"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
"Pagi, Sam? "Edward menyapa sekretarisnya Samantha yang tengah sibuk menyusun dokumen untuk di periksa Edward."Pagi, Pak, Bapak mau minum apa?""Coffe please." Sudah menjadi kebiasaan Edward untuk sarapan di kantor. Ia malas untuk sarapan sendirian di apartemennya. Sudah dua tahun Edward tinggal di apartemen berpisah dengan orang tuanya. Dia bosan mendengar omelan Mommynya karena pulang dalam keadaan mabuk ataupun tidak pulang semalaman sehabis kencan."Kopi yang seperti biasa, Pak?""Kopi yang seperti kemarin, Sam, rasanya enak dan gurih, saya suka.""Tapi itu kopi dari kafe depan, Pak. Sedangkan emm … para ob sedang briefing.""Kamu sudah sarapan, Sam? Tinggal deliv aja kan, bisa.""Eh, iya, ya, Pak, saya lupa." Samantha tersenyum merutuki kebodohannya karena lupa bahwa di era modern seperti sekarang ini hampir seluruh resto dan kafe menyediakan jasa delivery. "Kalau begitu saya pamit dulu, Pak.""Jangan lupa kupaskan dua buah apel untuk saya." Edward pemilih soal makanan, dia lebih
21+!!! "Pagi Ed, aku membawakan kopi spesial ini untukmu. "Tampak Edward sedang sibuk memeriksa setumpuk dokumen yang berada di meja kerjanya. "Oh kebetulan sekali, Jen, tolong bawa kemari." Edward melepas kaca mata beningnya dan tersenyum nakal kepada Jenifer. "Minum dulu selagi masih hangat. "Jenifer mengulurkan segelas kopi kepada Edward. "Terimakasih, tapi aku pikir tubuhmu lebih hangat di bandingkan dengan segelas kopi ini, Jen. "Edward membisikkan kata-kata sensual tepat di telinga kiri Jenifer. Tubuh Jenifer membeku, tidak di sangka sepagi ini ia akan mendapatkan rayuan manis dari seorang lelaki tampan seperti Edward Williams. "Ehm he he he terimakasih atas sanjunganmu, Ed. "Jenifer tertawa untuk menutupi kecanggungannya. "Aku tidak bercanda, aku serius." "Tapi Ed, orang-orang bilang, emmmm badanku gemuk. "Jenifer menundukkan kepalanya tid
Malam ini Edward baru saja selesai makan malam dengan rekan bisnisnya di sebuah restoran Italia yang berada di salah satu sebuah mall.Setelah bekerja seharian penuh, tubuhnya sangat lelah. Dengan langkah setengah diseret, ia ingin cepat sampai di apartemen untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mata yang terasa berat karena lelah seketika membola, darahnya berdesir panas saat melihat Jenifer keluar dari bioskop sambil dipeluk pria yang lumayan tampan. Pria itu tertawa bahagia sambil sesekali mencium pipi chuby Jenifer, sedangkan Jenifer tersenyum malu-malu."Shít …." umpat Edward. Ia kesal, rencana untuk mendekati Jenifer harus pupus karena terpampang jelas, sekarang di depan matanya kalau Jenifer sangat bahagia dengan kekasihnya. Langkah kakinya tidak dapat dicegah untuk menghampiri pasangan yang sedang dimabuk cinta itu."Malam, Jen?""Malam juga, Ed.""Sayang, kamu kenal dengan pak Edward? Kenalkan, Pak, nama saya Gustaf Alfonso, salah satu karyawan di perusahaan Bapak." Gustaf menyalami
Sudah hampir satu bulan semenjak kejadian tidur bersama di mobil, Edward belum bertemu lagi dengan Jenifer. Kesibukannya sebagai CEO di Williams Corp mengharuskan ia untuk berkeliling dunia melakukan pertemuan bisnis dari satu negara ke negara lain yang bisa memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya.Ia sangat merindukan Jenifer, seandainya Jenifer adalah kekasihnya tentu ia akan membawa serta Jenifer untuk menemaninya agar perjalanan bisnis yang melelahkan serta membosankan itu bisa terasa menyenangkan.Tapi kenyataanya status mereka hanyalah sebatas teman biasa, jangankan melakukan panggilan facetime berkirim pesan secara intens pun ia merasa tidak enak.Malam ini, ia mengunjungi sebuah kelab malam elite yang hanya dikunjungi kalangan atas menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar minum atau mencari partner ons.Sudah lama semenjak mengenal Jenifer, Edward belum pernah melakukan aktifitas séksual dengan lawan jenis. Keinginan itu perlahan-lahan menghilang dengan hadi