21+!!!
"Pagi Ed, aku membawakan kopi spesial ini untukmu. "Tampak Edward sedang sibuk memeriksa setumpuk dokumen yang berada di meja kerjanya.
"Oh kebetulan sekali, Jen, tolong bawa kemari." Edward melepas kaca mata beningnya dan tersenyum nakal kepada Jenifer.
"Minum dulu selagi masih hangat. "Jenifer mengulurkan segelas kopi kepada Edward.
"Terimakasih, tapi aku pikir tubuhmu lebih hangat di bandingkan dengan segelas kopi ini, Jen. "Edward membisikkan kata-kata sensual tepat di telinga kiri Jenifer. Tubuh Jenifer membeku, tidak di sangka sepagi ini ia akan mendapatkan rayuan manis dari seorang lelaki tampan seperti Edward Williams.
"Ehm he he he terimakasih atas sanjunganmu, Ed. "Jenifer tertawa untuk menutupi kecanggungannya.
"Aku tidak bercanda, aku serius."
"Tapi Ed, orang-orang bilang, emmmm badanku gemuk. "Jenifer menundukkan kepalanya tidak pd, jarinya meremas-remas ujung kaosnya.
"Siapa bilang? Mereka terlalu bodoh untuk menilaimu. Kamu tahu setiap kita berdekatan, adik kecilku langsung on. Seperti saat ini Jennn. "Edward dengan sigap mengelus punggung Jenifer dari atas ke bawah dan berakhir dengan meremas pàntat Jenifer yang padat dan kenyal.
"Awwww. "Jenifer terhenyak dengan aksi Edward yang tiba-tiba mendadak agresif.
"Jangan kaget, Jen. Nikmati saja. Maukah kau merasakan yang lebih dari ini?"
"Aku, aku, ak------hmmmmmpt." Belum sempat Jenifer menjawab, Edward sudah membungkam bibir séksi Jenifer dengan sebuah ciuman panas. Jenifer tidak menolak ataupun membalas, ia masih bingung karena ini adalah ciuman pertamanya.
"Kenapa diam saja? Kau tidak tahu cara membalas ciuman seorang pria."
"Aku belum pernah berciuman. "Cicit Jenifer malu.
"Baiklah, mulai saat ini aku akan mengajarimu bagaimana caranya berciuman dan banyak hal lain lagi yang lebih menyenangkan." Kembali Edward mencium bibir Jenifer, ia memagutnya pelan. Disesapnya bibir Jenifer yang terasa manis. Tangan Edward mulai bergerilya nakal meremas dàda Jenifer yang besar dan menantang.
"Ahhhhhh. "Satu desahan lolos dari bibir Jenifer. Edward tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjejalkan lidahnya kedalam mulut Jenifer. Lidahnya mulai membelit lidah jenifer, saling mencecap bertukar saliva. Mata Jenifer terpejam ikut hanyut oleh gairah yang dikobarkan oleh Edward.
Edward menarik kaos yang dikenakan oleh Jenifer ke atas, lalu melepas dan membuangnya ke lantai. Dengan segera ia membuka pengait brà, tidak sabar untuk menikmati payudàra Jenifer yang menggoda. Kini tubuh bagian atas Jenifer telah polos ia malu dan menundukkan wajahnya yang memerah.
"Tubuhmu sangat indah Jen, aku sangat beruntung bisa memandangnya sedekat ini." Kata-kata rayuan meluncur bebas dari mulut Edward, membuat Jenifer hilang akal.
Edward dengan cepat menyambar ujung dàda Jenifer yang telah mencuat seakan menantang untuk dinikmati. Dikülum dan dihisapnya secara perlahan dan bergantian. Tangan nakalnya pun ikut meremas ujung payudàra yang satunya.
"Edddddd. "Nafas Jenifer tersengal-sengal. Rasa aneh menjalari tubuhnya ketika Edward menghisap dàdanya secara intens. Tidak sampai disitu, tangan Edward mulai menarik resleting celana jeans Jenifer. Ia meloloskan celana jeans beserta celana dalamnya. Tubuh polos Jenifer terpampang jelas di hadapan Edward. Edward merasakan panas pada tubuhnya, hasratnya meledak-ledak tak tertahankan. Ia lalu mengangkat tubuh polos Jenifer ke atas meja Kerjanya. Edward merenggangkan dasi dan membuka jas kerjanya yang terasa sangat menyiksa.
Edward mulai mencium lagi bibir Jenifer. Tangan kananya meremas payudàra Jenifer sedangkan tangan kirinya mulai membelai klírotis kewanitaan milik Jenifer. Jenifer tersentak mendongakkan kepalanya kebelakang. "Oh my God Edddd." Jenifer mengerang ketika Jemari Edward mengocok kewanitaanya secara pelan. Semakin lama ritme kocokannya semakin cepat, jari-jari Edward keluar masuk secara intens. Dan tiba-tiba sesuatu yang hangat mengalir dari dalam kewanitaanya Jenifer.
"Edddd." Jenifer memekik kencang setelah pelepasannya datang, ia menjatuhkan tubuhnya kebelakang. Lemas disertai nikmat itulah yang di rasakanya sekarang.
"Bagaimana, kau mau yang lebih dari ini huh?" Jenifer tersenyum sambil mengangguk malu-malu. "Bukalah pàhamu sekarang yaaa, gitu bagus sekali Jen." Edward mulai mengecup belahan kewanitaanya Jenifer, lidahnya mulai menelusup masuk kedalam kewanitaanya Jenifer yang merah merekah dan telah basah. Dengan cepat lidah Edward menusuk kewanitaanya Jenifer tanpa jeda.
Tubuh Jenifer menggelinjang tak beraturan, sensasi nikmat akibat tusukan lidah Edward benar-benar sangat menyiksa. Secara reflek tangan Jenifer meremas rambut Edward, sedangkan tangan yang satunya meremas-remas payudàranya sendiri. Desahan -desahan nikmat lolos dari bibirnya.
"Edwarddddd emmmmm shhhhh. Eddddd cukuppppp ahhhhh aku mau keluarrrr lagiiiiii aaaaa. "Sekali lagi tubuh Jenifer terguncang menegang ketika pelepasanya datang. Matanya sayu menatap tubuh atletis Edward yang ada di atasnya. Edward membalasnya dengan tatapan memuja.
"Ini baru permulaan baby, sekarangggggg kita mulai ke intinya." Mata Jenifer membola ketika melihat Edward mengelus kejantanannya yang sudah tegak menegang. Panjang, besar dan sedikit berotot. Reflek Jenifer menutup matanya takut, sanggupkah ia------- "jangan takut, aku akan hati- hati. Percayalah padaku." Edward membuka tangan Jenifer yang menutupi matanya. Setelah Edward mengocok kejantanannya sebentar menggunakan cairan milik Jenifer, pelan-pelan ia memasukan ujung kejantanannya kedalam kewanitaannya Jenifer.
"Ahhhhhh. "Edward menggeram nikmat merasakan kejantanannya dijepit kencang oleh kewanitaan Jenifer yang sempit. Edward semakin bersemangat."Jennnnn---------"
"Pak, pak, pak Edward, rapat akan segera di mulai." Edward berjengit kaget. "Sam apa yang sedang kau lakukan disini? Kau menggangguku dengannnnn." Kalimat Edward menggantung saat tersadar ia baru saja mengkhayalkan fantasi liar bersama Jenifer.
"Oh ya, maaf saya lupa, silahkan kau pergi dulu. Lima menit lagi saya akan menyusul." Samantha segera menuju ruang rapat setelah mendapat instruksi dari sang bos.
"Síal, belum sampai satu jam kenal dengannya kenapa aku bisa berkhayal bercinta dengannya." Edward menggerutu kesal, apalagi sekarang adik kecilnya memang benar-benar terbangun. Sungguh sangat menyiksa. "Huffft."
TBC.
Wkwkw huh hah Hani juga ikut panas dingin nulis ini. Selamat malam minggu gaesss. Ingat adegan ini hanya boleh di praktekan dengan pasangan yang sudah sah. Yang belum sah atau jomblo di haluin aja yak he he he.
HANI ^^
Malam ini Edward baru saja selesai makan malam dengan rekan bisnisnya di sebuah restoran Italia yang berada di salah satu sebuah mall.Setelah bekerja seharian penuh, tubuhnya sangat lelah. Dengan langkah setengah diseret, ia ingin cepat sampai di apartemen untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mata yang terasa berat karena lelah seketika membola, darahnya berdesir panas saat melihat Jenifer keluar dari bioskop sambil dipeluk pria yang lumayan tampan. Pria itu tertawa bahagia sambil sesekali mencium pipi chuby Jenifer, sedangkan Jenifer tersenyum malu-malu."Shít …." umpat Edward. Ia kesal, rencana untuk mendekati Jenifer harus pupus karena terpampang jelas, sekarang di depan matanya kalau Jenifer sangat bahagia dengan kekasihnya. Langkah kakinya tidak dapat dicegah untuk menghampiri pasangan yang sedang dimabuk cinta itu."Malam, Jen?""Malam juga, Ed.""Sayang, kamu kenal dengan pak Edward? Kenalkan, Pak, nama saya Gustaf Alfonso, salah satu karyawan di perusahaan Bapak." Gustaf menyalami
Sudah hampir satu bulan semenjak kejadian tidur bersama di mobil, Edward belum bertemu lagi dengan Jenifer. Kesibukannya sebagai CEO di Williams Corp mengharuskan ia untuk berkeliling dunia melakukan pertemuan bisnis dari satu negara ke negara lain yang bisa memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya.Ia sangat merindukan Jenifer, seandainya Jenifer adalah kekasihnya tentu ia akan membawa serta Jenifer untuk menemaninya agar perjalanan bisnis yang melelahkan serta membosankan itu bisa terasa menyenangkan.Tapi kenyataanya status mereka hanyalah sebatas teman biasa, jangankan melakukan panggilan facetime berkirim pesan secara intens pun ia merasa tidak enak.Malam ini, ia mengunjungi sebuah kelab malam elite yang hanya dikunjungi kalangan atas menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar minum atau mencari partner ons.Sudah lama semenjak mengenal Jenifer, Edward belum pernah melakukan aktifitas séksual dengan lawan jenis. Keinginan itu perlahan-lahan menghilang dengan hadi
"Engkh …. "Jenifer melenguh panjang merenggangkan badanya yang terasa kaku, matanya mengerjap pelan. Seketika ia kaget dan membekap mulutnya setelah menyadari bahwa wajahnya menempel di d@da bidang seorang pria. Pikiranya kacau. 'Ada apa ini, dada siapa ini dan apa yang terjadi semalam?' Jenifer bertanya-tanya dalam batinya. Dengan segera Jenifer memeriksa bajunya, Ia menghela napas lega setelah mengetahui gaun yang ia kenakan masih utuh melekat di badanya. Dengan pelan ia menyingkirkan lengan kekar yang memeluk pinggangnya dan segera duduk memeriksa wajah dari pria yang telah tidur seranjang denganya semalam. "Edward." Cicitnya pelan hampir tak terdengar. Belum sempat ia mengingat kejadian semalam, Edward membuka matanya. "Selamat pagi Jen, bagaimana tidurmu semalam?" "Pa pagi Ed, em … semalam kita …." "Semalam kita tidur bersama, tidak lebih." "K-kenapa." Jenifer menunjuk tubuh kekar Edward yang polos dengan telunjuknya. "Kam
Edward bangun dari duduknya, ia ingin sekali segera membawa Jenifer keluar dari situasi yang memojokkanya. Langkahnya terhenti saat ia melihat Jenifer memegang bahu Gustaf dan menganggukkan kepalanya. Tepuk tangan riuh pengunjung kafe menyadarkan lamunan Edward bahwa Jenifer sudah menerima lamaran Gustaf sang pecundang. Dengan langkah lesu Edward tetap berjalan menghampiri gadis pujaannya. 'Ah sejak kapan Jenifer menjadi gadis pujaanya.' Edward tersenyum kecut dengan pikirannya sendiri. "Ehmmmm congrat's, Jen, lamaran yang cukup romantis." Edward tersenyum kepada Jenifer, pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. Walau Jenifer melihat bibir Edward tersenyum tapi sorot mata tajam Edward terlihat penuh kekecewaan dan terluka. Lewat mata seakan mereka berbicara, lidah Jenifer terasa kelu untuk mengeluarkan suara. Hati Jenifer mengatakan bahwa Edward terluka atas keputusanya yang menerima lamaran dari Gustaf tapi logikanya menolak, mana mungkin
Keheningan menyelimuti mobil yang di kendarai Edward dan Jenifer. Edward tidak berani menginterupsi keterdiaman Jenifer setelah beberapa saat tumpahan tangisan pilu keluar dari bibir séksi Jenifer. Edward memutuskan untuk membawa pulang Jenifer ke apartemenya, sesaat setelah ia mengendarai mobilnya hanya berputar-putar pada satu titik jalan yang sama. Ia tidak ingin membiarkan Jenifer terpuruk sendirian malam ini. Edward berdehem pelan dan membukakan pintu mobil untuk Jenifer. "Sudah sampai Jen, ayo turun." Edward meraih tangan Jenifer lalu menggandeng tangannya berjalan beriringan masuk kedalam lift. Di dalam liftpun masih sama hanya ada keheningan yang terasa. Tanpa melepaskan genggaman tangannya, Edward berjalan dengan pelan keluar dari lift menuju unit apartemenya. Sesampainya di depan pintu, Jenifer tersadar bahwa ini bukan gedung apartemennya. "Ed, ini dimana?" "Di apartemenku, Jen, aku tidak mungkin
Cahaya pagi menembus tirai kamar, sepasang anak manusia masih begelung di bawah selimut menyembunyikan tubuh mereka dari hawa dingin yang menyeruak menyentuh kulit tubuh. Jenifer mengerjapkan matanya dan tersenyum saat wajah tampan Edward tepat terpampang di depan matanya. Ingin ia mengelus wajah tampan Edward tapi ia ragu, takut Edward akan terbangun dari tidurnya. Semalam ia tidur dengan sangat lelap. Merasa sangat nyaman berada di pelukannya Edward. Bahkan ia sudah tak mengingat lagi tentang berakhirnya hubungan pertunangannya dengan Gustaf. "Mau kemana?" Edward mengeluarkan suaranya yang sedikit serak di saat merasakan tangan Jenifer yang memindahkan tangannya dari perut Jenifer. Tidak menunggu jawaban dari Jenifer, Edward malah mengeratkan pelukannya kepada Jenifer. Bahkan wajahnya ia benamkan di ceruk leher Jenifer. Jenifer menahan napas dengan kelakuan Edward yang membuatnya merinding. Embusan napas Edward yang hangat menyapu lehe
Hubungan Jenifer dan Edward semakin dekat. Walau mereka mengklaim hubungan mereka hanya sebatas teman tapi melihat interaksi mereka berdua bisa di pastikan mereka punya hubungan lebih. Edward akan mengantar jemput Jenifer ke kafe hampir setiap hari, kecuali Edward ada pekerjaan di luar kota. Setiap malam mereka akan makan malam bersama, Jenifer juga sering mengirim kopi kesukaan Edward. Biasanya Edward akan mengganti dengan membelikan hadiah mahal atau mengajaknya keluar jalan-jalan berdua. Edward juga sering memaksa Jenifer untuk menginap di apartemennya yang berakhir tidur berdua di ranjang yang sama. Noted hanya tidur dan tidak lebih. Edward tidak berani memaksa Jenifer untuk melayani napsunya. Dan seperti biasa Edward akan menyalurkan hasratnya di kamar mandi, bermain solo. Seperti malam ini, sepulang kerja Edward langsung pergi menuju kafe untuk mengajak Jenifer makan malam bersama. Wajah lelah Edward langsung berubah ceria di
21+!!! Malam ini Edward berada di sebuah pesta untuk kalangan pengusaha dan executive. Ia datang sendirian, tadinya Edward ingin mengajak Jenifer ikut serta. Tapi undangan yang datangnya mendadak itu tidak memungkinkan untuknya meminta kesediaan Jenifer untuk hadir menemaninya di pesta. Edward mendesah bosan karena ini hanyalah sebuah pesta biasa tanpa adanya pembahasan bisnis. Pesta ini biasanya hanya ajang pamer pasangan atau ajang para wartawan infotaiment pencari gosip kehidupan pribadi dari kalangan jetset. Edward sangat merindukan Jenifer. Sudah beberapa hari ini karena kesibukanya, ia belum bertemu dengan Jenifer. Ingin rasanya ia memeluk tubuh Jenifer yang hangat sebagai penghilang rasa penatnya akibat pekerjaan yang menumpuk. Untuk mengalihkan rasa bosannya, Edward mengirimkan pesan kepada Jenifer melalui ponselnya dengan harapan Jenifer akan membalasnya supaya waktu cepat berl
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say