Edward bangun dari duduknya, ia ingin sekali segera membawa Jenifer keluar dari situasi yang memojokkanya. Langkahnya terhenti saat ia melihat Jenifer memegang bahu Gustaf dan menganggukkan kepalanya. Tepuk tangan riuh pengunjung kafe menyadarkan lamunan Edward bahwa Jenifer sudah menerima lamaran Gustaf sang pecundang.
Dengan langkah lesu Edward tetap berjalan menghampiri gadis pujaannya. 'Ah sejak kapan Jenifer menjadi gadis pujaanya.' Edward tersenyum kecut dengan pikirannya sendiri.
"Ehmmmm congrat's, Jen, lamaran yang cukup romantis." Edward tersenyum kepada Jenifer, pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. Walau Jenifer melihat bibir Edward tersenyum tapi sorot mata tajam Edward terlihat penuh kekecewaan dan terluka. Lewat mata seakan mereka berbicara, lidah Jenifer terasa kelu untuk mengeluarkan suara. Hati Jenifer mengatakan bahwa Edward terluka atas keputusanya yang menerima lamaran dari Gustaf tapi logikanya menolak, mana mungkin
Keheningan menyelimuti mobil yang di kendarai Edward dan Jenifer. Edward tidak berani menginterupsi keterdiaman Jenifer setelah beberapa saat tumpahan tangisan pilu keluar dari bibir séksi Jenifer. Edward memutuskan untuk membawa pulang Jenifer ke apartemenya, sesaat setelah ia mengendarai mobilnya hanya berputar-putar pada satu titik jalan yang sama. Ia tidak ingin membiarkan Jenifer terpuruk sendirian malam ini. Edward berdehem pelan dan membukakan pintu mobil untuk Jenifer. "Sudah sampai Jen, ayo turun." Edward meraih tangan Jenifer lalu menggandeng tangannya berjalan beriringan masuk kedalam lift. Di dalam liftpun masih sama hanya ada keheningan yang terasa. Tanpa melepaskan genggaman tangannya, Edward berjalan dengan pelan keluar dari lift menuju unit apartemenya. Sesampainya di depan pintu, Jenifer tersadar bahwa ini bukan gedung apartemennya. "Ed, ini dimana?" "Di apartemenku, Jen, aku tidak mungkin
Cahaya pagi menembus tirai kamar, sepasang anak manusia masih begelung di bawah selimut menyembunyikan tubuh mereka dari hawa dingin yang menyeruak menyentuh kulit tubuh. Jenifer mengerjapkan matanya dan tersenyum saat wajah tampan Edward tepat terpampang di depan matanya. Ingin ia mengelus wajah tampan Edward tapi ia ragu, takut Edward akan terbangun dari tidurnya. Semalam ia tidur dengan sangat lelap. Merasa sangat nyaman berada di pelukannya Edward. Bahkan ia sudah tak mengingat lagi tentang berakhirnya hubungan pertunangannya dengan Gustaf. "Mau kemana?" Edward mengeluarkan suaranya yang sedikit serak di saat merasakan tangan Jenifer yang memindahkan tangannya dari perut Jenifer. Tidak menunggu jawaban dari Jenifer, Edward malah mengeratkan pelukannya kepada Jenifer. Bahkan wajahnya ia benamkan di ceruk leher Jenifer. Jenifer menahan napas dengan kelakuan Edward yang membuatnya merinding. Embusan napas Edward yang hangat menyapu lehe
Hubungan Jenifer dan Edward semakin dekat. Walau mereka mengklaim hubungan mereka hanya sebatas teman tapi melihat interaksi mereka berdua bisa di pastikan mereka punya hubungan lebih. Edward akan mengantar jemput Jenifer ke kafe hampir setiap hari, kecuali Edward ada pekerjaan di luar kota. Setiap malam mereka akan makan malam bersama, Jenifer juga sering mengirim kopi kesukaan Edward. Biasanya Edward akan mengganti dengan membelikan hadiah mahal atau mengajaknya keluar jalan-jalan berdua. Edward juga sering memaksa Jenifer untuk menginap di apartemennya yang berakhir tidur berdua di ranjang yang sama. Noted hanya tidur dan tidak lebih. Edward tidak berani memaksa Jenifer untuk melayani napsunya. Dan seperti biasa Edward akan menyalurkan hasratnya di kamar mandi, bermain solo. Seperti malam ini, sepulang kerja Edward langsung pergi menuju kafe untuk mengajak Jenifer makan malam bersama. Wajah lelah Edward langsung berubah ceria di
