Part 6
Faisal dan Bella telah sampai di tujuan. Mereka bergandengan tangan dengan mesra. Selama menikah, Bella tak pernah diajak jalan-jalan oleh Faisal.
"Bang, abis ini kita keliling penginapan, ya," ajak Bella. Ia ingin melihat pemandangan hotel mewah yang dikelilingi pantai.
"Baiklah, kita istirahat sebentar dulu. Abang belum memberitahu Airi kalau kita pergi menginap,"
"Paling mama sudah memberi tahu. Masa iya, Airi enggak paham," sungutnya kesal.
"Abang takut, dia nyariin. Oh iya, kamu lihat handphone Abang, gak?"
Wajah Bella berubah pucat, senyumnya kaku." Mana, ya. Aku gak tahu. Abang meletakkannya dimana?"
"Entahlah, Abang lupa." Bella tak mau, Faisal menghubungi Airi. Acaranya akan gagal kalau Faisal mengetahui keadaan Airi. Di lain tempat Airi sedang diambang kematian. Hidup atau mati.
Airi membuka mata perlahan, setelah operasi ia tak sadarkan diri selama satu hari. Seorang lelaki berdiri disamping tubuhnya.
"Airi, kamu sudah sadar," ucap lelaki berkemeja putih polos dengan dasi yang masih menempel di dadanya. Ia adalah pak Joko-- papa mertua Airi yang menyayanginya seperti anak sendiri. Hanya lelaki itu yang peduli.
"Papa ... Airi kenapa?" tanyanya lirih. Kepalanya pusing dan tubuhnya lemah.
"Kamu kecelakaan." Lelaki tersebut terlihat lelah. Selama Airi di rumah sakit ia yang menjaganya. Tombol yang berada di atas tempat tidur rumah sakit ditekan untuk memanggil perawat.
Perawat datang memeriksa keadaan Airi. Papa mertua menghubungi Faisal, namun lagi-lagi tak terhubung. Faisal yang berada jauh dari Airi merasa resah, ia belum menemukan gawainya. Kontak nomor penting ada di gawai tersebut.
"Kamu kenapa, Bang? Kayaknya gak happy pergi sama aku," tanya Bella. Wajahnya seperti merajuk.
"Tidak ada apa-apa, Abang cuma cari HP,"
"Ooh, HP. Bang. ada aku masih mikirin si Airi. Apa hebatnya dia?" sungut Bella. Melipat tangan di dadanya.
"Bukan, bukan Airi. Isi HP itu banyak yang penting," alasannya tak mau menyakiti perasaan istri keduanya.
"Iya, aku tahu karena banyak foto Airi." Bella merajuk. Ia kesal dengan sikap Faisal.
"Kok kamu bicara begitu! Dia itu istri Abang. Sama kayak kamu! Abang mesti adil," Faisal menyadari perkataan yang ia lontarkan. Selama ini lelaki itu tak adil dalam berrumah tangga. Ia menghela napas panjang. Airi tak pernah mendapatkan keadilan sejak malam pertama itu.
"Maaf, Bang. Aku hanya cemburu. Maafin aku," mohonnya. Ia memeluk tubuh Faisal dan mendongkakkan kepalanya.
"Iya, gak apa. Abang juga salah sudah bentak kamu. Maafin Abang juga." Faisal mengecup kening istrinya.
"Lebih baik kita bersenang-senang menikmati pemandangan ini. Pantainya indah banget. Bagaimana kalau kita tambah dua hari lagi di sini?" saran Bella. Ia berharap akan ada janin di dalam perutnya agar Airi akan tersingkir.
"Tidak mungkin, aku harus bekerja." Alasan Faisal, padahal hatinya merindukan seseorang. Senyum istri pertama yang ia lihat terakhir kali terbayang.
"Abang ... sekali saja," ucapnya manja. Faisal tak bisa menolak kemauan istri mudanya walaupun umurnya lebih tua dari Airi, tapi ia terlihat mengemaskan.
Pak Joko merayu Airi, wajahnya pucat dan tak bertenaga. Papa Faisal tahu ke mana anaknya pergi. Lelaki tua itu kecewa dengan sikap Faisal yang tak adil.
