"Ka, kamu janda?" Edward memastikan tidak salah dengar.
Jenifer mengangguk. "Ya, statusku janda."
Edward memeluk Jenifer erat.
"Kau tidak masalah?"
"Apa lah arti sebuah status, yang terpenting, kita saling mencintai, jangan berpikir untuk berpisah, ingat itu. "Edward menegaskan.
"Terima kasih, Ed. Kau sudah mau menerimaku yang sudah-----"
"Aku yang seharusnya, berterima kasih padamu."
Jenifer menatap Edward.
"Di bandingkan dirimu, aku lebih itu." Edward menyugar rambutnya. "Sudah berapa banyak wanita yang ku kencani dan ken
21+!!!!"69." Jenifer meneguk salivanya, melihat kejantanan Edward yang sudah tegak, mengarah ke wajahnya. "Ed, aku----""Lakukan seperti di film, Jen. Kau pernah melihat film dewasa, bukan? Aku nikmati milikmu dan kau nikmati milikku.""Ehmmm," Jenifer membuka mulutnya, menerima kejantanan Edward. Ia berusaha menikmati gaya baru yang tidak pernah ia lakukan."Awww, Jen." Edward terpekik, ketika kejantanannya di gigit oleh Jenifer."Ehmmm maaf, Ed. Aku tidak sengaja, tadi aku sedikit kaget karena kau menyedot milikku.""Oh, oke, hati-hati, kalau terluka, kita tidak akan bisa mempunyai keturunan, kedepannya." Edward
"Yeah it's me, Jesica Hall."Edward mengernyit, wanita berambut pirang sebahu, mempunyai ciri-ciri mirip Jenifer, tersenyum manis mengulurkan tangannya."Akh hai, Jes." Edward terlihat kikuk.Jenifer menatap interaksi mereka berdua, selama dua bulan kebersamaanya dengan Edward, Jenifer tidak pernah melihat Edward, salah tingkah di depan seorang wanita. Seberapa cantik dan seksi, wanita itu, Edward bisa tenang dan elegan menghadapinya, namun kini ---- Jenifer teringat, tadi wanita ini memperkenalkan diri dengan nama Jesica Hall, mungkinkah Jesica, kakak kelas Edward yang menjadi wanita pertama, bagi Edward. Mendadak hati Jenifer menjadi tidak nyaman berada di antara mereka berdua.Sebenarnya, hati Edward tidak lagi merasakan, debaran aneh kepada Jesica.
+21!!!"Kenapa, Ed?" Jesica semakin maju, mendekati Edward.Edward yang sudah terpojok ke dinding tembok, merasakan panas di sekujur tubuhnya. Tenggorokannya terasa kering, keringat dingin mulai keluar membasahi pelipisnya. Miliknya mulai mengeras, itu membuat ngilu karena celana jeans yang ia kenakan hari ini, sedikit ketat."Bagaimana, Ed? Ada yang berubah dengan tubuhmu?" Jesica sudah mengungkung tubuh Edward, mereka mempunyai tinggi yang sama. Jesica adalah murid kelas 12, ia terkenal sebagai penakluk murid putra yang mempunyai kualitas tinggi untuk di jadikan pacar. Dari yang kaya, good looking, multi talent sampai murid yang bermodal otak pintar.Edward adalah murid yang memenuhi empat kriteria tersebut, ia kaya karena putra tu
+21!!!"Berikan padaku, Ed? Berikan padaku, akan ku berikan kenikmatan yang tidak pernah kau dapatkan selama ini." Jesica mencium bibir Edward dengan sangat antusias. Tangannya mulai bergerilya meraba dada Edward. Bibirnya turun ke bawah menyusuri leher Edward."Kak, jangan membuat tanda. Mommyku akan marah." Edward mendorong tubuh Jesica."Baiklah, aku tidak akan meninggalkan jejak di tubuhmu." Jesica mengecupi dada Edward, lidahnya bermain-main dengan kulit Edward yang putih bersih. Bibirnya beralih ke perut rata Edward. Otot-otot yang belum terbentuk sempurna itu ia mainkan dengan lidahnya.Edward tidak bisa berhenti untuk tidak mendesah dan mengerang karena permainan lidah Jesica yang begitu lincah m
"Siapa kamu?" Edward kaget setelah tubuhnya seakan melayang. Seseorang menyeret tubuhnya dari belakang lalu dihempaskan secara kasar oleh Alex. "Alex, apa yang sedang kau lakukan?" Jesica terbelalak melihat kehadiran Alex di dalam kamar hotel yang dibooking untuk bersenang-senang dengan Edward. "Jadi dia yang membuatmu enggan untuk kembali padaku." Alex yang diam-diam mengikuti Jesica dan Edward langsung meradang ketika melihat orang yang sangat dicintainya masuk ke dalam hotel. Alex langsung menuju meja resepsionis, memberikan sejumlah uang. Tak berapa lama, pegawai hotel yang berada di meja resepsionis itu tersenyum dan mengeluarkan kartu duplikat kunci dan menyebutkan nomor kamar hotel. "Kak Jes, siapa dia?" Edward mengelus punggungnya yang terasa nyeri.
"Jauhi anak saya!" Casandra menatap tajam Jesica. "Jangan rusak masa depan anak saya dengan pikiran kotormu. Edward masih kecil, cari partner sex lainnya.""Tapi kami saling mencintai, Tante.""Cinta itu harus menjaga, bukannya merusak dan menjerumuskannya ke hal yang buruk. Aku rasa, Edward tidak mencintaimu, itu hanya obsesi semata dalam masa pubertas.Jesica tidak bisa berkata lebih lanjut. Ia terintimidasi dengan perkataan Casandra padanya."Pergi dari sini!""Bolehkah saya melihat Edward untuk yang terakhir kalinya, tante?" Jesica memohon."Tidak bisa!" Casandra menegaskan.
"I miss you, Ed. I miss you so much." Jesica menangis tersedu. Air mata yang ia tahan akhirnya luruh juga. Ia tidak peduli dengan make upnya. Terlalu emosional pertemuannya dengan Edward. "Shhhhh sudah jangan menangis." Edward tidak tega mendengar tangisan dari mahasiswi yang baru dikenalnya. Jesica melepaskan pelukannya, ia mengambil tisu lalu dengan cepat menghapus air matanya. Ia lalu….. "Emkhhhh," Edward membola matanya ketika Jesica mencium bibirnya dengan rakus, menyalurkan segala kerinduan di hatinya. Edward yang sudah berubah menjadi playboy sangat menikmati ciuman itu, ia bahkan membalas ciuman Jesica tak kalah panas. Setelah cukup lama berciuman,mereka saling melepaskan karena kehabisan oksigen. Edward tersenyum, dalam hatinya bersorak. 'Hari ini ada partner ons baru.' Sedangkan Jesica tersenyum bahagia, ia mengira Edward mengingat dan merindukannya. "Ed, I miss you." Jesica memandang Edward dengan tatapan penuh cinta. "Maaf Nona, apakah kita saling kenal sebelum
"Don't leave me, Ed!" Jesica mengejar Edward. Ia menghalangi Edward di depan tangga darurat.Edward menghela napasnya, tidak menyangka akan bertemu dengan Jesica kembali setelah tiga tahun berlalu."Kenapa, Ed. Apa yang salah, hem?" Aku sangat merindukanmu, selama ini aku sangat tersiksa karena perpisahan kita.""Dengar, Jes. Hubungan kita sudah berakhir. Kita jalani hidup kita masing-masing tanpa harus melibatkan perasaan lagi, oke?" Edward perlahan melepas cekalan tangan Jesica di lengannya."Tidak, tidak, itu tidak benar. Aku tidak percaya itu. Aku menunggumu selama tiga tahun, aku setia menjaga hati dan tubuhku hanya untuk menantimu kembali. Jangan patahkan hatiku, Ed. Kumohon jangan lakukan itu. Aku bisa gila jika kau
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say