ia sudah pasrah.Pintu kamar di ketuk Suaminya. Sebelum berangkat bekerja ia ingin berbicara dengan Airi."Sayang ...," panggilnya dengan lembut."Panggil aku Airi bukan sayang," tungkasnya cepat. Ia merasa muak dengan panggilan tersebut."Ada apa? Kamu pagi-pagi sudah masuk," ucapnya dingin."Apa bisa kita hidup bertiga dengan damai. Aku, kamu, dan Bella. Aku tak bisa memilih. Abang begitu mencintai kalian. Beri Abang kesempatan. Abang akan berubah," ungkap hatinya. Selama ini ia tak tahu siapa yang ada di hatinya. Airi adalah wanita yang selalu mengurusnya dengan baik walaupun selama setahun tak pernah menyentuhnya lagi. Bella, wanita seumuran dirinya memiliki gairah yang membara. "Tidak! Abang harus memilih. Abang tak bisa seperti Rasul yang bisa berlaku adil. Ibadah saja masih bolong." Perkataan istrinya menusuk ke dalam dada. Ia sadar dengan ucapan Airi. Untuk bertakwa kepada Allah saja ia lalai apalagi memiliki dua istri. Bisakah ia adil, Airi masih bisa mengalah sedangkan Bella, gadis itu tak mau berbagi. Semalaman Faisal tak tidur, pagi ini lelaki itu tak tahu jawaban yang harus ia pilih. Hatinya semakin galau. Airi menghubungi papa mertua, hanya dia yang menyayangi Airi selayaknya putri sendiri. Airi dan Joko bertemu di sebuah cafe pinggir kota. Cafe tersebut tempat yang strategis bagi keduanya. "Airi, kamu sudah lama?" tanya papa mertua yang baru saja tiba. Lelaki itu terlihat tampan dan bebas setelah bercerai dengan Ririn. Wanita yang selalu membuat dirinya bagaikan budak."Baru saja, ini Pa kopi punya Papa," tawarnya. Kopi ekspresso dengan sedikit krim. Pak Joko menyeruput kopi tersebut."Maaf Pa, sudah ganggu," ucapnya dengan suara bergetar. "Ah, kamu kayak sama siapa aja. Papa lagi ada waktu. Ini juga jam makan siang. Bagaimana kabar kamu?" Airi hanya menangis ia terisak ketika pak Joko menanyakan keadaannya. Lelaki paruh baya itu tahu perasaan mantunya. Apa yang dirasakan oleh Airi pernah ia alami. Pak Joko mendekati mantunya, ia berpindah tempat duduk di samping gadis itu. "Menangislah, jika itu menenangkanmu," ucapnya. Pak Joko pun meneteskan air mata. Kekejaman istrinya, penghianatan Faisal, dan dirinya yang memberi restu pernikahan Faisal dan Bella. "Maaf' kan Papa, kamu sudah banyak menderita," ucapnya lirih menahan sesak di dada."Papa, Airi!" teriak Ririn. Wanita itu sedang melewati cafe tersebut melihat mantu dan suaminya sedang duduk berdua di sebuah cafe.Mereka monelah mendengar nama mereka dipanggil dengan notasi tinggi. Joko berdiri melihat Ririn dengan wajah yang memerah. Ririn mendorong tubuh lelaki tersebut, lelaki yang menalaknya beberapa minggu lalu. Manampar Airi dengan keras."Dasar kamu jal*ng! Mertua kamu digoda juga," teriaknya. Semua orang melihat pertengkaran tersebut. Ririn menarik hijab menantunya seolah-olah Ia seorang pelakor. Sebuah tangan kekar menarik tubuh Ririn. Menjauhkan wanita tersebut darinya. "Lepaskan! Jangan sentuh saya!" teriaknya. Ririn hendak memaki laki-laki yang menarik tubuhnya. Ia terdiam ketika melihat wajah pemuda itu.Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Part 13GoodnovelBanyak para tetangga, pejabat, artis, dan pengusaha-pengusaha yang bekerja sama dengan perusahaan milik pak Rio. Datang untuk mengantar beliau ke tempat pembaringan terakhir. Hampir setengah rumah beliau penuh.Para pelayan sibuk melakukan acara pemakaman. Airi membantu mereka menyiapkan perlengkapan dan melayani para penyelawat."Non, Airi. Duduk saja di sana. Biar pelayan yang melakukannya.""Tidak, apa-apa Bu. Saya bisa," ungkap Airi. Ia mengambil nampan yang berisi air mineral."Terima kasih sudah bantuin kita," ungkapnya. Ia meninggalkan Airi dan melanjutkan pekerjaannya.Proses pemakamam telah tiba. Pak Rio sudah dimandikan, dikafani dan di salatkan. Lokasi pemakaman tak jauh dari kediaman mereka.Putra memeluk bingkai foto dengan berjalan lunglai. Matanya terlihat sembab. Airi hanya menatap di
Part 14GoodnovelSeminggu Airi tinggal di kediaman pak Rio, ia dan Putra semakin dekat. Putra tak lagi sedih dengan kematian pak Rio ada penyembuh dalam dirinya. Kehadiran Airi membuatnya ia tegar."Airi bagaimana kalau kamu bekerja denganku saja di kantor. Kebetulan saya membutuhkan asisten. Saya sangat sibuk, terkadang lupa makan dan istirahat," alasannya." Kamu butuh pekerjaan, besok saya mulai bekerja. Sudah seminggu di rumah.""Pak Putra serius! Tapi, saya tidak bisa apa-apa. Belum pernah bekerja di kantor.""Gak masalah. Saya butuh seorang pendamping.""Pendamping?" Airi mengernyit heran. Apa maksud dari Putra."Eh maksud saya mendampingi saya ketika saya sibuk bekerja di kantor. Sebagai asisten pribadi. Bagaimana, apa kamu mau?"Airi butuh pekerjaan dan akan melanjutkan hidupnya dengan mandiri." Baiklah, saya mau."