21+!!! Malam ini Edward berada di sebuah pesta untuk kalangan pengusaha dan executive. Ia datang sendirian, tadinya Edward ingin mengajak Jenifer ikut serta. Tapi undangan yang datangnya mendadak itu tidak memungkinkan untuknya meminta kesediaan Jenifer untuk hadir menemaninya di pesta. Edward mendesah bosan karena ini hanyalah sebuah pesta biasa tanpa adanya pembahasan bisnis. Pesta ini biasanya hanya ajang pamer pasangan atau ajang para wartawan infotaiment pencari gosip kehidupan pribadi dari kalangan jetset. Edward sangat merindukan Jenifer. Sudah beberapa hari ini karena kesibukanya, ia belum bertemu dengan Jenifer. Ingin rasanya ia memeluk tubuh Jenifer yang hangat sebagai penghilang rasa penatnya akibat pekerjaan yang menumpuk. Untuk mengalihkan rasa bosannya, Edward mengirimkan pesan kepada Jenifer melalui ponselnya dengan harapan Jenifer akan membalasnya supaya waktu cepat berl
Kejadian modus yang terjadi satu minggu yang lalu tidak membuat hubungan Edward dan Jenifer renggang. Keduanya semakin nyaman dengan status teman tapi mesra. Edward bahkan tidak segan untuk memeluk Jenifer di tempat umum ataupun tempat terbuka dan untuk Jenifer, ia semakin jatuh kedalam pesona seorang Edward Williams. Apalagi sejak kejadian dimana ia dan Edward hampir melakukan hubungan séks. Wajahnya merona dan jantungnya berdebar ketika teringat akan cumbuan Edward yang sangat panas, darahnya juga berdesir saat mengingat bentuk kejantanan Edward yang terlihat keras dan berurat. Jauh di dalam lubuk hatinya, Jenifer merasa takut kalau semua harapanya saat ini tidak sesuai dengan realitanya. "Ed jangan." Jenifer menghindar ketika Edward ingin memeluknya saat berada di lift kantor. "Kalau ada orang yang melihat kita sedang berpelukan, bagaimana?" "Biarkan saja, aku tidak peduli. Kalau ada yang bicara macam-macam tentang k
"Hai Mom." Edward menyapa Mommynya yang sedang menahan amarahnya. Tidak lupa dengan pelan ia menurunkan Jenifer dari pangkuannya. Jenifer yang masih syok, hanya menundukkan kepalanya karena malu tertangkap basah sedang berbuat hal yang memalukan. Jari-jari tanganya saling bertaut, menandakan bahwa ia sangat gugup. Untung tadi Edward tidak dalam mode jahil yang lebih alias mesum, kalau tidak entah'lah. Mau ditaruh dimana mukanya, jika kesan pertama dengan Mommynya Edward begitu buruk yang seolah memperlihatkan bahwa ia wanita yang gampangan. "Minggir kamu." Casandra Mommynya Edward mendorong Edward untuk menjauh dari sisi Jenifer. Edward segera pindah di sofa singgle karena Mommynya duduk di sebelah Jenifer menggantikan posisinya. "Mommmm." "Diam, sekarang belum giliranmu, Ed." "Siapa namamu cantik?" Casandra menakup wajah Jenifer yang menunduk. "Je, Jenifer tan
"Jangan menyesal, kalau dia pergi karena sudah bosan dengan status yang tidak pasti." Kalimat Mommynya masih terngiang-ngiang. "Tidak-tidak, aku nggak mau kehilangan Jenifer. Aku bisa gila kalau dia jadi milik orang lain. Setelah sekian lama hanya dia yang bisa membuat hatiku berdebar hanya dengan mendengar namanya. Dia sangat sempurna, aku----------síal." Edward bergumam sambil meremas rambutnya frustasi. "Bunyi telepon membuyarkan Edward dari pikiran kusutnya."Ya hallo Sam, ada apa? Pesta, nanti malam? Oke, jam delapan saya pasti datang. Kamu free, saya akan datang sendirian. "Edward tersenyum senang, muncul ide untuk mengajak Jenifer nanti malam ke pesta dan mengungkapkan isi hatinya seusai pesta nanti. Edward merenggangkan otot-ototnya lalu menumpuk file dan dokumen yang telah ia periksa. Waktu telah menunjukan jam 3 sore. Ia bahkan sengaja melewatkan jam makan siangnya dan marathon menyelesaikan pekerjaanya. "Engk
"Jenifer adalah kekasihku, aku sangat mencintainya. "Ucapan Edward itu membuat hati Jenifer berdebar hebat, degupan jantungnya berdetak sangat kencang. Seperti sebuah mimpi. Tapi kalau boleh berharap, 'boleh'kah mimpi ini menjadi sebuah kenyataan.' Karena entah sejak kapan, diam-diam hatinya juga telah tertambat kepada sosok pria tampan yang berada disampingnya itu. "Kita mau kemana Ed?" Akhirnya Jenifer buka suara karena sejak keluar dari hotel tadi hingga saat ini yang berada dalam mobil, Edward tidak mengeluarkan sepatah katapun. Berbeda dengan kebiasaanya Edward yang selalu membombardirnya dengan guyonan-guyonan ringan dan rayuan manisnya. "Oh." Edward terkesiap dari lamunannya, sebenarnya ia sedang berpikir merangkai kata untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Jenifer. Selama ini, ia tidak pernah merayu kepada seorang wanita yang ia kencani. Para wanita itu sendiri yang berinisiatif untuk mendekat dan merayu Edward. Berbeda dengan sekarang, Jenifer tidak pernah merayunya ataupun