Aku tahu persis akibat dari perbuatan hari ini, mengambil barang-barang penting di kantor dan perabotan yang sangat dibutuhkan. Meksi kini perabotan itu hanya teronggok di gudang rumahku begitu saja, dia pasti akan datang dan melampiaskan kemarahan, mengumbar emosi."Tapi, beranikah dia datang kembali ke sini setelah kemarin diusir Pak RT dan dibentak dengan kencang?" Aku menggumam sambil memakan anggur di sofa ruang tengah.Akan kutunggu Mas Hamdan sampai siang, apakah dia akan datang atau tidak. Aku benar-benar penasaran apa saja yang akan dia ucapkan dan bagaimana sumpah serapah yang akan meluncur dari mulutnya.Entah kenapa semakin hari esensi rumah tangga ini semakin memudar dan hanya menumpuk-numpuk dosa saja. Lagi pula mengapa sampai sekarang panggilan dari persidangan belum juga datang, aku benar-benar gelisah dan ingin segera berpisah dari Mas Hamdan. Pria itu sungguh membuatku tidak nyaman dan kadang terlintas di hatiku mengapa aku bisa terjebak dengan lelaki itu.Lama kut
"Mas! Hentikan itu dia adalah pria tua yang tidak tahu apa-apa, dia hanya petugas, kenapa kau marah padanya, apa otakmu tidak bisa dipakai untuk berpikir jernih? Allah, kau ini Mas ...." Aku menggumam kesal dan masuk ke dalam rumah."Sini, mau kemana kau?"Dia menarik jilbabku dari belakang dan nyaris saja membuatku terjengkang ke lantai."Apa-apaan ini Mas?""Apa-apaan denganmu, yang di pagi buta datang merampok ke kantorku!""Merampok? hahaha, aku datang mengambil barang-barang yang kubeli dengan penuh harapan baik tentang masa depan kita, daripada mengingatnya membuatku sakit hati lebih baik aku ambil benda-benda itu dan kusimpan di rumah.""Kau pikir aku tidak bisa membeli yang lain?""Jika demikian mengapa kau datang marah padaku pergi ke toko dan belilah barang-barang baru mengapa kau memprotes hak yang menjadi milikku?!" tanyaku berkacak pinggang."Wow, luar biasa ...." Pria itu tertawa dengan sinis, " rupanya kau kehilangan rasa takutmu pada suami sendiri.""Hei, mulut dan sik
Kamu udah menemukan saksi di antara para keluarga yang mayoritas tidak mau mendukung perceraian kami. Kebanyakan dari para tetua dan kerabat tidak setuju dengan ide perpisahan karena mereka merasa bahwa kami adalah pasangan ideal yang seharusnya tidak boleh terpisah atau dipisahkan.Mereka bilang bahwa aku dan Mas Hamdan adalah pasangan yang paling cocok. Dua orang yang saling mencintai dan saling melengkapi juga pernah saling mendukung untuk mencapai kesuksesan dan kehormatan di kampung ini."Mengapa pada akhirnya kalian saling meninggalkan hanya karena wanita lain? Maura hanya selingan, sementara ratu yang sesungguhnya adalah dirimu." Itulah hal yang diucapkan Ibuku tempo hari, tapi tetap saja, posisi ratu yang tidak diinginkan, alias istri yang selalu diabaikan sangat menyakitkan perasaanku. Lagi pula aku menyerah dengan semua kesombongan dan segala tingkah laku gila suamiku.** Pada akhirnya di sinilah aku berdiri di depan pengadilan agama berlantai tiga yang terlihat mewah d
Sore itu, aku kembali ke rumah. Dengan langkah pelan, menyusuri paving, belum pernah bunyi daun kering yang berasal dari pohon mangga di samping garasi berbunyi semenggema ini. Keadaaan hening memgggetarkan hati.Perlahan kubuka pintu yang terbuat dari jati dan kaca itu, kubuka lebar membiarkan angin berebut, menghembuskan hawa dingin dari ruang belakang, ujung jilbabku melayang, hawa itu menusuk hati dan membawa suasana sendu tersendiri.Kududukkan badan di sofa besar ruang tamu, lalu memindai sekitar rumah dengan tatapan kosong netraku. Di dinding sebelah kanan foto keluarga kami masih terpampang indah, dengan baju seragam dan senyum bahagia, kami terlihat harmonis layaknya keluarga utuh yang tidak akan terpisahkan."Mas Hamdan ... aku tak menyangka bahwa kau yang merusak keluarga kita," bisikku dengan suara yang tercekat di tenggorokan.Air mataku kembali meleleh, meresapi keheningan dan status baru sebagai janda Hamdan. Ya, aku sangat benci dengan sebutan itu, tapi kenyataannya
Malam harinya sekitar pukul setengah sepuluh, setelah kupastikan anak-anak makan dengan baik lalu mengantar mereka ke kamar tidur. Aku kemudian beralih ke pintu depan untuk menguncinya.Namun, baru saja aku anak mengunci pintu juga tubuh seseorang itu lalu mendorongnya dengan keras, sesosok tubuh mencekal tanganku dengan keras, rambutku yang panjang sepunggung terurai menutupi wajah karena tertiup angin kencang oleh sebab sebentar lagi akan hujan.Kebetulan karena aku tidak menyalakan lampu utama, hanya lampu remang-remang di pinggir dinding dinding, membuatku sulit memindai siapa yang datang."Lepaskan aku!" Aku mengenali aroma parfum yang akulah sendiri memilihkan yang untuknya."Kenapa lepaskan, kau masih istriku!""Putusan pengadilan sudah usai," ucapku. Tiba-tiba dia mengunci tangan ini ke bagian belakang punggung, lalu memutar tubuhku hingga posisinya, aku terkunci di dalam pelukan Hamdan."Lepaskan ... aku tidak mau ada keributan karena anak-anak baru saja kutenangkan perasa
Aku terkesiap, tanganku refleks menutup mulut dengan terkejut, tubuhku gemetar dan tungkaiku seakan kehilangan tulangnya. Aku gemetar, tubuhku bergetar hebat, menyaksikan ayah anakkku terkapar begitu saja di ubin ruang tamu."Raihan ....""Aku tidak bisa membiarkan Ayah memperlakukan Ibu seperti itu," jauhkan aku dengan nada yang tidak kalah bergetar pula sepertinya ini adalah pertama kalinya dia melakukan kekerasan dalam hidupnya."Pergilah ke kamar dan bersikaplah seolah tidak tahu apa-apa," ucapku merampas piala dari tangannya."Apa yang ibu lakukan dengan itu.""Aku akan membersihkannya lalu mengaku kepada semua orang bahwa akulah yang memukul Mas Hamdan," jawabku parau."Tapi ibu tidak bersalah," balas Raihan dengan gelengan kepala."Tahukah kamu apa yang akan terjadi jika semua orang tahu kamu yang sudah memukul ayahmu? bukan hanya masuk penjara, tapi reputasimu akan hancur, sekolah akan mengeluarkanmu dan semua orang akan mencibir bahwa kau adalah anak yang durhaka.""Aku tida
Kutepikan mobil tempat di depan ruko usaha Mas Hamdan, waktu telah menunjukkan pukul 12:15 malam sementara suasana sudah sangat sepi sekali, hanya sesekali lolongan anjing dan juga suara kendaraan dari kejauhan.Ting ....Kupencet bel, berharap wanita itu akan segera bangun dan menyadari bahwa ada orang yang sedang menunggunya di bawah."Maura ... assalamualaikum ...," panggilku."Maura ...." Berkali-kali kuulang panggilan namun itu tidak kunjung memberikan jawaban."Ya Allah wanita ini benar-benar manja, malas dan menyusahkan," gumamku sambil menggedor roliing door dan pintu terali samping."Iya, iya ... siapa sih," jawab suara dari atas sana, kedengarannya wanita itu menggerutu, lalu tak lama kemudian terdengar langkah kakinya menuruni tangga."Ini aku," jawabku mendecak kecil."Oh, kamu Mbak?"Perlahan suara kunci diputar dan tak lama kemudian pintu pun terbuka, tapi sayang, tidak dibuka dengan sempurna, rupanya wanita itu nampak sangat berhati-hati dengan kehadiranku di tempatny
"Sungguhkah?" Nampaknya wanita itu sangat syok, saking syoknya, dia bahkan tak menemukan kata kata, nada bicaranya nyaris tidak terdengar, mungkin tertahan di tenggorokan."Tanyakan padanya, bukankah dia ada di sampingmu?""Benar Mas! Benarkah itu Mas!" Wanita itu mengguncang bahu Mas Hamdan."Ayo katakan yang sebenarnya Mas Hamdan, bukankah itulah kenyataannya, bahwa kau dengan segala kebengisanmu ingin memperkosaku?""Ayo katakan Mas, katakan ....!" Mas Hamdan dengan airmata berderai, rasa-rasanya wanita itu tidak terima jika suaminya meniduri wanita lain."Tidak Maura, itu hanya ....""Jangan bohong Mas, jangan berdusta, katanya kamu tidak akan menyentuh Mbak Aisyah atau membagi perasaanmu dengan wanita itu lagi. Apa kabar dengan semua sumpah dan janji itu? apa itu hanya cara untuk merayuku?!""Apakah kau merasa tersakiti ketika perhatian dan cinta Mas Hamdan terbagi, apa kau sekarang merasakan apa yang dulu kurasakan, hmm?"Wanita itu tertegun, sontak terdiam, tidak berani menja