Share

140. Kangen Duda

last update Last Updated: 2024-11-27 19:12:27

Cahaya lampu apartemen Dhuha memantul lembut di atas meja makan kecil yang penuh dengan aroma nasi goreng buatan Amel. Tiga piring nasi goreng yang masih mengepul tertata rapi di tengah meja. Hakim, kakak Amel, duduk santai di salah satu kursi, menikmati hidangan sambil sesekali melirik adiknya dengan senyum penuh arti.

“Kamu semakin pintar masak, Mel,” kata Hakim sambil menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. “Sejak kapan ini? Jangan-jangan gara-gara ngekos di rumah duda, ya?” godanya dengan tawa kecil.

Amel mendelik ke arah kakaknya, wajahnya merona. “Mas Hakim, apa sih! Ngomongnya jangan sembarangan, ah. Aku masak karena suka, bukan karena itu,” jawabnya dengan nada setengah kesal.

"Ya, kamu emang bisa masak, tapi gak seenak ini. Ini tumben sekali enak," kata Hakim lagi setengah menggoda.

"Itu karena kalian berdua lapar. Lagian, udah tahu kondangan, bukannya makan yang banyak biar kuat menghadapi mantan yang menikah lagi, malah cuma minum jus doang. Kenyang nggak, kembung iya," omel
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   141. Malam Pengantin

    Suara angin malam yang mendesir pelan menelusup ke sela-sela jendela kamar, membawa kesejukan yang memeluk lembut tubuh Aini yang duduk gelisah di ujung ranjang. Kamar itu, yang selama bertahun-tahun menjadi ruang pribadinya, kini terasa berbeda. Malam ini adalah malam yang istimewa. Malam yang menandai dimulainya babak baru dalam hidupnya.Aini sudah lebih dahulu masuk ke kamar, setelah acara resepsi selesai dan tamu-tamu semua pulang. Hanya tersisa beberapa orang saja di luar, petugas kebersihan, petugas catering, dan juga teman suaminya. Wanita itu tentu saja sudah menghapus riasannya, mandi, lalu mengenakan pakaian tidur yang dibelikan oleh mertuanya. Pakaian tipis dengan belahan dada terlalu rendah. Pakaian yang ia kenakan di balik selimut bed cover yang menghalau sedikit dingin dari AC kamarnya. Alex pun masuk. Ia tersenyum pada sang Istri, lalu mengunci pintu. Pria itu berjalan ke arah cermin untuk melepas jasnya. Malu-malu Aini memperhatikan suaminya yang berpostur tubuh ting

    Last Updated : 2024-11-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   142. Malam Pengantin - Bagian 2

    Cahaya pagi menembus tirai jendela kamar, membawa aroma mawar yang masih segar dari malam sebelumnya. Aini membuka matanya perlahan, merasa tubuhnya masih lelah setelah rangkaian acara resepsi kemarin. Di sampingnya, Alex masih terlelap, napasnya teratur dan wajahnya tampak damai. Baru kali ini ia melihat suaminya dalam keadaan seperti ini, tanpa jas rapi atau senyum sopan yang biasanya menghiasi wajahnya di hadapan orang lain.Aini mencoba bangkit perlahan menuju kamar mandi. Semalam ia tidak keramas karena terlalu dingin. Maka, pagi ini ia putuskan keramas saja. Selesai mandi, suaminya belum juga bangun. Aini lekas memakai pakaian ganti. Berupa dress panjang selutut berbahan kaus. Tok! TokAini menoleh saat pintu kamarnya diketuk. “Aini, Alex! Sudah bangun, kan?” suara Bu Asma, ibu mertua mereka, terdengar dari balik pintu.Aini melirik Alex yang mulai bergerak, setengah terjaga. Ia buru-buru menuju pintu dan membukanya sedikit.“Selamat pagi, Ma,” sapanya pelan.“Oh, rambutmu ba

    Last Updated : 2024-11-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   143. Kutunggu Jandamu

    Di ujung balkon kamar yang menghadap ke halaman belakang, Dhuha berdiri termenung. Angin malam yang lembut menyapu wajahnya, namun tak sedikit pun membawa kesejukan ke dalam hatinya. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan Aini dan Alex, dua orang yang kini terikat dalam ikatan suci. Bayangan itu terus menghantuinya sejak pagi. Ia tak lagi bisa tidur nyenyak setelah menyadari takdir pernikahan Aini dengan Alex. Ia kembali tak bersemangat melakukan kegiatan apapun. Padahal, hari ini harusnya ia pergi ke kantor. Om Fauzan ingin Dhuha kembali berkarir di perusahaan keluarga mereka. Namun, sejak pulang dari pernikahan Aini, isi kepalanya hanya tentang Aini dan takdir mereka yang tidak berjalan dengan baik. Telepon genggamnya bergetar. Sebuah panggilan masuk, dan nama yang muncul di layar membuat bibirnya sedikit melengkung. Izzam. Dhuha segera mengangkat panggilan itu. Tentu ia senang dengan panggilan dari putranya. “Assalamu’alaikum, Ayah!” suara ceria Izzam menyapa dari seberang telepon.“

    Last Updated : 2024-11-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   144. Kehadiran Marsha

    "Pak Dhuha, ini draf terakhir untuk presentasi laporan pembangunan hotel Surabaya,” kata Marsha dengan suara tenang, sambil menyerahkan tablet ke hadapan pria itu. Matanya yang indah terfokus pada layar, meskipun pikirannya sedikit mengembara.Dhuha, yang duduk di belakang meja besar di ruangannya, mengalihkan pandangannya dari tumpukan dokumen yang sedang ia telaah. Wajahnya tetap serius seperti biasa. “Bagian anggaran sudah diperiksa? Pastikan tidak ada angka yang meleset. Investor kita tidak akan mentoleransi kesalahan sekecil apa pun.”Marsha mengangguk. “Sudah saya pastikan, Pak. Semua data telah saya verifikasi dua kali, bahkan saya konsultasikan juga dengan tim keuangan untuk menghindari kekeliruan.”Dhuha menatap layar tablet yang disodorkan Marsha, jarinya menggulirkan halaman demi halaman dokumen presentasi itu. Tak ada komentar keluar dari mulutnya, hanya sesekali alisnya mengernyit, tanda ia menganalisis dengan cermat. Marsha berdiri di dekat meja, menunggu instruksi lebih

    Last Updated : 2024-11-27
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   145. Kunjungan Rina

    Rina berdiri di depan pagar rumah Aini, mengamati dengan cermat bangunan yang terlihat asri dan nyaman. Suasana sore itu tenang, angin sepoi-sepoi membelai dedaunan di halaman. Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sudah cukup lama ia tak bertemu dengan Aini sejak berhenti bekerja di restoran miliknya karena kebakaran.Hari ini, ia datang untuk menjalin kembali hubungan baik, sekaligus atas permintaan Dhuha. Rina mengetuk pintu pelan. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka, dan wajah ramah Aini muncul di baliknya.“Rina! Lama sekali tidak ketemu!” seru Aini dengan senyum lebar. Wanita itu setengah berlari untuk membuka pintu pagar rumahnya. Aini memeluk mantan karyawannya itu dengan hangat."Maaf baru bisa main ke sini, Bu Aini. Saya kangen," jawab Rina sambil tersenyum malu."Ya ampun, aku kangen sama Santi, sama yang lainnya." Keduanya berpelukan untuk beberapa saat. "Kebetulan banget kamu datang. Masuk, masuk! Kita ngobrol di dalam. Aku lagi enggak ada kerjaan, jadi

    Last Updated : 2024-11-28
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   146. Alex Berubah

    Pagi itu terasa berat bagi Aini. Sejak matahari baru saja terbit, suasana rumah sudah diwarnai dengan tangisan Intan dan penolakan Izzam untuk pergi ke sekolah. Aini berusaha tetap tenang, meski hatinya mulai terasa kacau. Belum lagi drama sang Ibu mertua lupa mematikan kompor saat memanaskan lauk. “Ayo, Izzam, kamu harus sekolah. Kamu tidak sakit, kan? Jadi tidak ada alasan untuk bolos,” bujuk Aini, duduk di pinggir ranjang Izzam. Anak laki-laki berusia delapan tahun itu hanya memalingkan wajah, menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku enggak mau, Bu. Aku capek,” jawab Izzam pelan, tapi tegas.Aini menarik napas dalam, mencoba menahan kesabaran. “Capek? Kamu kan libur kemarin. Ibu yakin kamu baik-baik saja. Nanti di sekolah juga ada teman-temanmu.”“Aku tetap enggak mau,” jawab Izzam keras kepala, tanpa sedikit pun melirik ke arah Aini.Sementara itu, dari ruang tamu terdengar suara tangisan Intan yang semakin keras. Gadis kecil itu menangis sambil memegang botol minumnya yang kosong.

    Last Updated : 2024-11-28
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   147. Aku Bukan Budak, Mas!

    Alex melempar dasi yang sejak tadi melilit lehernya ke atas sofa ruang tamu. Tubuhnya yang letih setelah seharian bekerja di kantor membutuhkan segelas teh hangat dan senyuman lembut istrinya. Namun, hari ini rumah terasa dingin meski pendingin ruangan sudah dimatikan. Tak ada suara langkah Aini menyambutnya, apalagi tawa kecilnya yang biasanya menggema. Biasanya, begitu turun dari mobil, istrinya sudah mengintip dari jendela kamar, lalu tersenyum padanya. "Ini kenapa sepi banget?" gumam Alex, berjalan menuju dapur.Pintu dapur setengah terbuka, dan dari sela-sela celah itu, Alex bisa melihat punggung Aini yang tegak, membelakanginya. Kedua tangan istrinya sibuk merapikan kue-kue yang tampak baru saja selesai dipanggang. Tapi ekspresi di wajahnya—ketika akhirnya Alex mendekat dan melihat dengan jelas—sama sekali bukan ekspresi bahagia."Aini," panggil Alex lembut, mencoba menarik perhatian. Namun, Aini tak menoleh.Dia tahu ada yang salah. Biasanya, Aini akan melompat kecil, mengha

    Last Updated : 2024-11-28
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   148. Terserah Kamu Saja

    “Jadi, konsep pembangunan hotel ini mengutamakan efisiensi energi dan arsitektur berkelanjutan,” ujar Dhuha tegas sambil mengarahkan telunjuknya ke layar proyektor. Di hadapannya, beberapa vendor dari perusahaan konstruksi terkenal menyimak dengan saksama. “Kami ingin memastikan bahwa setiap elemen, mulai dari struktur bangunan hingga sistem pengelolaannya, mendukung prinsip ramah lingkungan.”Seorang pria dari pihak vendor, berkacamata dengan jas abu-abu, mengangkat tangan. “Tuan Dhuha, untuk sistem pengelolaan limbah, apakah Anda sudah memiliki mitra spesifik atau kami yang harus menyediakan rekomendasi?”Dhuha mengangguk pelan. “Kami sudah berdiskusi dengan beberapa pihak, tapi tentu saja, masukan dari Anda akan sangat membantu. Saya ingin hasil akhir yang tidak hanya memuaskan dari segi estetika, tetapi juga fungsional.”Hakim, yang duduk di sisi kanan Dhuha, memperhatikan suasana dengan wajah tenang. Sebagai sepupu sekaligus partner bisnis, ia kerap menjadi penyeimbang ketika D

    Last Updated : 2024-11-29

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   212. I Love You, Istri Orang

    Pagi itu, udara dingin masih terasa menyelimuti kota Bandung. Sisa hujan semalam masih ada. Aroma air hujan yang bertemu tanah, aspal, menimbulkan aroma khasnya. Alex berdiri di depan gedung apartemen Dhuha, matanya menatap pintu masuk dengan keraguan. Dia tahu apa yang dilakukannya mungkin tak akan mudah, tapi ia sudah bulat untuk mencoba sekali lagi. Setelah menarik napas panjang, ia masuk ke dalam lobi dan menaiki lift menuju lantai tempat Aini tinggal.Ayo, Alex, kamu harus tahu Aini tidak bisa dipaksa. Semakin dipaksa, semakin jauh ia pergi. Langkahnya terasa berat ketika ia berdiri di depan pintu. Dia mengetuk perlahan, memastikan suara ketukannya tidak terlalu keras agar tidak menarik perhatian penghuni lain. Ia tahu Dhuha pasti sudah berangkat kerja, sesuai informasi yang ia dapatkan. Ketika pintu terbuka, wajah Aini muncul dari celah pintu. Wanita itu terlihat terkejut, matanya membelalak saat melihat siapa yang berdiri di depannya."Alex? Apa yang kamu lakukan di sini?" t

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   211. Sadar Status

    Suci berdiri mematung di depan tangga, menatap punggung Alex yang memeluk kedua anaknya. Izzam masih menggenggam erat tangan ayahnya, sementara Intan berlari kecil dari dapur untuk bergabung. Mereka tampak seperti sebuah keluarga yang hangat—tanpa dirinya."Papa..." Intan memanggil dengan suara manja sambil mengulurkan tangan kecilnya, meminta digendong. Alex merendah dan meraih tubuh mungil itu, membawanya ke pelukan. Bibirnya tersenyum tipis, meski kelelahan jelas terlukis di wajahnya."Maafkan kalau Papa sering lembur ya." "Iya, Pa, gak papa. Di rumah ada bibik sama tante."Suci mengalihkan pandangannya. Dadanya bergemuruh, marah bercampur sedih. Kata-kata Alex tadi masih menggema di benaknya. Tamu? Aku hanya tamu di rumah ini? Padahal aku yang menjaga anak-anak ini, aku yang memastikan semuanya berjalan seperti semestinya.Ia menggeretakkan gigi. Matanya basah, tapi ia menahan diri untuk tidak menangis di depan Alex. Ia menegakkan bahu, mencoba mempertahankan sisa-sisa martabat y

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   210. Dikurung di Kamar

    Langit Bandung sore itu kelabu, seperti hati yang sedang muram. Hujan turun rintik-rintik, membasahi dedaunan dan jalanan yang masih ramai kendaraan. Udara dingin merayap masuk ke dalam rumah mewah di kawasan Dago, tempat Suci duduk bersandar santai di sofa ruang keluarga. Suara televisi menyala pelan, menayangkan program komedi, tapi perhatiannya setengah saja tertuju ke layar. Di sebelahnya, dua anak kecil, Izzam dan Intan, duduk diam, menikmati cemilan sambil sesekali melirik televisi.Izzam, delapan tahun, mengenakan kaos biru dengan celana pendek. Wajahnya serius, mungkin karena ia tahu bahwa satu gerakan yang salah bisa memancing amarah Suci. Adiknya, Intan, hanya terpaku pada mainan di tangannya, tak banyak bicara.Ini pemandangan yang berbeda dari biasanya. Dua anak itu dulu kerap membuat rumah berantakan—berlarian ke sana kemari, bertengkar, atau berteriak memanggil papa mereka, Alex. Tapi, setelah ancaman serius dari Suci beberapa minggu lalu, semuanya berubah. "Kalau kalia

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   209. Bicara pada Monic

    Dhuha berdiri di balkon apartemennya, pandangannya menembus pemandangan kota Bandung yang mulai dihiasi lampu-lampu malam. Angin dingin berembus lembut, membawa aroma hujan yang tersisa sejak sore tadi. Tapi bukan itu yang memenuhi pikirannya. Melainkan bayangan seorang perempuan, dengan senyum lembut yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar. Aini.Wanita yang dulunya ia tak sudi menyentuhnya, tapi sekarang, dia bisa mati jika berjauhan dengannya. Ada sebuah kalimat petuah bertuliskan, membencilah sewajarnya, karena suatu saat kalian bisa jadi sangat mencintainya. Kini ia tidak tahu kapan tepatnya jatuh cinta lagi kepada mantan istrinya itu. Mungkin sejak pertama kali Aini datang kembali ke kehidupannya, meminta bantuan untuk menyelesaikan perceraian dengan Alex. Atau mungkin sejak mereka mulai berbagi ruang lagi di apartemen ini, saat Dhuha melihat sisi rapuh Aini yang selama ini jarang ia perhatikan. Namun, situasi mereka jauh dari kata sederhana. Aini masih terikat dalam per

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   208. Ai, Aku Boleh Tidur Di sini gak?

    Pagi-pagi sekali, bik Emi sudah sampai di apartemen Dhuha dengan membawa bahan masakan. Semalam Dhuha mengirimkan pesan pada wanita itu agar bisa datang lebih pagi dan membawa bahan masakan. Wanita itu sudah sibuk di dapur, sambil terus melihat ke arah ruang tengah, dimana bosnya sedang tidur pulas. Mendengar suara sedikit berisik di dapur, Dhuha terbangun. "Oh, udah datang, Bik," sapanya. "Sudah, Pak. Bapak tidur di luar? Lagi ada tamu ya?" Dhuha mengangguk "Iya, ada mama dan saudara saya. Makanya kamu semalam saya suruh datang cepat untuk masak. Biar Aini gak usah masak.""Baik, Pak, saya masak kwetiau kuah seafood, nasi goreng, dan ada jus buah. Apa itu cukup, Pak?""Cukup, Bik. Lanjutkan saja pekerjaan kamu." Dhuha berjalan masuk ke kamar mandi yang berada di luar. Ia tidak mau menganggu tidur mamanya dan juga Monic. Suara gemericik air dari wastafel dan aroma tumisan bawang putih memenuhi dapur apartemen Dhuha. Bik Emi sibuk mengaduk wajan sambil memotong sayuran di sampingn

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   207. Biarkan Aku Menyentuhmu

    Tok! Tok! Anton menoleh ke arah pintu kamar yang diketuk dua kali. Siapa lagi kalau bukan Luna. Pria itu menekan layar ponselnya untuk melihat jam. Sudah jam dua belas malam. Di luar hujan dan saat ini baru saja mati lampu. "Anton." Pria itu menghela napas. "Kenapa?""Maaf, apa kamu punya lilin lagi? Lilin di kamar udah mau habis." Anton melirik lilin yang ada di lantai kamar yang juga tinggal kurang lebih lima senti saja. Pria itu akhirnya membuka pintu kamar. "Di dapur gak ada?" Luna menggelengkan kepala. "Ya sudah, tunggu sebentar." Anton berjalan ke dapur, sedangkan Luna masuk ke kamar yang dulu pernah ia tiduri selama empat tahun lamanya. Kamarnya masih sama, ranjangnya juga. Ia bisa melihat keadaan kamar itu dari temaram cahaya lilin. Lalu ia melihat ke arah dinding yang biasanya ada foto pernikahannya, tetapi kini sudah tidak ada. Foto pernikahan di mana posenya seperti singa yang hendak menerkam mangsa. Beda dengan Anton yang tersenyum. "Ngapain kamu di sini?" tanya Anto

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   206. Siapa Suruh Cium Bibirku?

