Bab 7
Faisal berlari menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang anggrek lantai tiga. Melihat seorang lelaki berkemeja kotak-kotak biru duduk depan ruang tersebut memainkan gawainya. Lelaki itu menoleh ke arah Faisal, dahinya mengernyit heran, ia adalah Putra. Tanpa mengucapkan salam Faisal masuk ke ruang Airi.
Tubuh yang terbaring lemah, perban dibagian kepala, dan jarum infus menempel di pergelangan tangan. Airi membuka mata mendengar namanya dipanggil. Menengok ke arah suara yang sangat ia rindukan. Hatinya sakit dan kecewa, mengingat foto yang telah dikirim oleh Bella. Tatapan dingin terlihat di wajah Airi. Tak ada senyum dan sapaan yang lembut di bibirnya.
Faisal melangkahkan kakinya selebar mungkin dan memeluk tubuh istri pertamanya yang terbaring lemah, tak ada balasan dari Airi. Faisal merasa bersalah, Airi membutuhkan dirinya, tetapi ia malah bersenang-senang dengan Bella.
"Mau apa Abang kemari?" ucap Airi datar. Suaranya menusuk ke dalam hati Faisal. Faisal melepaskan pelukannya menatap manik Airi. Tak ada sinar cinta yang memancar di mata. Airi bersikap dingin. Ia mencari rindu di mata istrinya. Hampa, tak ada rasa itu.
"Ai, Abang kangen. Maafkan Abang," ucapnya dengan mata yang hampir meneteskan air mata. Tatapan Ai ke arah lain, tak ingin terbujuk lagi olehnya.
"Abang mau apa ke sini?" ucapnya dengan nada tinggi. Ia tak sudi bertemu dengan lelaki yang telah membuangnya.
"Kalau Abang cuma bilang kangen. Maaf, aku tak punya banyak waktu." jawab wanita itu. Dadanya terlihat naik turun, ia tak mau menangisi lelaki yang telah mencampakkannya. Cukup satu tahun menderita.
"Ai, apa yang terjadi kepadamu? Mengapa kamu berubah? Apa kecelakaan itu merubah sikapmu? Faisal memegang pipi Airi, mencari tatapan yang ia rindukan.
"Bukan aku yang berubah, tapi kamu yang mengubah aku. Kamu!" bentaknya. Airi tak pernah membentak Faisal. Ia selalu patuh dan tunduk kepadanya.
"Ai, maafkan Abang. Abang janji akan berubah dan akan memenuhi nafkah batin kamu. Aku tahu telah salah menilaimu. Maafkan, Abang." Faisal mengenggam tangan istrinya. Dulu sebelum menikah, Faisal tak mau melepaskan genggamannya ke jari jemari Airi. Setahun telah berlalu, Faisal sudah tak pernah menyentuhnya.
Airi tersenyum sinis, selama ini ia berusaha merayu suaminya dengan baju yang menjijikan itu. Demi Faisal merubah penampilan layaknya pel*c*r. Bodoh itu adalah sebutan untuk dirinya. Hanya menjadi pembantu di rumah Faisal. Setiap hari lelah mengurus pekerjaan rumah.
"Tidak Bang, sudah cukup. Aku sudah tak mau. Kamu sudah memiliki Bella. Raihlah kebahagianmu akupun meraih kebahagianku." Tatapan Airi terlihat tajam. Faisal merasakan kehilangan kehangatan dari gadis itu. Ia mengelengkan kepala pelan. Bukan ini yang ia inginkan.
"Kebahagianmu bersama Abang. Kita mulai dengan lembaran baru." rayu Faisal. Ia yakin bisa melunakkan hati wanita yang berbaring di ranjang. Airi bangkit, ia duduk menyandar. Faisal membantunya bangkit, namun Airi menepisnya kasar.
Airi menekan tombol merah yang berada dekat kepalanya, seorang perawat masuk. Airi berkata,"Sus, tolong usir orang ini kepala saya sakit." wajah Airi berubah pucat. Sakit kepalanya terasa berat setelah bercakap dengan Faisal.
"Maaf Pak, pasien tak mau diganggu. Silahkan keluar! Biarkan pasien istirahat," ucap perawat tersebut mengusir Faisal dengan sopan.
