"Jangan menyesal, kalau dia pergi karena sudah bosan dengan status yang tidak pasti." Kalimat Mommynya masih terngiang-ngiang.
"Tidak-tidak, aku nggak mau kehilangan Jenifer. Aku bisa gila kalau dia jadi milik orang lain. Setelah sekian lama hanya dia yang bisa membuat hatiku berdebar hanya dengan mendengar namanya. Dia sangat sempurna, aku----------síal." Edward bergumam sambil meremas rambutnya frustasi.
"Bunyi telepon membuyarkan Edward dari pikiran kusutnya."Ya hallo Sam, ada apa? Pesta, nanti malam? Oke, jam delapan saya pasti datang. Kamu free, saya akan datang sendirian. "Edward tersenyum senang, muncul ide untuk mengajak Jenifer nanti malam ke pesta dan mengungkapkan isi hatinya seusai pesta nanti.
Edward merenggangkan otot-ototnya lalu menumpuk file dan dokumen yang telah ia periksa. Waktu telah menunjukan jam 3 sore. Ia bahkan sengaja melewatkan jam makan siangnya dan marathon menyelesaikan pekerjaanya.
"Engk
"Jenifer adalah kekasihku, aku sangat mencintainya. "Ucapan Edward itu membuat hati Jenifer berdebar hebat, degupan jantungnya berdetak sangat kencang. Seperti sebuah mimpi. Tapi kalau boleh berharap, 'boleh'kah mimpi ini menjadi sebuah kenyataan.' Karena entah sejak kapan, diam-diam hatinya juga telah tertambat kepada sosok pria tampan yang berada disampingnya itu. "Kita mau kemana Ed?" Akhirnya Jenifer buka suara karena sejak keluar dari hotel tadi hingga saat ini yang berada dalam mobil, Edward tidak mengeluarkan sepatah katapun. Berbeda dengan kebiasaanya Edward yang selalu membombardirnya dengan guyonan-guyonan ringan dan rayuan manisnya. "Oh." Edward terkesiap dari lamunannya, sebenarnya ia sedang berpikir merangkai kata untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Jenifer. Selama ini, ia tidak pernah merayu kepada seorang wanita yang ia kencani. Para wanita itu sendiri yang berinisiatif untuk mendekat dan merayu Edward. Berbeda dengan sekarang, Jenifer tidak pernah merayunya ataupun
21+!!! "I love you to, Ed." Senyuman merekah dari bibir Edward, tidak ada yang lebih membahagiakan ketika Jenifer juga memiliki perasaan yang sama. Kedua tangan yang menggenggam jemari Jenifer beralih menangkup kedua pipi chubynya Jenifer, Edward langsung memagut bibir séksi Jenifer dengan sangat lembut. Walaupun agak sedikit kaku, Jenifer membalas ciumannya tanpa ragu. Edward dapat merasakan Jenifer kurang berpengalaman, terasa dari ciuman Jenifer yang kaku dan tidak natural. Dengan telaten ia membimbing lidah Jenifer untuk menari bersama dan saling bertukar saliva. Setelah sama-sama kehabisan napas, Edward melepaskan tautan bibir mereka. Napas mereka terengah, Edward menyatukan dahi mereka. Kedua hidung mancung mereka bersentuhan, berakhir dengan senyuman yang mengembang di bibir mereka berdua. Edward meraih dua gelas yang berisikan wine favoritnya, ia lalu membimbing Jenifer untuk berpindah ke bangku panjang yang ada di salah satu sudut ruangan. Setelah mereka duduk, Edward mera
"Belum selesai?" Jenifer menyembulkan kepalanya dari balik pintu ketika baru saja menerima pesan dari Edward untuk menyusulnya di kantor pusat Williams corp. "Tunggu sebentar, tinggal sedikit lagi." Edward masih sibuk membaca setumpuk dokumen yang ada di meja kerjanya. "Santai saja Ed, aku akan menunggumu." Jenifer memijit lembut pelipisnya Edward. "Jangan tergesa-gesa, teliti dulu dengan baik baru kau tanda tangani." "Terimakasih, sayang." Edward mengelus punggung tangan Jenifer lalu melanjutkan kembali untuk membaca beberapa dokumen yang ada di hadapannya. Setelah kurang lebih setengah jam, Edward sudah menyelesaikan semua pekerjaanya. Ia tersenyum ketika melihat Jenifer yang sedang tertidur pulas di atas sofa. Edward berjalan mendekati Jenifer lalu menundukkan kepalanya. Edward mencium singkat bibir Jenifer yang setengah terbuka. "Engkhhhhh Ed, sudah selesai?" Dengan mata yang setengah menyipit Je
"Ed, sudah siang, kau harus ke kantor." Edward masih memeluk erat Jenifer sambil memejamkan matanya. "Aku tidak ingin ke kantor hari ini." "Baiklah, sebaiknya kau tidur lagi, aku ingin cuci muka lalu membuat sarapan untukmu." "Jangan sayang, temani aku tidur, sebentar saja." "Hmmm kau ini, seperti anak kecil yang merengek kepada ibunya." "Nyatanya, aku seperti anakmu, sayang, semalaman kau menyusuiku." Edward mulai meraba payudàra Jenifer dari balik piyamanya. "Mulai lagi." Jenifer bangkit meninggalkan Edward yang mulai melancarkan aksi mésumnya. "Jeny sayang." Edward menyusul Jenifer lalu memeluknya dari belakang. "Kenapa Ed, bukankah tadi kau bilang, ingin tidur lagi, hum?" "Aku ingin tidur ditemani olehmu, sayang." Edward mulai mengendus tengkuk Jenifer dari belakang. Jenifer yang sedang menggosok giginya hanya bisa menah
"Mantan?" Edward menoleh kepada Cecil. "Ya, dia mantan dari suamiku." Cecil tersenyum mengejek. "Jen, dia mantan kamu?" "Permisi, aku lelah, aku ingin pulang." Jenifer berlari keluar dari pesta disusul oleh Edward. "Jen, Jeny, tunggu." Edward mengejar Jenifer yang lari menjauhinya. "Sayang, ada apa denganmu, hum?" Edward memeluk Jenifer dari belakang setelah berhasil mengejarnya. "Aku ingin pulang, Ed. Pleaseee." Mata Jenifer mulai berkaca- kaca. "Baiklah, aku juga ingin pulang." Edward menggenggam erat tangan Jenifer. "Ayo kita pulang." Edward membuka pintu mobil untuk Jenifer. "Aku ingin pulang ke apartemenku." "Hah?" Edward terkejut dengan permintaan Jenifer, biasanya Jenifer selalu mengikuti Edward, yang memintanya untuk tidur di apartemennya. "Oke, ayo kita pulang ke apartemenmu." Edward menyetujui permintaan Jen
Texas, tujuh tahun lalu. "Saudara Anthony Gonzalez, bersediakah kamu, menjadikan saudari Jenifer Watson sebagai istrimu untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan." "Ya, saya bersedia." "Saudari Jenifer Watson-------------" "Ya, saya bersedia." "May the groom to kiss the bride." Suara riuh tepuk tangan, menggema di gereja. Pesta pernikahan telah berakhir, Jenifer dan Anthony adalah teman bermain sejak kecil, mereka hidup bertetangga. Kedua belah pihak orang tua mereka bersahabat baik dan sangat dekat. Jenifer sudah menyukai Anthony sejak kecil, Anthony dengan garis keturunan dari Spanyol tumbuh menjadi pemuda yang tampan, rambut hitam legam, rahang yang tegas, m
21+!!! Sudah satu minggu, sejak pertemuan dengan Anthony di pesta, Jenifer menjadi pribadi yang pendiam dan murung, bahkan ia mulai jarang mengunjungi Edward di jam istirahatnya, biasanya ia rajin berkunjung terutama ketika jadwal Edward sangat padat, ia akan datang membawa makan siang dan kopi kesukaanya Edward. Jenifer akan memberikan perhatian kecil seperti memijat kepala atau menerima tuntutan Edward untuk bermanja-manja di sela jam istirahat. Edward butuh mendinginkan otaknya di kala ia benar-benar sibuk. Ia adalah orang yang workaholic dan sangat disiplin dalam bekerja. Selama ia mengenal Jenifer, Jenifer'lah tempat merefresh pikirannya. Edward mendesah kesal karena Jenifer tidak kunjung datang atau menelpon duluan, menanyakan khabarnya. Ketika jam kantor usaipun Edward bertambah kesal karena Jenifer selalu termenung ketika ia menjemputnya, terlebih lagi bagaimana ia bisa bermanja tidur di pangkuaanya jika mood Jenif
21+!!! Edward membaringkan Jenifer di atas ranjang, ia melumat bibir Jenifer dengan lembut. Bibirnya turun, menyusuri dagu Jenifer, bagaikan seorang vampir, Edward menghisap leher Jenifer meninggalkan beberapa tanda kissmark. "Engkhhhh." Lenguhan keluar dari bibir Jenifer ketika Edward mulai mengulum pucuk dada Jenifer, bulatan yang berwarna soft pink itu Edward mainkan dengan bibir dan lidahnya, sebelah tangannya tidak tinggal diam, meremas dan memijat buah dada yang ukurannya sangat di sukai oleh sebagian besar laki-laki. "Edddd." Jenifer memekik saat Edward sedikit menggigit pucuk dadanya. Edward hanya terkekeh pelan, melihat Jenifer memejamkan matanya dengan mulut yang terbuka. Puas bermain-main dengan kedua benda kenyal tersebut, Edward menggerakkan bibirnya mencium perut J