Beranda / Pernikahan / Madu Wasiat Adik Iparku / Bab 4: Madu Semakin di Depan

Share

Bab 4: Madu Semakin di Depan

***

Hari-hari bagai neraka bagiku setelah itu. Mas Rafa terus-terusan berada di sisi Andin apapun yang dia lakukan. 

Aku masih membiarkannya.

Sampai akhirnya sikap Andin benar-benar mengujiku di pagi ini saat kami sedang sarapan. Andin berani menyakiti Naura, putriku. Wanita tak tahu diri itu menyalahkan Naura karena Naura tak sengaja menumpahkan air minum ke bajunya. 

"Anak kurang ajar! Kamu tidak punya mata?" bentaknya hingga membuat aku segera meraih Naura dan menyembunyikannya di belakangku. 

Sungguh, Naura tak sengaja menumpahkannya hingga baju Andin basah. Naura hanya ingin memberikannya pada Andin yang tersedak. Entah pura-pura tersedak demi mendapatkan perhatian Mas Rafa atau bagaimana aku pun tak paham. Namun, sikap baik putriku berimbas menyakiti diri sendiri seperti ini. 

"Andin jangan keterlaluan, Nau tidak sengaja," tegurku masih dengan nada suara yang sederhana. 

Namun, perempuan yang pernah menjadi adik iparku itu tampak tidak terima. Ia menatapku tajam. "Mbak jangan bela anak itu! Dia harus diajari!" bentaknya. 

Aku terperangah mendengarnya. Memangnya Naura harus diajari apa olehnya? Yang harus diajari justru Andin sendiri. Perilakunya semakin hari semakin tak menyenangkan hati. "Kamu ngaca, Ndin! Kamu yang harus diajari karena bersikap kurang ajar begini padaku. Kamu juga keterlaluan sampai memarahi anakku yang mencoba bersikap baik padamu. Jangan mentang-mentang aku diam saja, kamu bisa seenaknya di rumah ini!" Pada akhirnya aku meluapkan emosi yang selama ini kupendam sendiri demi keharmonisan keluarga yang pernah aku impikan. 

Namun, sekarang tidak lagi. Andin perlu ditegur agar tak semena-mena dalam rumah tangga ini. Bagaimanapun juga dia harus tahu bahwa aku istri pertama suaminya. Dan, dia hanya seorang madu yang mendapat belas kasih dariku hingga bisa berada di rumah ini. "Aku sudah sangat bersabar, Andin. Kubiarkan kamu menginjak harga diriku sebagai istri pertama Mas Rafa, tapi tak akan kubiarkan kamu menyakiti putriku. Camkan itu!" tegasku. 

Tiba-tiba saja Andin menangis. Ditinggalkannya piring berisi nasi yang tadi ada di depannya, lalu berlari menghampiri Mas Rafa yang sejak tadi hanya diam membiarkan pertengkaran kami. Dia jiga diam saja saat Andin membentak Naura, putrinya tercinta. 

"Mas, lihat betapa kejamnya sikap Mbak Zahra padaku. Dia benar-benar benci sama aku, Mas," rengek wanita itu. 

"Apa maksudmu, Andin? Kau yang bersalah karena menyakiti Naura," 

"Aku hanya mencoba mengajarinya, Mbak Zahra! Aku tidak menyakitinya. Mbak Zahra terlalu berlebihan." Maduku menimpali. Kepalaku menggeleng mendengar ucapannya itu. Kulirik Mas Rafa yang kini ikut mengabaikan piring berisi nasi di depannya. Suami bersama kami itu tampak menghela napas dengan berat. Ia lantas melabuhkan tatapannya padaku, lalu pada Naura yang ketakutan di belakangku. "Andin benar, dia hanya sedang mengajari Naura, Zahra," ucapnya setelah kembali menatapku. 

Astagfirullah ... Aku tak salah mendengar, kan? Kejadian Andin membentak Naura berada tepat di depan matanya. Namun, lihat lah pembelaan yang dia berikan untuk Andin itu! Kepalaku menggeleng berkali-kali, sedih bercampur kecewa hati ini melihat sikap Mas Rafa yang kian berubah. 

Dulu dia tak pernah sampai seperti ini. Dia yang paling menyayangi Naura. Dia juga masih peduli padaku meski kerap kali mendatangi Andin demi Handri. 

"Mas, tega sekali kamu membenarkan tingkah Andin yang terang-terangan menyakiti hati putrimu," ucapku. 

"Kamu harus berlaku adil pada kami, Mas! Kamu sudah berjanji sebelum menikahi mantan adik iparku ini!" 

"Kalau begini ceritanya sungguh aku menyesal menyetujui permintaan Hendri. Aku ... " 

"Sejak kapan kamu berani membantah ucapanku, Zahra?" potong Mas Rafa. 

Entah sejak kapan emosiku merangkak naik ke atas ubun-ubun. Namun, aku benar-benar marah pada Mas Rafa. Memang benar selama ini aku bersikap lunak padanya. Menjadi istri yang luar biasa sabarnya menghadapi segala kekonyolannya yang selalu membela Andin. 

"Sejak Mas berubah menjadi orang lain!" teriakku tak tahan lagi. "Dulu Mas tidak seperti ini padaku dan Naura. Mas menyayangi kami. Mas perhatian dan penuh kasih sayang. Tapi, sekarang? Kami kehilangan sosok Mas yang penyayang dan perhatian sejak Andin masuk ke rumah ini. Kenapa, Mas?" tanyaku. 

Sempat kulirik Andin yang berada tepat di sebelah Mas Rafa. Bibirnya tersenyum culas. "Lihat Mas dia tersenyum! Senang melihat aku dan Naura seperti ini!" tunjukku pada Andin. Namun, saat Mas Rafa menoleh, senyum culas Andin berganti sendu. Matanya menatap sedih padaku, seolah apa yang aku tuduhkan tidak lah benar. 

Tck! Mas Rafa mendecakan lidahnya. Ia menatap tajam ke arahku. "Keterlaluan kamu Zahra! Andin tidak seperti yang kamu tuduhkan. Dia perempuan baik-baik," bentaknya. 

Aku menggeleng. "Andin tak sebaik itu Mas! Andin jahat dan licik. Dia perempuan kurang ajar yang mencoba merusak rumah tangga kita!" balasku.  

"Zahra! Kamu tidak bosan menuduh istriku terus?" 

Jantung ini seperti ada yang menikam mendengar Mas Rafa berbicara seperti itu, seolah aku juga bukan istrinya. Demi apapun, Andin benar-benar telah mencuci otak Mas Rafa. Dia mengubah Mas Rafa sepenuhnya. 

"Andin, ayo pergi dari sini. Mas sudah tidak selera menyantap makanan ini." 

"Mas!" Aku mencoba menghentikan Mas Rafa yang menarik tangan Andin pergi dari ruang makan. "Jangan begini, Mas. Kita bicarakan semuanya baik-baik! Mas harus adil padaku dan Naura," pintaku. Namun, Mas Rafa tidak peduli. Ia mengabaikan panggilan dan permohonanku. Hal itu sungguh membuatku hancur. 

Selama menikah baru kali ini Mas Rafa memperlakukanku seburuk ini. Dia bahkan tak peduli pada airmataku yang terus mengalir. "Apa dugaanku tentang kalian benar, Mas? Kalian memiliki hubungan spesial sebelum Hendri meninggal." Jujur aku tak suka berburuk sangka. Namun, sikap Mas Rafa yang selalu melindungi Andin seolah menjawab semuanya. 

Mas Rafa selalu membela Andin hingga membuat Andin sebagai madu semakin di depan. Dan, aku istri pertamanya semakin terbelakang. 

.  

Bersambung.  

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Makandolu Effy
kalau jadi perempuan jangan terlalu bodoh mba, kamu bisa bahagia dengan anakmu tanpa suami mu itu...hhh kesel kalau lihat perempuan lemah
goodnovel comment avatar
Aisyah Risti Sholihah
Ah males ah ceritanya masa istri pertamanya kalah terus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status