Selamat membaca jangan lupa nyalakan bintang dan komentarnya. Peluk jauh dari aku.Malam Tanpa NodaBab 15Sejak kejadian itu, tak ada satu karyawan yang berani menghina Airi. Ia memiliki meja sendiri dekat dengan Putra. Tiga hari telah berlalu. Mereka kini berada di sebuah mall ternama. Putra masuk ke dalam salah satu butik hijab terkenal. Ia menelusuri Google untuk mencari info. "Airi pilih yang kamu suka." Putra menyuruh Airi memilih pakaian kantor yang berhijab."Tidak usah repot-repot Pak. Saya akan membelinya sendiri di pasar." "Kamu asisten saya. Penampilan kamu juga harus setara. Besok ada acara pesta perusahan baru. Kamu juga harus hadir menemani saya." "Pesta! Apa itu pesta obat terlarang atau ...." Airi tak berani meneruskan ucapannya. "Semua pesta tak seperti itu. Apa pesta pernikahan juga begitu. Berp
Malam Tanpa NodaBab 16Faisal pulang ke rumah dengan wajah tak bersemangat. Perusahaannya semakin banyak masalah. Ia menarik napas panjang. Membuka pintu rumah dan mengucapkan salam. Tak ada yang menyambutnya. Baru beberapa hari Airi pergi hidupnya berubah drastis.Beberapa kali Faisal memanggil Bella tak ada jawaban dari wanita itu. Istri kedua yang ia pilih setelah mentalak istri pertama."Bella! Mama!" panggilnya. Ia duduk di sofa membuka sepatunya. Bayangan Airi terlihat kembali. Biasanya wanita itu yang membukakan sepatunya. Wajah tanpa polesan terlihat enak dipandang.Senyum manis Airi manari-nari dipikirannya. Senyum yang selalu terlihat menetramkan hati.Dengan angkuh dan dingin, Putra membalas senyum Airi. Ia tersadar, mengapa aku sebodoh itu.Faisal bangkit dari duduknya dan meletakkan sepatu di rak. Rak dekat pintu. Susunan sepatu dan sandal berantak
MALAM TANPA NODABAB 17Wajah Airi murung, ponsel satu-satunya telah hancur karena ulah bosnya. Kini, ia berada di sebuah restoran. Airi tak menemani Putra. Ia memilih menunggu di meja yang lain.Sudah sejam laki-laki itu duduk bersama rekan bisnisnya. Airi memutuskan untuk keluar restoran. Rasa jenuh menghantui dirinya.Putra mengajak Airi namun, wanita itu menolaknya. Wajah Airi terlihat memerah setelah peristiwa perampasan ponselnya.Ia melihat seseorang pemulung tepat berada di depan restoran. Anak itu sedang mengambil barang bekas hasil kerjanya yang berserakkan di jalan karena ulah pengendara sepedah motor ungal-unggalan.Airi segera berlari, membantu anak tersebut."Kamu enggak apa-apa?" tanya Airi. Tangannya mengambil botol kosong yang berhamburan di mana-mana."Gak apa-apa Kak." Wajah lelah terlihat jelas. Anak laki-laki berusia sepuluh t
MALAM TANPA NODABAB 18 Pagi-pagi sekali Faisal sudah berangkat. Ia akan menemui temannya untuk meminta bantuan. Perusahaan Faisal semakin kacau. Sudah dua hari Bella tak pergi ke mana-mana. Ia merasa jenuh. Ririn sibuk merapikan rumah. "Bella, bantuin Mama jemur baju. Bajunya masih ada di dalam mesin cuci sudah bersih. Tinggal kamu jemur." Ririn mengelap meja makan yang lengket. "Mama saja. Bella sibuk," ucapnya ketus. Selama dua hari Bella hanya bermain ponsel saja. Tak mau bergerak untuk membantunya. "Sibuk apa, dari tadi duduk aja. Ayo bantuin Mama. Tubuh Mama cape banget." Ia memijit bahu dengan tangannya sendiri. "Enggaklah, Mama saja. Aku bosen di rumah." Bella bangkit dari duduknya. Ia masih mengenakan baju tidur. Bergegas mandi dan menghubungi temannya yang akan pergi shopping. Handuk masih melilit di tubuh rampingnya.Ia memilih baju yang pas
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal