Share

Bab 83

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 17:46:44

“Apa kamu tahu apa yang terjadi dengan mas Pandu?”

Seseorang yang di ujung sana terdiam sebentar sebelum menjawab dengan ketus. “Kamu kira aku baby sisternya!”

Alisya meringis mendengar komentar pedas Pram, salahnya memang sudah tahu laki-laki itu tidak menyukai suaminya tapi dia tetap bertanya.

Ini sudah jam sembilan malam saat Pram menghubunginya dan bertanya ini itu, semula Alisya juga enggan bertanya, akan tetapi rasa penasaranlah yang mengalahkan segalanya.

“Aku hanya bertanya jangan marah.”

“Kamu itu labil, sudah memutuskan pergi tapi tetap saja memikirkannya.”

Alisya hanya menghela napas panjang menghadapi kemarahan Pram. Dia juga tahu kalau kesannya tak teguh pendirian, tapi bagaimana lagi mendengar Pandu dalam kesulitan dia merasa tak tenang.

“Katakan padaku, apa setiap malam kamu masih begitu bodoh menangisinya?” tanpa sadar Alisya mendengus mendengar kalimat Pram, dia memang masih melakukannya, katakanlah dia memang bodoh, tapi dia berusaha keras untuk tidak melakukan hal i
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Aisya Laduni
benar,klo pandu suruh gantiin yang yg dia berikan,suruh juga balikin kakinya yg normal sblm dia tabrak.emang penulisnya sj yg bertele2.gedeg sama novel ini muter2 mulu dari halaman pertama
goodnovel comment avatar
Yos Rosita
terlalu ber-tele2 ceritanya...gugat cerai n selesai dg pandu dan jalani kehidupan kedepannya dg anak2 mu alisa
goodnovel comment avatar
Aisyah Rajab
Sok berutang budi pada pandu...kan uang untuk pengobatan ibumu sdh kau kembalikan...sok baik padahal niatnya gak tulus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 84

    Jawaban tentang keadaan Pandu datang di suatu siang yang terik. “Mbak Alisya ada tamu untuk mbak di lantai satu.”  Suara resepsionis lantai bawah terdengar begitu Alisya mengangkat telepon di mejanya. “Tamu siapa?” tanya Alisya yang merasa tidak mempunyai janji dengan siapapun. “Beliau bilang mertua mbak.” Alisya langsung menggertakkan giginya, dia memang tak pergi jauh dari kota ini. dan tidak berniat bersembunyi juga karena dia yakin itu akan percuma saja. Akan tetapi bukan berarti keluarga Pandu bisa seenaknya merecokinya. “Bagaimana mbak?” tanya sang resepsionist lagi yang memecahkan balon lamunan Alisya. “Baiklah saya akan menemui beliau,” jawab Alisya yakin. Ruang tamu di lantai satu cukup tertutup, setidaknya tempat itu ada di lorong yang jarang dilewati orang, jadi Alisya tidak perlu khawatir kalau mertuanya itu kembali mencaci dan menghinanya, setidaknya hal itu tidak terdengar orang lain. “Mau

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 85

    “Kenapa kamu tidak memakai mobil hadiah dariku?” tanya Pram saat Alisya baru saja turun dari taksi. “Hadiah itu terlalu mahal, lagian kamu tahu sendiri aku tidak bisa menyetir.” “Kamu butuh sopir?.” Alisya langsung berkacak pinggang dengan mata melotot pada sahabatnya yang bukannya takut malah menatapnya dengan malas. Dengan perut buncit dan kaki yang belum sepenuhnya sembuh benar wanita itu terlihat lucu. Saat ini mereka memang bertemu di sebuah cafe, Alisya sengaja meminta Pram bertemu di sini saja, tak usah datang ke rumahnya, bukannya dia tidak tahu terima kasih, tapi Alisya tidak ingin mendengar kalimat macam-macam dari tetangganya. Hal yang membuat Pram langsung mebego-begokan Alisya karena menolak tinggal di apartemen atau perumahan mewah yang dia tawarkan. “Kamu tahu bukan aku sedang berhemat, jadi jangan ajari aku boros,” omel Alisya. “Memangnya naik taksi kemana-mana tidak boros.” “Kamu maunya aku jalan kaki!” Pram tahu perdebatan mereka tidak akan menemukan titik t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 86

    Pertemuan ini mengingatkan Alisya pada percakapan dengan ayah mertuanya kemarin. Dua kubu yang sama-sama kuat saling berhadapan. “Semuanya jauh lebih melelahkan dari yang saya kira,” komentar Alisya setelah mendengar cerita yang disampaikan ayah mertuanya. Alisya pikir dengan dia tidak akan buka mulut semuanya akan baik-baik saja. Pandu bisa melanjutkan hidupnya dengan bahagia bersama Sekar dan Alisya juga akan punya kehidupan sendiri. Mereka tak akan lagi bersinggungan, meski suatu hari bertemu Pandu, Alisya berharap perasaannya sudah tawar dan bisa menyapa laki-laki itu seperti pada teman, meski itu terdengar sangat mustahil karena ada ikatan yang sangat kuat yang masih tertinggal meski mereka sudah berpisah. Akan tetapi Alisya yakin itu bukan masalah besar, dia akan mencoba menjelaskan pada anak-anaknya kelak.“Uang dan kekuasan bisa membuat seseorang menjadi serakah dan menghalalkan segela cara, Nak.” Alisya ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 87

    “Haruskah kamu melakukan itu di depan Sekar, dia sedang sangat sensitif karena kehamilannya.” Ada yang menggores hati Alisya saat mendengar teguran itu, tidak bisakah laki-laki ini memikirkan juga perasaanya, sekali saja. “Duduklah, Mas,” kata Alisya mengabaikan perkataan Pandu tadi. Wanita itu sudah duduk dengan tenang di sebuah ruang tunggu yang telah sepi. Sengaja dia memang melakukannya, karena pembicaraan ini akan sangat sensitif di dengar orang lain. Laki-laki itu menengok ke belakang sebentar, mungkin khawatir Sekar akan mencarinya, Alisya hanya tersenyum masam melihat semua itu. “Aku hanya butuh waktumu lima menit tidak lebih,” kata Alisya tegas menghentikan gerakan Pandu dan segera duduk di sampingnya tapi sengaja Alisya sedikit menjauh yang menimbulkan kernyitan tak suka di wajah Pandu tapi Alisya sama sekali tak peduli. “Ada apa, setelah pergi dengan laki-laki lain kamu-“ “Ini soal janji yang pernah aku katakan,” Alisya sama sekali tidak ingin mendengar semua omong k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 88

    “Aku lapar kita makan dulu,” kata Pram dengan jutek. Alisya hanya melongo saat mobil tiba-tiba berhenti di sebuah  rumah makan dengan berbagai menu ikan bakar yang bahkan bau harumnya tercium sampai ke tempat parkir. “Dan kamu yang traktir,” kata Pram sambil membuka pintu mobil dan membantu Alisya turun. “Baiklah... baiklah... kasihan banget anak orang dari tadi sudah kelaparan,” ejek Alisya. Pram hanya menatap malas Alisya yang berjalan pelan masuk ke dalam rumah makan, dan...“Aduh!” Untung Pram yang ada di belakangnya langsung menangkap tubuh Alisya yang sekarang jauh lebih berisi karena kehamilannya.“Hati-hati, sepertinya tadi aku yang lapar malah kamu yang buru-buru,” kata Pram merangkul bahu Alisya yang oleng dan sedikit menariknya supaya seimbang.Ada kerikil kecil yang tiba-tiba mampir di sepatu yang Alisya gunakan, dan membuat keseimbangan tubuhnya terganggu. “Aku juga lapar ternyata,” k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 89

    Alisya yakin ini adalah jalan keluar yang dia tunggu-tunggu.“Ibu yakin masih menyimpannya?” tanya Alisya dengan antusias, wanita itu sampai tanpa sadar berpindah tempat duduk dengan cepat dan mengabaikan peringatan Pram untuk berhati-hati karena sedang mengandung. “Iya, ibu ingat sekali menyimpannya di gudang.” Wanita itu terdiam lalu menatap Alisya dengan seksama dan pandangannya jatuh ke perut Alisya yang sudah sedikit terlihat. “Jadi kalian akhirnya menikah dan sekarang kamu sedang hamil.” Senyum lebar menghiasi wajah keriput wanita di depannya itu. “Pram bukan suami saya kami masih berteman seperti dulu,” kata Alisya meluruskan. “Oh maaf ibu kira kalian...” “Tuhkan Lis, banyak orang yang ngira kita pasangan, bagaimana kalau kita menikah saja dan lupakan suamimu,” kata Pram dengan wajah polos seolah ucapannya hanya ajakan untuk makan pecel di pagi hari. Alisya menatap Pram dengan sengit. Andai tidak ada mantan ibu kosnya di depan mereka Alisya akan dengan senang hati menabok

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 90

    “Kamu yakin punya bukti yang bisa membantu suamimu?” Ini seperti pedang bermata dua untuk Alisya. Tapi dia yakin akan melakukannya, dia hanya berharap ayah mertuanya dan Pandu cukup bijak untuk tidak memperpanjang masalah dokumen yang dia bawa pulang, karena Alisya tahu bagaimana pengaruh  mereka apalagi untuk perusahaan kecil tempat dia bekerja sekarang. Alisya butuh pekerjaan ini. “Setidaknya saya pikir begitu,” kata Alisya pada seseorang di ujung sana. “Baikah aku akan memintanya menemuimu.” Alisya menggeleng tak setuju, dia tidak ingin bertemu Pandu lagi dan merasakan sakit hati oleh penolakan laki-laki itu, tapi dia harus punya alasan untuk tidak bertemu. “Saya... ingin bicara dengan papa dulu, apa bisa? Saya akan ke kantor papa,” kata Alisya setelah terdiam sejenak. “Apa ada masalah?” “Oh bukan saya hanya perlu melakukan konfirmasi tentang keadaan waktu itu, bagaimanapun itu sudah lama terjadi saya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 91

    “Kamu menghindariku?” Alisya menghentikan langkahnya dan mengerutkan kening, dia menahan pintu lift, tapi Pandu menariknya masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga, tempat kantin berada. “Aku mau ke lantai satu,” kata Alisya yang sudah menekan angka satu, tapi lift sudah naik ke atas, dia harus ikut naik sebelum nanti turun di lantai satu. “Kamu belum menjawab pertanyaanku,” tuntut Pandu. Alisya menghela napas, apa terlihat jelas kalau dia memang tidak ingin berdekatan dengan suaminya ini, tapi bukankah Pandu sendiri enggan untuk dekat dengannya. “Aku harus buru-buru kembali ke kantor, jam istirahatku terbatas.” Ini alasan paling masuk akal yang bisa Alisya pikirkan untuk saat ini. “Apa kamu harus bekerja sekeras ini?” tanya Pandu dengan nada lelah membuat Alisya yang tadinya mendongak menatap laki-laki itu. “Mas tahu aku tidak punya siapapun untuk diandalkan,” kata Alisya sambil tersenyum tipis “Jika aku tidak bekerja aku makan apa.” Dia sama sekali tidak b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 259

    Sesiang ini Alisya masih santai nonton televisi di kamarnya dan Pandu. "Kamu nggak kerja?" tanya Pandu yang baru saja keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu menatap jam di dinding lalu pada sang istri lagi yang masih sibuk memencet-mencet remote televisi dengan gemas. "Sayang," panggil Pandu lagi mungkin saja kan istrinya itu tidak mendengar pertanyaannya tadi karena sibuk dengan televisinya. "Mas kok ngusir sih," jawab Alisya menbuat laki-laki itu sedikit terkejut, padahal sebelum dia masuk kamar mandi istrinya masih baik-baik saja, tapi sekarang berubah seperti singa."Kok ngusir sih. Kan mas tanya," jawab Pandu lembut. Pandu sudah pernah bersama Sekar selama hampir sepuluh tahun, dia tahu kalau Sekar bukan orang yang mudah berkompromi meski dengan dirinya yang saat itu berstatus pacarnya. Sekar egois dan mau menang sendiri membuat Pandu harus banyak mengalah karena dia sangat berharap kalau Sekar adalah satu-satunya wanita dalam hidupnya sampai maut memisahkan mereka. Saat it

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 258

    Sejak ayah dan ibunya meninggal Alisya sering merasa sendiri tapi sekarang dia tidak merasa begitu lagi terutama setelah bertemu wanita paruh baya baik hati yang sekarang sedang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Oalah, Nduk. Kamu baik-baik saja kan?" Bulek Par langsung memeluk Alisya dengan erat wanita itu bahkan membolak-balik tubuh Alisya untuk memastikan wanita muda di depannya ini baik-baik saja. Alisya tersenyum, hatinya menjadi gerimis bukan karena peristiwa yang  baru saja menimpanya tapi karena wanita paruh baya di depannya ini yang begitu tulus mengkawatirkannya seperti seorang ibu.Sejak ibunya meninggal Alisya pikir dia tidak akan lagi mendapatkan pelukan sehangat ini lagi, tanpa sadar air matanya menggenang, dia bahkan tak peduli, suami, anak juga para pegawai di rumah ini melihat semuanya, dia hanya ingin menikmati sekali lagi pelukan hangat seorang ibu yang begitu sangat dia rindukan. 

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 257

    Dua hari di rawat di rumah sakit kondisi Pandu sudah mulai membaik, dia sudah bisa tidur dengan telentang dan menggendong Bisma, meski masih selalu manja pada Alisya mengalahkan putranya. "Mau kita apakan bunga sebanyak ini, mas," kata Alisya dengan pandangan putus asa pada deretan bunga yang memenuhi ruang rawat Pandu. Alisya bukan orang romantis, sejak kecil dia terbiasa berhemat dan hanya membeli apa yang memang penting saja untuk dibeli dan tentu saja bunga bukan item yang akan dia beli apalagi jika tujuannya hanya untuk pajangan saja. Lagi pula dia tidak terlalu suka bunga, satu-satunya bunga yang dia suka adalah bunga deposito. Ayah mertuanya yang menempatkan penjaga di luar untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan membuat rekan dan juga kerabat Pandu tidak bisa bebas menjenguk, jadi mereka hanya mengirimkan ucapan semoga lekas sembuh dengan bunga beraneka ragam, membuat ruangan ini berubah menjadi toko bunga. "Buang saja," kata Pandu gampang. Alisya m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 256

    Ini adalah mimpinya sejak dulu. Dia akan menjadi orang nomer satu di kota ini, dia sangat yakin meski pemilihan belum berlangsung. Kekuatan nama besar keluarganya juga koneksi yang dia miliki tentu akan membuatnya bisa melenggang dengan tenang menduduki posisi itu. Sayang... Dia tidak memperhatikan satu kerikil kecil yang membuatnya tergelincir seperti ini. Tidak... Dia belum kalah, dia akan membuktikan kalau dia tidak bersalah dalam hal ini, dia akan menemui laki-laki tua itu, kalau perlu dia akan bersujud di kakinya untuk mendapatkan fasilitas dan dukungannya. Sudah saatnya bukan dia mendapatkan apa yang menjadi haknya selama ini, dia sudah banyak mengalah sejak usianya remaja. Panji yang diberi hak istimewa baik pendidikan bahkan kedudukan dalam keluarga, seharusnya pewaris adalah anak pertama, tidak peduli dia laki-laki atau perempuan, laki-laki tua kolot itu pasti akan menyesali keputusannya ini. Dia pasti akan membuatnya membuka mata dan melihat kenyataan yang sebenarny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 255

    "Kenapa mas ngomong seram begitu." "Mas akan meminta beberapa orang untuk mengawalmu mulai sekarang." "Untuk apa?""Tentu saja untuk berjaga-jaga, apalagi Silvia pasti lebih nekad sekarang tadi saja dia berani datang kemari." Alisya terdiam dia menatap suaminya dalam, entah bagaimana reaksi Pandu mendengar berita kematian Silvia."Silvia tak akan bisa mencelakakan siapapun lagi, karena dia sudah meninggal," kata Alisya pelan tanpa memalingkan muka dari sang suami."Oh?" "Kenapa?" "Mas tidak penasaran kenapa dia bisa meninggal?" Pandu menghela napas panjang lalu menatap sang istri sambil tersenyum. "Dia bukan orang yang penting untukku, jadi tidak penting juga apa yang terjadi padanya," katanya ringan. "Mas yakin tidak punya perasaan lebih padanya, rasa simpati atau bela sungkawa seperti itu bagaimanapun kalian sudah lama saling kenal?" Alisya tahu pertanyaannya ini sangat konyol, dia bukan ingin meyakiti diri dengan mendengar suaminya perduli pada wanita lain sih, bukan sepert

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 254

    Rasanya seperti sedang menikmati pemandangan indah di puncak gunung tiba-tiba didorong ke dasar jurang.Itulah yang Alisya rasakan sekarang.Seharusnya Alisya tidak menaruh harap, apalagi pada manusia Agar dia selalu terlindung dari rasa kecewa. Tapi apa boleh dikata nasi sudah menjadi bubur tak akan bisa kembali lagi. "Silvia." Nama itu seperti penyakit yang menggerogotinya. Orangnya memang sudah meninggal tapi masih mampu memberikan rasa sakit untuknya. Kemarin saat melihat suaminya berlumuran darah Alisya bahkan tak mampu untuk mengeluarkan air mata, dia terlalu terkejut dengan ini semua, sangat berharap kalau sang suami segera bangun tapi begitu harapannya terkabul kenapa rasanya begitu sakit saat mendengar sang suami menyebut nama itu.Andaikan bisa Alisya ingin menghapus ingatan sang suami pada nama itu, sayangnya itu tak mungkin dia lakukan.Bersamaan dengan bibi yang datang bersama dokter jaga, kaki Alisya melangkah mundur, dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Bahkan

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 253

    Alisya menghela napas lelah, dia menatap dua orang polisi di depannya dengan seksama. "Saya tidak tahu apa Silvia kecelakaan atau ada orang yang sengaja mensabotase mobilnya," kata Alisya tegas entah untuk yang ke berapa kalinya.Entah bukti apa yang sudah didapat oleh para polisi ini sampai mereka mencerca Alisya dengan berbagai pertanyaan yang nyudutkan, padahal bisa dibilang dia adalah korban dari keegoisan Silvia, meski wanita itu sudah meninggal sekarang, tapi sejak tadi tak ada pertanyaan kenapa suaminya bisa berakhir di rumah sakit seperti ini. "Apa ibu yakin tidak tahu akan hal itu?" tanya sang polisi lagi. Alisya tahu sih mereka hanya melakukan pekekerjaan mereka, tapi kok dia jadi kesal ya, kenapa seolah dia yang dijadikan tersangka, sedikit sesal di hati Alisya karena tidak menuruti saran bibi untuk menghubungi ayah mertuanya dan mendapatkan bantuan pengacara.Alisya pikir dia hanya perlu menceritakan kronologi kejadiannya saja, tapi ternyata... "Saat Silvia melajukan m

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 252

    "Dasar pembawa sial!" Teriakan itu langsung menggema di ruang vip tempat Pandu dirawat saat Alisya baru saja membuka pintu. Dia tidak menyangka ada orang yang cukup gila berteriak di rumah sakit seperti ini, meski ruangan ini agak terpisah dengan ruangan lain tapi teriakan keras itu bahkan bisa membangunkan orang mati. Alisya menoleh ke belakang, dia sedikit berharap Pandu terganggu dengan teriakan itu dan membuka mata, dia tidak keberatan dimaki atau diomeli asal suaminya bisa bangun lagi, tapi nyatanya Pandu masih tetap anteng dalam tidurnya. "Jangan berisik tante ini rumah sakit," tegur Alisya pelan. Alisya pasti sudah gila kalau berpikir wanita di depannya ini akan menurut dengan kalimatnya, sang tante langsung meringsek masuk dan menatap Pandu dengan tatapan... Kesal. Sungguh manusia ajaib memang. "Semua ini gara-gara kamu, kalau kamu mau menerima Silvia semuanya tidak akan seperti ini!" "Ini tempat umum, anda pasti tahu apa yang akan terjadi jika saya memanggil satp

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 251

    Jika diberi pilihan hidup sekali lagi apa orang-orang itu akan memilih pilihan yang berbeda atau masih keras kepala kalau pilihannya sudah tepat. Meski pilihan itu mengorbankan orang lain atau bahkan dirinya sendiri?"Seharusnya saya tadi tidak bicara dengannya," kata Alisya lirih penuh penyesalan. Sungguh Alisya menyesal dengan apa yang terjadi pagi ini, wanita itu menunduk dengan kedua tangan saling menggenggam erat. Saat ini dia ada di ruang tunggu ruang perawatan Pandu, bersama sang ibu mertua tentu saja karena ayah mertuanya harus mengurus insiden yang terjadi pagi ini. "Seharusnya memang begitu." Alisya langsung mendongak mendengar suara dingin ibu mertuanya, suara yang sejak kemarin tidak dia dengar lagi. "Kamu memang bodoh, bukankah aku sudah bilang untuk menjauhinya tapi kamu sok baik dengan meladeninya bicara." Kalimat itu memang menyakitkan tapi Alisya tak bisa menyangkal kebenaran kalimat itu. "Maaf." Hanya itu yang bisa dia katakan, andaikan waktu bisa diputar lag

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status