Sudah hampir satu bulan semenjak kejadian tidur bersama di mobil, Edward belum bertemu lagi dengan Jenifer. Kesibukannya sebagai CEO di Williams Corp mengharuskan ia untuk berkeliling dunia melakukan pertemuan bisnis dari satu negara ke negara lain yang bisa memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya.Ia sangat merindukan Jenifer, seandainya Jenifer adalah kekasihnya tentu ia akan membawa serta Jenifer untuk menemaninya agar perjalanan bisnis yang melelahkan serta membosankan itu bisa terasa menyenangkan.Tapi kenyataanya status mereka hanyalah sebatas teman biasa, jangankan melakukan panggilan facetime berkirim pesan secara intens pun ia merasa tidak enak.Malam ini, ia mengunjungi sebuah kelab malam elite yang hanya dikunjungi kalangan atas menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar minum atau mencari partner ons.Sudah lama semenjak mengenal Jenifer, Edward belum pernah melakukan aktifitas séksual dengan lawan jenis. Keinginan itu perlahan-lahan menghilang dengan hadi
"Engkh …. "Jenifer melenguh panjang merenggangkan badanya yang terasa kaku, matanya mengerjap pelan. Seketika ia kaget dan membekap mulutnya setelah menyadari bahwa wajahnya menempel di d@da bidang seorang pria. Pikiranya kacau. 'Ada apa ini, dada siapa ini dan apa yang terjadi semalam?' Jenifer bertanya-tanya dalam batinya. Dengan segera Jenifer memeriksa bajunya, Ia menghela napas lega setelah mengetahui gaun yang ia kenakan masih utuh melekat di badanya. Dengan pelan ia menyingkirkan lengan kekar yang memeluk pinggangnya dan segera duduk memeriksa wajah dari pria yang telah tidur seranjang denganya semalam. "Edward." Cicitnya pelan hampir tak terdengar. Belum sempat ia mengingat kejadian semalam, Edward membuka matanya. "Selamat pagi Jen, bagaimana tidurmu semalam?" "Pa pagi Ed, em … semalam kita …." "Semalam kita tidur bersama, tidak lebih." "K-kenapa." Jenifer menunjuk tubuh kekar Edward yang polos dengan telunjuknya. "Kam
Edward bangun dari duduknya, ia ingin sekali segera membawa Jenifer keluar dari situasi yang memojokkanya. Langkahnya terhenti saat ia melihat Jenifer memegang bahu Gustaf dan menganggukkan kepalanya. Tepuk tangan riuh pengunjung kafe menyadarkan lamunan Edward bahwa Jenifer sudah menerima lamaran Gustaf sang pecundang. Dengan langkah lesu Edward tetap berjalan menghampiri gadis pujaannya. 'Ah sejak kapan Jenifer menjadi gadis pujaanya.' Edward tersenyum kecut dengan pikirannya sendiri. "Ehmmmm congrat's, Jen, lamaran yang cukup romantis." Edward tersenyum kepada Jenifer, pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. Walau Jenifer melihat bibir Edward tersenyum tapi sorot mata tajam Edward terlihat penuh kekecewaan dan terluka. Lewat mata seakan mereka berbicara, lidah Jenifer terasa kelu untuk mengeluarkan suara. Hati Jenifer mengatakan bahwa Edward terluka atas keputusanya yang menerima lamaran dari Gustaf tapi logikanya menolak, mana mungkin
Keheningan menyelimuti mobil yang di kendarai Edward dan Jenifer. Edward tidak berani menginterupsi keterdiaman Jenifer setelah beberapa saat tumpahan tangisan pilu keluar dari bibir séksi Jenifer. Edward memutuskan untuk membawa pulang Jenifer ke apartemenya, sesaat setelah ia mengendarai mobilnya hanya berputar-putar pada satu titik jalan yang sama. Ia tidak ingin membiarkan Jenifer terpuruk sendirian malam ini. Edward berdehem pelan dan membukakan pintu mobil untuk Jenifer. "Sudah sampai Jen, ayo turun." Edward meraih tangan Jenifer lalu menggandeng tangannya berjalan beriringan masuk kedalam lift. Di dalam liftpun masih sama hanya ada keheningan yang terasa. Tanpa melepaskan genggaman tangannya, Edward berjalan dengan pelan keluar dari lift menuju unit apartemenya. Sesampainya di depan pintu, Jenifer tersadar bahwa ini bukan gedung apartemennya. "Ed, ini dimana?" "Di apartemenku, Jen, aku tidak mungkin
Cahaya pagi menembus tirai kamar, sepasang anak manusia masih begelung di bawah selimut menyembunyikan tubuh mereka dari hawa dingin yang menyeruak menyentuh kulit tubuh. Jenifer mengerjapkan matanya dan tersenyum saat wajah tampan Edward tepat terpampang di depan matanya. Ingin ia mengelus wajah tampan Edward tapi ia ragu, takut Edward akan terbangun dari tidurnya. Semalam ia tidur dengan sangat lelap. Merasa sangat nyaman berada di pelukannya Edward. Bahkan ia sudah tak mengingat lagi tentang berakhirnya hubungan pertunangannya dengan Gustaf. "Mau kemana?" Edward mengeluarkan suaranya yang sedikit serak di saat merasakan tangan Jenifer yang memindahkan tangannya dari perut Jenifer. Tidak menunggu jawaban dari Jenifer, Edward malah mengeratkan pelukannya kepada Jenifer. Bahkan wajahnya ia benamkan di ceruk leher Jenifer. Jenifer menahan napas dengan kelakuan Edward yang membuatnya merinding. Embusan napas Edward yang hangat menyapu lehe
Hubungan Jenifer dan Edward semakin dekat. Walau mereka mengklaim hubungan mereka hanya sebatas teman tapi melihat interaksi mereka berdua bisa di pastikan mereka punya hubungan lebih. Edward akan mengantar jemput Jenifer ke kafe hampir setiap hari, kecuali Edward ada pekerjaan di luar kota. Setiap malam mereka akan makan malam bersama, Jenifer juga sering mengirim kopi kesukaan Edward. Biasanya Edward akan mengganti dengan membelikan hadiah mahal atau mengajaknya keluar jalan-jalan berdua. Edward juga sering memaksa Jenifer untuk menginap di apartemennya yang berakhir tidur berdua di ranjang yang sama. Noted hanya tidur dan tidak lebih. Edward tidak berani memaksa Jenifer untuk melayani napsunya. Dan seperti biasa Edward akan menyalurkan hasratnya di kamar mandi, bermain solo. Seperti malam ini, sepulang kerja Edward langsung pergi menuju kafe untuk mengajak Jenifer makan malam bersama. Wajah lelah Edward langsung berubah ceria di
21+!!! Malam ini Edward berada di sebuah pesta untuk kalangan pengusaha dan executive. Ia datang sendirian, tadinya Edward ingin mengajak Jenifer ikut serta. Tapi undangan yang datangnya mendadak itu tidak memungkinkan untuknya meminta kesediaan Jenifer untuk hadir menemaninya di pesta. Edward mendesah bosan karena ini hanyalah sebuah pesta biasa tanpa adanya pembahasan bisnis. Pesta ini biasanya hanya ajang pamer pasangan atau ajang para wartawan infotaiment pencari gosip kehidupan pribadi dari kalangan jetset. Edward sangat merindukan Jenifer. Sudah beberapa hari ini karena kesibukanya, ia belum bertemu dengan Jenifer. Ingin rasanya ia memeluk tubuh Jenifer yang hangat sebagai penghilang rasa penatnya akibat pekerjaan yang menumpuk. Untuk mengalihkan rasa bosannya, Edward mengirimkan pesan kepada Jenifer melalui ponselnya dengan harapan Jenifer akan membalasnya supaya waktu cepat berl
Kejadian modus yang terjadi satu minggu yang lalu tidak membuat hubungan Edward dan Jenifer renggang. Keduanya semakin nyaman dengan status teman tapi mesra. Edward bahkan tidak segan untuk memeluk Jenifer di tempat umum ataupun tempat terbuka dan untuk Jenifer, ia semakin jatuh kedalam pesona seorang Edward Williams. Apalagi sejak kejadian dimana ia dan Edward hampir melakukan hubungan séks. Wajahnya merona dan jantungnya berdebar ketika teringat akan cumbuan Edward yang sangat panas, darahnya juga berdesir saat mengingat bentuk kejantanan Edward yang terlihat keras dan berurat. Jauh di dalam lubuk hatinya, Jenifer merasa takut kalau semua harapanya saat ini tidak sesuai dengan realitanya. "Ed jangan." Jenifer menghindar ketika Edward ingin memeluknya saat berada di lift kantor. "Kalau ada orang yang melihat kita sedang berpelukan, bagaimana?" "Biarkan saja, aku tidak peduli. Kalau ada yang bicara macam-macam tentang k