    "Jadi, lo berangkat malam ini ke Surabaya?" Dhuha mengaduk latte-nya dengan malas, matanya mengamati Hakim yang tampak sibuk memeriksa pesan di ponselnya. Kedua sepupu itu ketemu di sebuah kafe dekat dengan kantor Hakim. "Iya, gue udah pesen tiket tadi pagi," jawab Hakim tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. "Resepsi pernikahannya Kinanti kan besok pagi. Gue nggak mungkin datang telat. Mama, papa, sama Amel udah di sana dari jumat karena menyaksikan aksi nikah. Lo beneran gak datang?" "Kayaknya bakal rame, ya. Semua keluarga ngumpul," Dhuha menyesap minumannya."Iya, kalau lagi ada momen nikahan, emang selalu kumpul kan. Mami Maria juga gak datang kayaknya karena masih belum pulih ya?" tanya Hakim. Dhuha pun mengangguk. Ia yang melarang mamanya terbang ke Surabaya karena kondisi kesehatan. "Gue udah transfer langsung ke Kinanti. Dari gue sama mama. Mungkin kalau mama udah enakan, baru ke sana." Hakim pun mengangguk mafhum. "By the way, gimana kabar Amel? Udah lama gue n

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   205. Siapa yang Harus Aku Pilih?

    “Amel, kamu yakin nggak mau mencoba mengenal Levi lebih jauh?” suara Viona terdengar lembut, tapi tetap mendesak.Amel menatap ibunya dengan alis bertaut. Ia baru saja turun ke ruang makan untuk sarapan, tapi Viona sudah memulai lagi topik yang sama. “Ma, aku sudah bilang, aku masih sama Anton. Aku nggak tertarik untuk mengenal siapa pun lagi. Mama tahu kan, aku perempuan yang jarang sekali pacaran dan baru kali ini aku senang sama lelaki dewasa yang bertanggung jawab."Viona menghela napas panjang, menahan diri agar tidak meledak. Fahri yang duduk di sebelahnya ikut menimpali. “Amel, kami hanya ingin yang terbaik buat kamu. Anton itu... ya, kamu tahu sendiri, dia punya banyak masalah. Dia duda dengan satu anak. Kami nggak yakin dia bisa membuatmu bahagia. Apalagi dia duda bercerai, bukan ditinggal meninggal istrinya. Mama dan papa harap, kamu mau memikirkan perkenalan dengan Levi. Just friends, girl!"“Papa, Mama, aku tahu kalian nggak setuju sama hubungan kami,” jawab Amel, suaranya

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   204. Maafkan Aku

    “Mas, Luna masih di sana?” suara Amel terdengar di ujung telepon, nadanya penuh kehati-hatian namun sarat kecurigaan.Anton menghela napas panjang sebelum menjawab, “Iya, Sayang. Luna masih di sini. Tapi, percayalah, dia cuma di sini sampai urusan perceraian kami selesai.”“Tapi kenapa dia harus tinggal di rumahmu? Bukankah itu bisa diselesaikan tanpa harus tinggal bersama?” suara Amel sedikit bergetar. “Aku ini cemburu, Mas. Aku nggak bisa bohong soal itu. Aku takut kalau kalian berdua jadi rujuk. Apalagi, aku harus di Surabaya sampai tiga hari. Ck, ingin banget aku buru-buru pulang, tapi gak bisa. Acara nikahan sodaraku rumit."“Amel, dengarkan aku.” Anton menekankan suaranya, mencoba meyakinkan Amel. “Aku dan Luna sudah selesai. Tidak ada lagi apa-apa di antara kami selain tanggung jawab sebagai orang tua untuk Aris. Dia hanya di sini demi anak kami. Aku mohon, percayalah padaku. Kamu masih gak percaya sama aku?"Namun, jawaban itu tidak sepenuhnya membuat hati Amel tenang. Ia ter

DMCA.com Protection Status