Faisal menatap Airi yang menundukkan kepala. Ada rasa sedih karena telah ķehilangan istrinya. Ia keluar ruangan dan menoleh ke arah Putra yang tersenyum ramah. Faisal tak membalas senyum sapaan Putra.
Faisal menuju parkir rumah sakit, ia akan ke rumah orang tuanya. Meminta penjelasan tentang kecelakaan Airi yang disembunyikan. Faisal melaju mobilnya dengan emosi. Memukul kemudi setir dan meremas rambutnya.
Pipi Airi basah setelah melihat punggung suaminya keluar ruangan. Ia tak mau lagi bersama lelaki itu. Putra mengintip di balik pintu. Merasakan penderitaan Airi. Lelaki itu menyentuh dadanya nyeri sangat nyeri. Seakan-akan batin mereka menyatu.
Suara kendaraan terdengar di garasi rumah. Faisal bergegas keluar mobil dan membanting pintu dengan emosi. Tanpa ucapan salam berjalan menuju mamanya--Ririn.
Ririn melihat anaknya berdiri tak jauh darinya. Ririn sedang menonton televisi. "Faisal, kamu," ucapnya terpotong melihat raut wajah anaknya yang memerah. Ririn merasakan hawa yang berbeda.
"Ma, kenapa Mama tega sama Faisal? Kenapa!" tanyanya dengan nada tinggi. Ia lupa kalau Ririn adalah orang tuanya.
"Mama adalah wanita yang begitu aku sayangi. Semua keinginan Mama aku penuhi."ucapnya lirih. Ia menahan emosinya. Rasa sayangnya kepada Ririn berubah kecewa.
"Kamu memang memenuhi keinginan Mama, tapi kamu melawan Mama dengan menikahi Airi. Gadis itu pendusta ia sudah menipu kamu! Ia tak suci lagi, wanita miskin ja*ang. Gadis tanpa selaput dara tak pantas kamu nikahi." ucap Ririn menusuk ke jantung anaknya. Berusaha membela diri dan tak mau mengakui kesalahannya. Ririn bertekad akan mengusir Airi secepatnya.
"Aku mencintai Airi. Aku sangat mencintainya." Bola mata Faisal mengembun, hatinya hancur melihat perubahan sikap istri pertamanya.
"Airi, sudah tak sehangat dulu. Ia berubah menjadi dingin. Airi bukan lagi seperti dulu," isaknya mengusap wajah kasar.
"Kamu pantas mendapatkannya!" sindir pak Joko dengan lantang. Lelaki tua itu berdiri tepat di belakang Ririn. Ia hendak kembali ke rumah sakit. Mendengar suara Faisal bergegas keluar.
"Papa!" Mata istrinya melotot ke arah lelaki itu. Memberi kode agar menutup mulutnya.
Pak Joko mendengar semua percekcokan istri dan anaknya. Selama ini Ririn berkata bahwa Airi mandul. Joko merestui pernikahan Faisal dengan Bella.
Bugh!
Sebuah pukulan di wajah anak tampan yang ia urus dengan baik berubah menjadi bo*oh. Pukulan yang pantas agar menyadarkannya.
Teriakkan Ririn mengema, tak pernah melihat suaminya semarah itu. Tubuhnya tak berani mendekat. Ia bangkit dan cemilan yang ia pegang berserakan di lantai.
Joko menarik baju Faisal, tatapan mereka bertemu. Faisal diam tak melawan, rasa sakit di hatinya lebih dalam. Pasrah hanya itu yang dilakukannya.
"Percuma kamu kuliah, tapi otakmu otak udang!" maki pak Joko dan melayangkan pukulan ke perut anaknya. Mendorong tubuh Faisal ke lantai.
"Tidak semua wanita memiliki selaput dara. Tragedi, kecelakaan, atau benturan bisa merobek selaput tersebut. Papa kecewa sangat kecewa. Kamu anak b*d*h, suami yang tak bersyukur. Airi istri yang baik dan taat kepada suami."
"Kamu lihat Mamamu!"tunjuknya ke arah Ririn yang berwajah pucat.
"Apa dia pernah menyambut Papa pulang kerja, memberikan surga bagi Papa?" tanya Joko dengan berteriak.
"Yang ia inginkan harta dan shooping, tak pernah mempedulikan Papa. Hanya makian yang Papa dapatkan." Pak Joko menunjukkan jari ke dadanya.