"Ayo, kamu makan dulu!" ucap Papa mertua yang sedang menyuapi Airi yang tak mau membuka mulutnya.
"Bang Faisal, ke mana?" tanya Airi. Selama ia membuka mata tak ada suami yang menemani hanya ada papa mertua.
"Faisal sedang bulan madu," cetus Ririn yang muncul di pintu kamar Airi. Tanpa mengucapkan salam dan mengerti keadaan mantunya.
"Biarkan saja mereka bersenang-senang. Selama lima bulan menikah Faisal belum pernah mengajak Bella jalan-jalan.""Ma, sudah cukup. Airi belum sehat," bentak papa mertua. Istrinya tak memiliki perasaan.
"Pa, biar dia tahu posisi dia sekarang. Sadar diri, dong!" sungutnya kesal.
"Kamu juga! Repotin orang tua. Coba lihat Papa mertua kamu! Selama kamu tak sadar ia menunggumu sedangkan saya sendirian di rumah. Enak sekali kamu!""Sudah cukup, Ma. Lebih baik Mama pulang," rayu suaminya. Meletakkan sendok di atas piring dan membawa keluar Ririn.
"Mama gak punya duit. Suntuk di rumah." Papa mertua mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah.
"Kok segini? Mana cukup!"
Wanita itu mengambil dompet suaminya lalu menguras habis isinya." Makasih Papa. Kerja yang rajin biar duitnya banyak,"
"Hei, Airi! Jangan lama-lama di rumah sakit, Papa harus bekerja keras," ucapnya tanpa merasa kasihan kepada mantunya.
Airi hanya menundukkan kepala tak berani menatap mertuanya. Pak Joko--mertua Ai menghampirinya dan berkata," Maafkan Mama. Jangan dimasukkan ke dalam hati."
Airi tersenyum, pandangannya mengarah ke pintu. Seorang lelaki tampan dengan kemeja hitam membawa parcel buah dan rangkaian bunga yang cantik mengucapkan salam. Senyum lelaki itu manis dan hangat.
Airi menatap kagum sosok tersebut, ia segera menundukkan kepala menghindari zina mata."Pak Putra, silahkan masuk!" sapa papa mertua setelah membalas ucapan salam Putra.
"Airi, ini kenalkan Putra Mahendra dia Ceo perusahaan Papa bekerja." Tunjuk jarinya ke arah Putra.
Airi mendongkak ke arah Putra dan tersenyum. Sejenak pandangan mereka beradu.
"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Putra. Matanya menatap kagum Airi tanpa polesan apapun.
"Baik, terima kasih sudah menjenguk."
"Maaf kalau saya yang mengakibatkan kamu menjadi seperti ini," ungkap permohonan maaf Putra. Ia merasa bersalah.
"Maksudnya?" tanya Airi mengernyitkan dahi.
Putra menceritakan kecelakaan yang dialami Airi. Dari pertama kali kecelakaan terjadi hingga operasi yang dilakukan para dokter. Benturan yang keras membuat luka di dalamnya dan harus segera di tangani.
Ia meminta maaf kepada Airi. Lelaki yang baik akan bertanggung jawab.
Airi menerima permohonan maaf Putra. Memberi nasihat kepada lelaki itu agar lebih berhati-hati. Tidak menerima panggilan ketika mengemudi.Putra menawarkan diri untuk bergantian menjaga Airi. Pak Joko sempat menolak karena Putra adalah seorang Ceo.
"Seperinya Pak Joko lelah. Istirahat saja di rumah biar Airi saya yang jaga.""Apa tidak merepotkan?" tanya pak Joko tak enak hati.
"Tidak, ko. Saya juga lagi tak sibuk. Istirahat saja Pak."
"Baiklah kalau begitu."
Mau tak mau Pak Joko menerima tawaran tersebut. Selama di rumah sakit istrinya tak membawakan baju ganti atau selimut. Wanita itu hanya memaki Airi dan meminta uang kepadanya.
Perusahaan traveling yang di jalankan Faisal adalah milik almarhum mertuanya. Lebih baik ia mencari pekerjaan sendiri. Setiap hari
selalu dihina Ririn."Dasar benalu. Kalau tidak ada perusahaan Papi kamu selalu jadi pengganguran," maki Ririn kala itu. "Suami gak punya ot*k gak kreatif." Banyak sekali hinaan yang dilontarkan Ririn, namun ia masih bertahan.Putra melirik Airi yang terdiam di ranjangnya.
Perasan iba menyelimuti hatinya."Di mana suaminya? Istri yang cantik dan salihah tak mendapat perhatian dari suami," ucapnya dalam hati.Airi berdehem pelan membuyarkan lamunan Putra. Lelaki itu menjadi canggung. Airi berbaring membelakangi Putra. Hatinya kecewa dengan Faisal. Lelaki itu telah mencampakan dirinya. Bersenang-senang diatas penderitaannya.
Suara notifikasi di gawai Airi terdengar. Ia bangkit dari tidurnya. Putra yang melihat Airi langsung mengambilkan gawai di dalam laci. Airi tak tahu siapa yang mengirim pesan kepadanya tak ada nama yang tertera di layar ponsel.
Membuka pesan tersebut
[Cepat sembuh Kakak madu, kami sedang bersenang-senang. Doakan kami semoga ada nyawa yang tumbuh di rahimku]Bella mengirim foto mesra mereka di atas ranjang. Pemandangan yang menjijikan bagi Airi. Foto Faisal tertawa bahagia ketika bersama Bella. Airi meremas ponselnya dan membanting ponsel tersebut ke lantai.
Ia berbaring dan terisak. Putra hanya terdiam melihat perbuatan Airi yang tiba-tiba marah. Mengambil ponsel yang sudah hancur di lantai. Hatinya juga merasakan sakit melihat gadis di depan matanya menangis.
"Maaf, tolong kamu pergi. Aku ingin sendiri," ucapnya masih dalam posisi tidur miring.
Putra keluar kamar mengenggam ponsel milik Airi. Ia menunggu diluar kamar sampai pak Joko datang.
Faisal mengemudikan mobilnya dengan cepat. Lelaki itu membaca pesan yang masuk di ponsel Bella. Pesan berlogo hijau dari mama Faisal. Saat itu Bella sedang di dalam kamar mandi. Mata Faisal berubah merah rahangnya mengeras.
[Bel, Airi sudah sadar. Dia masih di rumah sakit] isi pesan dari Ririn.
Faisal menghubungi mamanya melalui gawai istri mudanya. Faisal memaksa wanita yang melahirkannya untuk berkata jujur.
"Ma, apa benar Airi di rumah sakit?" bentak Faisal melalui panggilannya.
"Eh, Faisal. Apa kamu bersenang-senang." Ririn berusaha untuk mengalihkan anaknya.
"Jawab, Ma. Apa benar Airi di rawat?" Nada Faisal semakin meninggi.
"I-iya. A-airi di rawat."
"Mengapa bisa? Apa yang terjadi dengannya?"
"Kecelakaan."
"Di mana dia sekarang?" Wajah Putra pucat dan khawatir. Ririn memberitahu rumah sakit yang merawat Airi.
Faisal geram dengan kedua perempuan itu-- Ririn dan Bella. Tak memberi kabar Faisal kalau istri pertamanya kecelakaan. Entah apa maksud mereka yang tak memberi tahu.
Bergegas mengambil dompet dan kunci mobil. Tak mau membuang waktu lagi. Meninggalkan penginapan tanpa menunggu Bella.
Istri keduanya sungguh keterlaluan tak memiliki perasaan. Faisal melaju mobilnya dengan cepat. Berharap segera bertemu Airi. Melihat keadaannya adalah hal yang menenangkan hati.
Bab 7 Faisal berlari menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang anggrek lantai tiga. Melihat seorang lelaki berkemeja kotak-kotak biru duduk depan ruang tersebut memainkan gawainya. Lelaki itu menoleh ke arah Faisal, dahinya mengernyit heran, ia adalah Putra. Tanpa mengucapkan salam Faisal masuk ke ruang Airi. Tubuh yang terbaring lemah, perban dibagian kepala, dan jarum infus menempel di pergelangan tangan. Airi membuka mata mendengar namanya dipanggil. Menengok ke arah suara yang sangat ia rindukan. Hatinya sakit dan kecewa, mengingat foto yang telah dikirim oleh Bella. Tatapan dingin terlihat di wajah Airi. Tak ada senyum dan sapaan yang lembut di bibirnya. Faisal melangkahkan kakinya selebar mungkin dan memeluk tubuh istri pertamanya yang terbaring lemah, tak ada balasan dari Airi. Faisal merasa bersalah, Airi membutuhkan dirinya, tetapi ia malah bersenang-senang dengan Bella. "Mau apa Abang kemari?" ucap Airi datar. Suaranya menusuk ke dalam hati
Part 8Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang."Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya.Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu."Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda."Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu."Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut.&nb
Part 9"Ceraikan aku, Bang!" ucap Airi dengan tenang. Suaranya tak bergetar sedikit pun."Tidak! Abang tidak bisa," tolak Faisal. Wajahnya terkejut mendengar ucapan istrinya. Airi memakai hijab putih menatap tajam Faisal."Kamu tak ingin menceraikanku, makapilih salah satu dari kami. Itu jalan pilihannya. Aku tak mau dimadu dan tak mengizinkannya." Ucapan Airi membuat kepala Putra menjadi pening."Maaf, Abang tak bisa. Aku akan bersikap adil. Abang janji. Percayalah!" Faisal memohon kepada wanita yang telah terluka hatinya."Tidak! Kalau Abang tak memilih, aku yang akan mundur." Airi terlihat tegar. Raut wajahnya tak bersedih. Ia sudah yakin dengan keputusannya."Tapi, Abang tak bisa meninggalkan salah satunya." Ucapan Faisal membuat Airi geram."Serakah kamu, Bang!" maki Airi. Wanita mana yang mau dimadu tanpa izin."Abang tak bisa meninggalkan kalian. Aba
Part 10Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah."Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi."Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel."Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah
Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Part 13GoodnovelBanyak para tetangga, pejabat, artis, dan pengusaha-pengusaha yang bekerja sama dengan perusahaan milik pak Rio. Datang untuk mengantar beliau ke tempat pembaringan terakhir. Hampir setengah rumah beliau penuh.Para pelayan sibuk melakukan acara pemakaman. Airi membantu mereka menyiapkan perlengkapan dan melayani para penyelawat."Non, Airi. Duduk saja di sana. Biar pelayan yang melakukannya.""Tidak, apa-apa Bu. Saya bisa," ungkap Airi. Ia mengambil nampan yang berisi air mineral."Terima kasih sudah bantuin kita," ungkapnya. Ia meninggalkan Airi dan melanjutkan pekerjaannya.Proses pemakamam telah tiba. Pak Rio sudah dimandikan, dikafani dan di salatkan. Lokasi pemakaman tak jauh dari kediaman mereka.Putra memeluk bingkai foto dengan berjalan lunglai. Matanya terlihat sembab. Airi hanya menatap di
Part 14GoodnovelSeminggu Airi tinggal di kediaman pak Rio, ia dan Putra semakin dekat. Putra tak lagi sedih dengan kematian pak Rio ada penyembuh dalam dirinya. Kehadiran Airi membuatnya ia tegar."Airi bagaimana kalau kamu bekerja denganku saja di kantor. Kebetulan saya membutuhkan asisten. Saya sangat sibuk, terkadang lupa makan dan istirahat," alasannya." Kamu butuh pekerjaan, besok saya mulai bekerja. Sudah seminggu di rumah.""Pak Putra serius! Tapi, saya tidak bisa apa-apa. Belum pernah bekerja di kantor.""Gak masalah. Saya butuh seorang pendamping.""Pendamping?" Airi mengernyit heran. Apa maksud dari Putra."Eh maksud saya mendampingi saya ketika saya sibuk bekerja di kantor. Sebagai asisten pribadi. Bagaimana, apa kamu mau?"Airi butuh pekerjaan dan akan melanjutkan hidupnya dengan mandiri." Baiklah, saya mau."
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal