"Belum selesai?" Jenifer menyembulkan kepalanya dari balik pintu ketika baru saja menerima pesan dari Edward untuk menyusulnya di kantor pusat Williams corp. "Tunggu sebentar, tinggal sedikit lagi." Edward masih sibuk membaca setumpuk dokumen yang ada di meja kerjanya. "Santai saja Ed, aku akan menunggumu." Jenifer memijit lembut pelipisnya Edward. "Jangan tergesa-gesa, teliti dulu dengan baik baru kau tanda tangani." "Terimakasih, sayang." Edward mengelus punggung tangan Jenifer lalu melanjutkan kembali untuk membaca beberapa dokumen yang ada di hadapannya. Setelah kurang lebih setengah jam, Edward sudah menyelesaikan semua pekerjaanya. Ia tersenyum ketika melihat Jenifer yang sedang tertidur pulas di atas sofa. Edward berjalan mendekati Jenifer lalu menundukkan kepalanya. Edward mencium singkat bibir Jenifer yang setengah terbuka. "Engkhhhhh Ed, sudah selesai?" Dengan mata yang setengah menyipit Je
"Ed, sudah siang, kau harus ke kantor." Edward masih memeluk erat Jenifer sambil memejamkan matanya. "Aku tidak ingin ke kantor hari ini." "Baiklah, sebaiknya kau tidur lagi, aku ingin cuci muka lalu membuat sarapan untukmu." "Jangan sayang, temani aku tidur, sebentar saja." "Hmmm kau ini, seperti anak kecil yang merengek kepada ibunya." "Nyatanya, aku seperti anakmu, sayang, semalaman kau menyusuiku." Edward mulai meraba payudàra Jenifer dari balik piyamanya. "Mulai lagi." Jenifer bangkit meninggalkan Edward yang mulai melancarkan aksi mésumnya. "Jeny sayang." Edward menyusul Jenifer lalu memeluknya dari belakang. "Kenapa Ed, bukankah tadi kau bilang, ingin tidur lagi, hum?" "Aku ingin tidur ditemani olehmu, sayang." Edward mulai mengendus tengkuk Jenifer dari belakang. Jenifer yang sedang menggosok giginya hanya bisa menah
"Mantan?" Edward menoleh kepada Cecil. "Ya, dia mantan dari suamiku." Cecil tersenyum mengejek. "Jen, dia mantan kamu?" "Permisi, aku lelah, aku ingin pulang." Jenifer berlari keluar dari pesta disusul oleh Edward. "Jen, Jeny, tunggu." Edward mengejar Jenifer yang lari menjauhinya. "Sayang, ada apa denganmu, hum?" Edward memeluk Jenifer dari belakang setelah berhasil mengejarnya. "Aku ingin pulang, Ed. Pleaseee." Mata Jenifer mulai berkaca- kaca. "Baiklah, aku juga ingin pulang." Edward menggenggam erat tangan Jenifer. "Ayo kita pulang." Edward membuka pintu mobil untuk Jenifer. "Aku ingin pulang ke apartemenku." "Hah?" Edward terkejut dengan permintaan Jenifer, biasanya Jenifer selalu mengikuti Edward, yang memintanya untuk tidur di apartemennya. "Oke, ayo kita pulang ke apartemenmu." Edward menyetujui permintaan Jen
Texas, tujuh tahun lalu. "Saudara Anthony Gonzalez, bersediakah kamu, menjadikan saudari Jenifer Watson sebagai istrimu untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan." "Ya, saya bersedia." "Saudari Jenifer Watson-------------" "Ya, saya bersedia." "May the groom to kiss the bride." Suara riuh tepuk tangan, menggema di gereja. Pesta pernikahan telah berakhir, Jenifer dan Anthony adalah teman bermain sejak kecil, mereka hidup bertetangga. Kedua belah pihak orang tua mereka bersahabat baik dan sangat dekat. Jenifer sudah menyukai Anthony sejak kecil, Anthony dengan garis keturunan dari Spanyol tumbuh menjadi pemuda yang tampan, rambut hitam legam, rahang yang tegas, m
21+!!! Sudah satu minggu, sejak pertemuan dengan Anthony di pesta, Jenifer menjadi pribadi yang pendiam dan murung, bahkan ia mulai jarang mengunjungi Edward di jam istirahatnya, biasanya ia rajin berkunjung terutama ketika jadwal Edward sangat padat, ia akan datang membawa makan siang dan kopi kesukaanya Edward. Jenifer akan memberikan perhatian kecil seperti memijat kepala atau menerima tuntutan Edward untuk bermanja-manja di sela jam istirahat. Edward butuh mendinginkan otaknya di kala ia benar-benar sibuk. Ia adalah orang yang workaholic dan sangat disiplin dalam bekerja. Selama ia mengenal Jenifer, Jenifer'lah tempat merefresh pikirannya. Edward mendesah kesal karena Jenifer tidak kunjung datang atau menelpon duluan, menanyakan khabarnya. Ketika jam kantor usaipun Edward bertambah kesal karena Jenifer selalu termenung ketika ia menjemputnya, terlebih lagi bagaimana ia bisa bermanja tidur di pangkuaanya jika mood Jenif
21+!!! Edward membaringkan Jenifer di atas ranjang, ia melumat bibir Jenifer dengan lembut. Bibirnya turun, menyusuri dagu Jenifer, bagaikan seorang vampir, Edward menghisap leher Jenifer meninggalkan beberapa tanda kissmark. "Engkhhhh." Lenguhan keluar dari bibir Jenifer ketika Edward mulai mengulum pucuk dada Jenifer, bulatan yang berwarna soft pink itu Edward mainkan dengan bibir dan lidahnya, sebelah tangannya tidak tinggal diam, meremas dan memijat buah dada yang ukurannya sangat di sukai oleh sebagian besar laki-laki. "Edddd." Jenifer memekik saat Edward sedikit menggigit pucuk dadanya. Edward hanya terkekeh pelan, melihat Jenifer memejamkan matanya dengan mulut yang terbuka. Puas bermain-main dengan kedua benda kenyal tersebut, Edward menggerakkan bibirnya mencium perut J
"Sini." Edward melambaikan tangan kepada Jenifer, menepuk sofa panjang yang sedang di dudukinya.Mereka benar-benar dimanjakan oleh pelayanan hotel. Pantas saja di sebut presidental suit, segala di dalam kamar ini terlihat sempurna dan sangat memanjakan penghuninya, bagaikan seorang raja.Jenifer melihat Edward hanya mengenakan kimono handuk, bulu- bulu di dagunya yang tidak di cukur terlihat manly, rambut coklatnya masih setengah basah. Edward tersenyum manis kepada Jenifer, setiap detik, rasa cinta Jenifer kepadanya semakin bertambah dalam. Edward tidak hanya tampan, sikap manisnya tidak pernah ia dapatkan dari Anthony maupun Gustav, dua mantan yang menyebalkan, memandang rendah dirinya karena berat badan berlebih. Kebalikan dari sikap Edward yang selalu menyanjungnya, bahkan Edward sangat memanjakannya dengan menyentuhnya tanpa rasa ji
"Ka, kamu janda?" Edward memastikan tidak salah dengar. Jenifer mengangguk. "Ya, statusku janda." Edward memeluk Jenifer erat. "Kau tidak masalah?" "Apa lah arti sebuah status, yang terpenting, kita saling mencintai, jangan berpikir untuk berpisah, ingat itu. "Edward menegaskan. "Terima kasih, Ed. Kau sudah mau menerimaku yang sudah-----" "Aku yang seharusnya, berterima kasih padamu." Jenifer menatap Edward. "Di bandingkan dirimu, aku lebih itu." Edward menyugar rambutnya. "Sudah berapa banyak wanita yang ku kencani dan ken