"Kamu akan menyesal, Faisal," pekik pak Joko. Faisal duduk di lantai dengan menundukkan kepala. Ia terisak, menyerap perkataan papanya ke dalam hati.
Senyum Airi yang menyambutnya pulang terbayang-bayang. Masakan Airi yang tersaji di meja makan terlihat cantik. Tubuh istrinya yang tak pernah terjamah. Isakan kecil menjadi nyaring. Ia tak peduli orang bilang dirinya cengeng. Saat ini menangis dan menyesal adalah jalan terbaik.
"Papa ...," panggil Ririn lembut. Wajahnya pucat melihat perbuatan suaminya.
"Mulai saat ini kamu saya talak!" ucap pak Joko lantang. Pak Joko lelah hati dan pikiran. Semua utang istrinya dia yang membayar. Cicilan mobil belum lunas Ririn malah membeli yang lain membuat dirinya muak.
Hanya uang yang ada di otak Ririn. Kalau bukan karena janjinya kepada almarhum Papi Ririn ia tak akan bertahan. Namun, hatinya sudah terluka tak dapat ditutupi lagi.
"Papa, maksudnya apa mentalak mama. Apa salahku!" Ririn tak terima. Ia mendekati tubuh suaminya.
"Papa tak bisa menceraikanku! Tak bisa!" teriaknya lantang.
"Tentu aku bisa, aku lelah denganmu. Selama puluhan tahun menikah. Apa kamu pernah mengurusku dengan baik. Hanya uang dan uang. Mulai hari ini aku ingin kita bercerai!"
"Tidak! Aku tak mau. Apa ini semua ulah Airi?" tuduh Ririn.
"Jangan kamu salahkan orang lain. Kesalahan ini adalah kamu sendiri. Berpikir positif, kamu selalu saja bersikap buruk." Pak Joko masuk ke kamar dan mengambil barang yang penting. Meninggalkan Ririn dan Faisal yang bergeming.
Sekarang, rumah tangga anaknya ia hancurkan. Pak Joko tak peduli panggilan Ririn. Ia masuk ke dalam mobil. Wanita itu menangis mengejar mobil suaminya.
"Papa! Papa! Jangan pergi!" Ririn mengejar mobil suaminya. Ia tersandung, lutut dan sikunya berdarah terkena aspal. Ia duduk di atas aspal. Hanya isakan yang terdengar.
Ririn kembali masuk ke rumah dengan jalan tertatih. Menghampiri anak kesayangannya.
"Faisal ... Mama," ucapnya terhenti melihat anaknya bergeming. Ririn menangis berlutut di depan anaknya dan memeluk tubuh Faisal. Ia tak mempedulikan rasa perih di tubuhnya.
Faisal membalas pelukan Ririn. Sejahat-jahatnya wanita itu tetap ibunya. Faisal tak mau dicap anak durhaka. Setiap orang memiliki kekurangan begitu juga Ririn.
Ririn terlahir dari orang tua yang berkecukupan sedangkan pak Joko hanya seorang anak petani. Mereka menikah karena keinginan orang tua Ririn.
Pak Joko tipe lelaki penyabar. Sesabarnya seseorang pasti akan mengalami kebosanan. Tak pernah sekalipun lelaki itu mendua. Melirik wanita lain saja tidak. Pak Joko selalu mengalah.
Ibu Ziah--pemilik panti asuhan mendapat kabar dari Joko kalau Airi sudah sadar. Wanita itu di temani Nisa--anak sulung Ziah langsung menjenguk Airi. Wajah khawatir terlihat jelas di guratan mukanya.
"Sudah Bu, Airi gak papa," ungkap Airi. Bu Ziah tak berhenti menangis. Walaupun Airi bukan lahir dari kandungannya.
"Ibu, jangan nangis terus! Aku lapar," ucapnya mengalihkan.
"Kamu lapar,ndok. Ibu suapin, ya. Ibu bawa sayur bening dan ayam goreng kesukaan kamu. Kebetulan di panti menunya itu." Wanita paruh baya itu mengusap pipi dengan jarinya. Airi dan Nisa tersenyum melihat ibunya.
"Buka mulutnya!" perintah Ziah. Pak Joko menatap dari pintu, Airi terlihat sehat. Walaupun, hatinya sakit. Pak Joko mengucapkan salam. Mereka menjawab serempak.
"Apa kabar Pak Joko," tanya bu Ziah. Wanita berhijab coklat tersenyum ramah.
"Alhamdulillah, baik." Mereka mengobrol tentang keadaan Airi. Tak terasa nasi yang disuapin bu Ziah habis.
"Terima kasih, Bu." Airi mengambil tisu dan mengelap mulutnya perlahan. Seorang lelaki dengan perawakan tegas, masuk ke ruang Airi. Lelaki itu membawa parsel buah di tangannya.
"Selamat sore," sapanya ramah.
"Selamat sore," jawab mereka serempak.
"Pak Rio, Anda berada di Jakarta?" ucap pak Joko terkejut. Kehadiran big bos di rumah sakit.
"Semalam datangnya. Saya ingin menjenguk menantu kamu apa boleh?" tanya Pak Rio--papanya Putra dengan sopan.
"Silahkan, Pak! Senang sekali Anda datang," ungkap pak Joko.
Pak Rio melangkahkan kaki menuju ranjang Airi. Mata pak Rio terpaku melihat Airi dengan balutan kerudung instan. Airi tersenyum kepadanya. Senyum itu mengingatkan dirinya kepada seorang wanita yang amat dicintainya.
"Sarasyana," panggilnya lirih.
"Maaf Pak, mantu saya namanya Airi bukan Sarasyana."
"Oh, maaf. Maksudnya Airi. Bagaimana perkembanganmu?"
"Alhamdulillah, baik. Terima kasih sudah berkunjung,"
Pak Joko memperkenalkan Rio sebagai papa dan pemilik perusahan Putra. Pak Rio yang akan membiayai biaya rumah sakit Airi sebagai bentuk tanggung jawab.
"Maaf kalau boleh tahu, siapa nama ibumu?" tanya pak Rio. Hatinya merasa terganggu dengan wajah Airi. Airi hanya menunduk dan meremas jarinya.
"Saya Ibunya Airi," ucap bu Ziah. Wanita itu tahu perasaan Airi. Ketika seseorang menanyaka orang tuanya.
"Oo ... anak Ibu cantik," puji pak Rio. Mereka saling berbincang dan meminta maaf atas kesalahan Putra yang telah menabrak Airi. Pak Rio mencuri-curi pandang ke arah Airi. Jiwanya bergejolak dan merintih ketika senyum Airi menghiasi bibir merahnya.
Pak Rio berpamitan kepada pak Joko dan Airi. Lelaki itu meningalkan ruang Airi tergesa-gesa, masuk ke dalam mobil dan memerintahkan supir untuk kembali pulang, "Airi mirip sekali dengan Sarasyana."
Di lain tempat dan waktu. Suara bel rumah mengganggu tidur Bella. Faisal sudah berangkat kerja sejak pagi.
"Aduh, siapa sih?" gerutu Bella. Bella membuka pintu dengan muka bantalnya. Faisal tak mengizinkan Bella bekerja.
"Bella, Sayang. Mama kangen." Ririn memeluk Bella. Bella membalas pelukan wanita itu. Kedua wanita itu masuk ke dalam, mereka duduk di sofa. Terlihat wajah Bella malas. Istri Faisal menatap koper yang dibawa mertuanya. Ia mengernyit heran. Ririn cengar-cengir ke arah Bella.
"Mama mau ke mana?" tanya Bella.
"Mama akan tinggal di sini?" ungkap Ririn. Penampilan wanita itu berubah, biasanya memakai make up tebal setebal dua centimeter. Tak ada perhiasan yang menghiasi tubunnya.
"Tinggal di sini?" tanya Bella dengan suara terkejut.
"Terserah Mama, asal jangan menganggu privasi aku," ucapnya sinis. Ia bangkit dari duduknya dan kembali ke kamar melanjutkan lagi tidurnya.
Ririn menatap sekeliling rumah anaknya. Tak ada makanan dalam kulkas hanya ada air mineral. Piring kotor menumpuk, lantai lengket, dan bau tak sedap disepenjuru ruangan.
"Jorok sekali Bella." Ririn memulai membersihkan rumah itu. Mau tak mau ia harus merapikannya.
Part 8Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang."Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya.Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu."Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda."Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu."Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut.&nb
Part 9"Ceraikan aku, Bang!" ucap Airi dengan tenang. Suaranya tak bergetar sedikit pun."Tidak! Abang tidak bisa," tolak Faisal. Wajahnya terkejut mendengar ucapan istrinya. Airi memakai hijab putih menatap tajam Faisal."Kamu tak ingin menceraikanku, makapilih salah satu dari kami. Itu jalan pilihannya. Aku tak mau dimadu dan tak mengizinkannya." Ucapan Airi membuat kepala Putra menjadi pening."Maaf, Abang tak bisa. Aku akan bersikap adil. Abang janji. Percayalah!" Faisal memohon kepada wanita yang telah terluka hatinya."Tidak! Kalau Abang tak memilih, aku yang akan mundur." Airi terlihat tegar. Raut wajahnya tak bersedih. Ia sudah yakin dengan keputusannya."Tapi, Abang tak bisa meninggalkan salah satunya." Ucapan Faisal membuat Airi geram."Serakah kamu, Bang!" maki Airi. Wanita mana yang mau dimadu tanpa izin."Abang tak bisa meninggalkan kalian. Aba
Part 10Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah."Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi."Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel."Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah
Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Part 13GoodnovelBanyak para tetangga, pejabat, artis, dan pengusaha-pengusaha yang bekerja sama dengan perusahaan milik pak Rio. Datang untuk mengantar beliau ke tempat pembaringan terakhir. Hampir setengah rumah beliau penuh.Para pelayan sibuk melakukan acara pemakaman. Airi membantu mereka menyiapkan perlengkapan dan melayani para penyelawat."Non, Airi. Duduk saja di sana. Biar pelayan yang melakukannya.""Tidak, apa-apa Bu. Saya bisa," ungkap Airi. Ia mengambil nampan yang berisi air mineral."Terima kasih sudah bantuin kita," ungkapnya. Ia meninggalkan Airi dan melanjutkan pekerjaannya.Proses pemakamam telah tiba. Pak Rio sudah dimandikan, dikafani dan di salatkan. Lokasi pemakaman tak jauh dari kediaman mereka.Putra memeluk bingkai foto dengan berjalan lunglai. Matanya terlihat sembab. Airi hanya menatap di
Part 14GoodnovelSeminggu Airi tinggal di kediaman pak Rio, ia dan Putra semakin dekat. Putra tak lagi sedih dengan kematian pak Rio ada penyembuh dalam dirinya. Kehadiran Airi membuatnya ia tegar."Airi bagaimana kalau kamu bekerja denganku saja di kantor. Kebetulan saya membutuhkan asisten. Saya sangat sibuk, terkadang lupa makan dan istirahat," alasannya." Kamu butuh pekerjaan, besok saya mulai bekerja. Sudah seminggu di rumah.""Pak Putra serius! Tapi, saya tidak bisa apa-apa. Belum pernah bekerja di kantor.""Gak masalah. Saya butuh seorang pendamping.""Pendamping?" Airi mengernyit heran. Apa maksud dari Putra."Eh maksud saya mendampingi saya ketika saya sibuk bekerja di kantor. Sebagai asisten pribadi. Bagaimana, apa kamu mau?"Airi butuh pekerjaan dan akan melanjutkan hidupnya dengan mandiri." Baiklah, saya mau."
Selamat membaca jangan lupa nyalakan bintang dan komentarnya. Peluk jauh dari aku.Malam Tanpa NodaBab 15Sejak kejadian itu, tak ada satu karyawan yang berani menghina Airi. Ia memiliki meja sendiri dekat dengan Putra. Tiga hari telah berlalu. Mereka kini berada di sebuah mall ternama. Putra masuk ke dalam salah satu butik hijab terkenal. Ia menelusuri Google untuk mencari info. "Airi pilih yang kamu suka." Putra menyuruh Airi memilih pakaian kantor yang berhijab."Tidak usah repot-repot Pak. Saya akan membelinya sendiri di pasar." "Kamu asisten saya. Penampilan kamu juga harus setara. Besok ada acara pesta perusahan baru. Kamu juga harus hadir menemani saya." "Pesta! Apa itu pesta obat terlarang atau ...." Airi tak berani meneruskan ucapannya. "Semua pesta tak seperti itu. Apa pesta pernikahan juga begitu. Berp
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal