“Mari semua bersulang untuk pasangan pengantin kita yang berbahagia kali ini. Mr. Hayden Lewis dan Darline Limanso! Bersulang, cheers!”Suara MC menggema dari dalam hingga keluar seakan menegaskan pada Bu Alma dan rombongan bahwa pengantin wanita benar adalah Darline.Disebutnya nama Darline bersandingan dengan Hayden membuat Bu Alma termangu.‘Bagaimana mungkin adalah Darline? Bagaimana bisa? Mana boleh begitu! Darline adalah anak bau kencur yang bahkan baru kembali berkarier setelah beberapa tahun mendedikasikan diri menjadi ibu rumah tangga.Selain itu juga, bagaimana aku yang masih single ini bisa kalah pada Darline yang sudah pernah menikah?Dari segi jabatan dalam karier, Darline jauh dibawahku!Hey, Pak Hayden, harusnya Bapak melirik saya! Bukan malah menyia-nyiakan hidup dan kekayaan bapak dengan wanita yang pernah gagal berumah tangga seperti Darline!Saya ini masih ting-ting, Pak! Dan hanya pria seperti Bapak yang pantas mendapatkan semua-semuanya dari saya!’Meski terdiam d
Resepsi pernikahan yang melelahkan tapi juga membahagiakan akhirnya selesai. Hayden menawarkan Darline untuk memilih negara yang dia inginkan untuk berbulan madu. “Terserah kamu mau ke mana. Ke Zimbabwe sekalipun, aku akan menurutimu.” Hayden merentangkan tangannya mempersilakan Darline melihat-lihat pilihan negara di tablet yang ada dalam pangkuannya. “Janganlah, Mas, ke Zimbabwe. Negara hiperinflasi seperti itu. Nanti bukannya senang-senang malah terjebak di sana, berabeh!” Hayden terkekeh. “Ya, namanya juga menawarkan. Siapa tahu kamu mencari tempat yang bisa memicu adrenalin. Biar lebih seru, begitu?” “Idih! Mana mau aku ke tempat begituan. Nanti kita nggak bisa pulang, nggak mau lah!” Hayden terkekeh lagi seraya mendaratkan bibirnya ke pucuk kepala Darline. “Iya, iya. Aku hanya bercanda saja. Sekarang, kamu pilihlah.” Darline melihat-lihat. Dari seluruh negara, ada dua tempat yang mencuri perhatiannya. Jepang dan ... “Ah, ini saja, Mas. Sudah lama kepingin ke sini.” Ketika
“Maafkan aku, Darline. Aku sungguh tidak tahu menahu tentang Hailley.”Bisikan Hayden melekat di telinga Darline, begitu lirih dan berusaha mengiba hati istrinya itu.Hayden sendiri tak pernah membayangkan bahwa selama ini dia ternyata memiliki seorang putri.Bahkan putrinya itu sekarang sudah berusia 14 tahun.Tahun demi tahun yang terlewati di mana dia lalui dengan bekerja keras, melupakan Ashley, lalu move on dan mendedikasikan hidupnya hanya untuk perusahaan, ternyata merupakan waktu di mana Hailley, putri yang merupakan darah dagingnya berjuang keras untuk tumbuh melewati masa kanak-kanak tanpa seorang ayah di sampingnya.Mengingat itu saja hati Hayden terasa pilu.Rasa bersalah menyelimutinya dalam kesesakan.“Nggak, Mas. Nggak perlu minta maaf. Mas nggak bersalah. Mas nggak tahu tentang dia. Tapi aku yang meminta maaf.”Darline mengucapkan itu semua dengan nada yang berusaha keras dia jaga agar terdengar datar. Tak dapat dipungkirinya, hatinya terasa sesak.Memang secara logika
Kepulangan ke Indonesia terpaksa diundur dua hari. Semua karena permintaan Ashley agar Hayden mau menemuinya. Pada awalnya, Hayden merasa ragu. Dia takut menyakiti hati Darline. Sekalipun di hatinya tidak ada rasa yang tersisa untuk Ashley, tapi Hayden tidak ingin Darline berpikiran yang bukan-bukan, lalu cemburu. “Aku tidak akan menemuinya jika kamu tidak mengizinkanku, Sayang.” Itu yang Hayden ucapkan ketika lokasi yang di-share Ashley masuk ke pesan chat Hayden. Ketika berhadapan dengan Hailley kemarin, Hayden sebenarnya ingin mengantar pulang Hailley, sekaligus agar bisa menemui Ashley bersama Darline. Tapi gadis remaja itu menolaknya. Dengan cara ketus. “Aku nggak perlu diantar pulang! Memangnya kau nggak melihat kedua kakiku ini masih sehat dan bisa berjalan normal, hah?” Kedua mata Hailley bahkan melotot marah. Hayden kembali terdiam saat Hailley menjawab tawarannya mengantar pulang dengan sekasar itu. “Lagian mommy nggak akan mau jika kau mengajak orang lain ikut bertem
Hayden memarkirkan mobilnya lalu turun dengan tatapan menyapu sekelilingnya. Dipandanginya bangunan berlantai dua puluh lima di hadapannya.Sedikit kurang tepat jika dia mengatakan apartemen kumuh. Dari bangunan fisiknya terlihat sama seperti apartemen lainnya. Berdiri menjulang tinggi dengan kokohnya.Hanya saja, Hayden yang mengetahui preferensi selera Ashley cukup terkejut jika wanita itu bersedia tinggal di tempat seperti ini.Apalagi Ashley berasal dari keluarga yang berada. Bagaimana bisa dia tinggal di tempat seperti ini?Ke mana keluarganya yang lain?Langkah Hayden pun mengarah ke dalam sembari dia mengirimkan pesan bahwa dia sudah di apartemen.[Naik saja ke lantai 10. Nomorku 10-01 di ujung koridor. Tapi maaf, lift nya rusak.]Hayden ternganga membaca balasan dari Ashley. Lift rusak, dan unit mereka ada di lantai 10?Apa Ashley sengaja sedang mempermainkannya?Hayden tidak langsung percaya. Dia menuju lift, tapi benar di sana tertulis rusak.Terpaksa Hayden kembali ke tangg
“Terima saja, Mas. Aku nggak pa-pa.”Hayden seperti tak percaya mendengar ucapan Darline. Dipandanginya kedua mata Darline yang begitu jernih. Namun sorot mata Darline tampak tulus. Ada keikhlasan di sana.“Apa kamu yakin? Ini akan memakan waktu lama, Sayang. Bisa sampai satu tahun lebih.”“Iya, Mas. Aku yakin. Dia anakmu, darah dagingmu. Sama seperti anak yang kukandung ini. Darah dagingmu. Tidak mungkin aku tega merenggut hak mereka mendapatkan kasih sayangmu.Lagipula, anak seusia itu kalau tidak diterima, kasihan hatinya. Dia akan merasa ditolak, lalu akan makin membenci ayahnya.Aku tak mau kamu dibenci putrimu sendiri.”Hayden terenyuh. Dia kehilangan kata-katanya dan hanya mampu memeluk Darline sangat erat.“Terima kasih, Sayang. Hatimu benar-benar seluas samudra.”Darline mereguk kehangatan suaminya itu. Tapi dia menggeleng, “Nggak, Mas. Hatiku nggak seluas samudera. Aku hanya tidak ingin hati gadis itu terpatahkan. Kasihan dia. Sudah 14 tahun tidak mengenal ayahnya, masa seka
Bhamp!Hailley membanting pintu kamarnya setelah dia meneriaki semua kemarahan hatinya. Dia bahkan sempat mengusir DARline sebelum dia membanting pintu begitu berhasil membuat Darline melangkah keluar.Darline terkesiap di tempatnya. Gejolak darahnya seakan ingin meraung dan membalas. Apalagi Hailley menuduhkan hal yang tidak tepat padanya.Sebelum ini, Darline sudah berusaha menjelaskan pada gadis itu. Tapi Hailley sepertinya memang tidak ingin mendengarkan apa-apa, terutama dari dirinya, wanita yang dianggap telah merebut ayahnya dari mommynya.“Hailley, kamu salah paham, Sayang! Aku dan ayahmu baru saja-” Itu kata Darline ketika Hailley meneriakinya semua tuduhan tadi.Tapi belum selesai Darline bicara, telunjuk Hailley sudah mengarah ke pintu.“Ini sekarang adalah kamarku. Keluar kau sekarang juga! Keluar!”Darline saat itu masih tertegun di tempatnya dan dia jadi didorong Hailley hingga tubuhnya oleng.Lalu suara kerasnya kembali bergema, “KELUAR!”Terpaksa Darline keluar dari sa
“Hailley ...” Sapaan Darline selembut sutra. Tapi di telinga gadis itu setajam kawat berduri. Gadis itu menoleh dengan tatapan setajam sengat. “Hailley kan memang anak papa. Pasti papa beliin. Hanya saja, alangka baiknya kalau Hailley minta yang lembut. Sebenernya, tanpa Hailley minta pun, pasti papa akan gantiin kok. Iya kan, Pa?” Untuk pertama kalinya, Darline memanggil Hayden dengan sebutan papa. Yang tadinya Hayden sudah terkesiap mendengar cara Darline menegur Hailley, kini jadi semakin terkesima. Rasanya panggilan itu begitu merdu, terlebih lagi Darline yang memanggilnya. Hayden jadi merasa seperti terbang melayang dan mendarat di awan yang empuk. Tapi ucapan lembut Darline itu tetap terasa menusuk bagi telinga Hailley. “Apaan sih? Apa aku ada meminta pendapatmu?” “Hailley ...” Hayden yang kali ini bersuara. Rendah dan menenangkan. Tapi Hailley sudah terlanjur marah. Dia bangkit dari duduknya dengan kasar sambil meneriaki Darline, “Nggak usah ikut campur deh!” Lalu ga