Pak Budi meminta kami—seisi kelas mengikutinya menuju lapangan outdoor. Tepat setelah menyuruh kami berganti pakaian dengan seragam yang kering. Beruntung cuaca pagi ini sedikit mendung, mungkin akan turun hujan. Pak Budi meminta kami untuk duduk lesehan di atas rumput dengan membawa alat tulis. Pak Budi pun tidak lupa menyuruh anak lelaki mengambil satu papan tulis dorong yang berada di gudang. Kami tidak ada yang berani bertanya, protes ataupun membantah, yang kami lakukan hanyalah patuh—berjalan mengikuti langkah Pak Budi."Kapan lagi kita study alam begini," celetuk Voscar begitu saja seolah tidak mengerti suasana mencekam saat ini.Dia baru datang setelah mengambil papan tulis dorong bersama teman-teman lelakinya. Ia langsung duduk tepat di depan Lilac, memasuki barisan perempuan membuat beberapa teman perempuannya tidak terima ia berada di depan karena tinggi badan yang menghalangi mereka.LIlac pun ikut memprotes keberadaan dirinya dengan mencolok-c
Lilac dan teman-teman sekelasnya tertawa melihat Voscar yang sedang di hukum oleh Pak Budi dari dalam kantin.Voscar disuruh berlari keliling lapangan outdoor yang bisa dilihat oleh semua murid dan guru, sambil memakai kertas karton yang bertuliskan "SAYA ANAK NAKAL!". Ia ingin sekali protes dan menggerutu. Tetapi, Pak Budi pun menyuruhnya sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya serta 17 Agustus secara berulang.Bulir-bulir keringat serta napas yang menderu bahkan tatapan mata Voscar sudah layu, pertanda ia sudah merasa sangat lelah. Ia sudah berlari sebanyak 10 kali di lapangan yang super luas ini. Begitu putaran ke 11 ia menjatuhkan tubuhnya di hadapan Pak Budi yang sejak tadi terus melihatnya dengan wajah datar. Pak Budi menghela napas pelan, merasa kasihan dengan anak murid bebal ini."Kamu istirahat dulu, sehabis itu temui Bapak di ruangan," ujar Pak Budi yang langsung meninggalkan Voscar begitu saja.Sedikit tersenyum tipis, setidaknya pender
Tangan yang terkepal erat serta wajah yang tersenyum tipis namun mata yang memancar kemarahan menjadi tanda Lilac sangat kesal bahkan amat sangat marah. Ternyata Laura adalah pengkhianat. Ia selalu berpikir jika Laura akan sangat cocok untuk menjadi penerusnya, kapten basket putri. Membantu Alina selama dirinya pergi nanti. Hancur sudah rencana yang ia persiapkan kemarin-kemarin.Lilac menggigit jari kuku jempol sambil menahan amarahnya. Rasanya ingin sekali ia pergi dari dalam kelas menuju Laura yang pastinya masih berada di tangga. Berani sekali adik kelasnya ini mencoba mengambil miliknya. Ia tidak akan membiarkannya begitu saja.Menit berlalu menjadi jam dan sekarang adalah waktunya istirahat ke dua, istirahat di siang hari. Sejujurnya, istirahat ini hanya bisa dipakai untuk ibadah shalat saja bagi umat muslim dan yang tidak berhalangan. Lilac yang merupakan seorang muslim baru saja melipat mukena pink parasut miliknya. Mukena yang selalu ia simpan di masjid se
Lilac menutup pintu mobil depan dengan sedikit kencang membuat orang yang sedang makan kentang goreng menggerutu kesal karena terkejut—tidak menyangka Lilac akan menutup pintu dengan kencang. Lilac hanya tertawa kecil tanpa rasa bersalah lalu mencomot kentang goreng dan memakannya begitu saja. Lagi dan lagi mendapat tatapan sinis serta tajam dari Voscar. Menutup pintu mobil kencang serta mengambil makanannya tanpa izin sedikit membuatnya kesal, sebenarnya itu tidak membuatnya marah, hanya kesal sedikit, sedikit sekali, hanya seujung kuku tapi kuku yang panjang."Maaf, maaf, nanti di jalan mampir dulu ke restoran biasa," ucap Lilac namun masih dengan tawa kecilnya. Seperti benar-benar tidak ada rasa bersalah."Enggak usah, udah malas," ketua Voscar sambil melajukan mobilnya, meninggalkan halte sekolah.Menyusuri jalan raya yang padat oleh kendaraan-kendaraan bermotor ataupun bermobil. Terhenti sejenak di depan lampu merah, melihat kanan-kiri, mencari tukang dagang asongan yang biasa be
"VOSCAR! LILAC!" teriak seorang guru yang melihat sepasang kekasih baru saja turun dari mobil."Gua bilang apa ... kita akan kena lagi!" kesal Lilac yang memakai tas-nya asal. Lilac menghembuskan nafasnya kasar dan menatap Voscar dengan kesal."Maaf, gua lagi mau pamer kekayaan gua," ucap Voscar dengan gaya sombongnya.BUGH!"Sakit, Maemunah!" keluh Voscar sambil mengusap bahunya yang baru saja dipukul tas oleh Lilac."Bodo amat!" kesal Lilac yang langsung pergi meninggalkan Voscar."Gara-gara mau dihukum jadi nyebelin gitu ya?" heran Voscar yang langsung mengikuti Lilac.Lilac langsung menghadap sang guru diikuti oleh Voscar. Lilac kembali menatap Voscar dengan sebal sedangkan yang ditatap hanya mengangkat sebelah alisnya bingung."Engga guna lu jadi pacar!" sarkas Lilac yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Voscar."Bilang apa lu barusan?" tanya Voscar dengan datar."A-a-anu, itu, ehmm," gugup Lilac sambi
Lilac sedang menunggu Voscar di depan kelasnya. Bel pulang sekolah sejak satu jam yang lalu dan Voscar pamit mengambil dokumen di ruang OSIS."Hufft," hela nafas Lilac yang kesekian kali. Lilac menatap kanan dan kiri koridor lalu melihat jam tangannya."Voscar kemana ya?" gumam Lilac yang sudah mulai kesal. Lilac menundukkan kepalanya dengan kesal dan menghentakkan kakinya."Awas aja! Kalau dia udah dateng gua pukul sampai jadi perkedel!" gerutu Lilac. Voscar yang mendengar gerutuan Lilac hanya tersenyum miring."Dari pada gerutu mending minum," saran Voscar yang menempelkan Es susu coklat pada pipi Lilac. Lilac yang terkejut langsung mengangkat wajahnya dan menatap Voscar."Nyebelin banget si lu!" kesal Lilac yang langsung mengambil susu coklatnya dan meminumnya."Suap-nya bisa banget lagi," gumam Lilac dengan tersenyum tipis. Voscar mengacak rambut Lilac dengan pelan sambil tertawa pelan."Gua engga tahu
"LILAC!" teriak Luna yang melihat Lilac baru saja keluar dari supermarket. Luna yang sedang berkumpul bersama teman-teman dari luar sekolah tanpa sengaja melihat Lilac yang sudah berada di dalam supermarket.Memang supermarketnya sangat strategis untuk anak muda berkumpul. Lilac berjalan menuju Luna dan tersenyum tipis."Habis beli apa, Lil?" tanya Luna yang melirik papperbag Lilac. Lilac langsung mengangkat papperbagnya dan membukanya."Beli titipan Bunda dan beberapa cemilan," jawab Lilac. Luna melihat beberapa bahan kue serta minuman yang sering Lilac minum ketika baru memasuki kelas."Lu naik apa?" tanya Luna yang tidak melihat kehadiran Voscar ataupun keluarga Lilac. Lilac langsung menunjukkan aplikasi go-jeknya pada ponselnya."Dianter temen gua aja gimana?" tawar Luna yang langsung mendapat gelengan oleh Lilac."Engga usah ... Sebentar lagi juga ojeknya sampai," tolak Lilac dengan halus. Lilac tahu bahwa teman Luna sedari tadi menatap
"Wake up, Putri Tidur," bisik Voscar pada telinga Lilac. Lilac hanya bergumam pelan lalu kembali melanjutkan tidurnya."Kok bisa gua mau sama cewe kaya dia?" gumam Voscar yang melihat Lilac tidak kunjung bangun. Voscar langsung saja menepuk pelan pipi Lilac, Lilac langsung mengambil jemari Voscar dan menciumnya sebentar."Kembali tidur gua tinggal sekolah," ucap Voscar membuat Lilac langsung membuka matanya dan menatap jam di dinding seketika Lilac langsung terduduk di atas kasur."BUNDA, LILAC TELAT!" teriak Lilac membuat Voscar menutup kupingnya."Berisik!" Kesal Voscar."Bukannya mandi malah teriak," ucap Voscar yang kesal terhadap Lilac. Lilac langsung menatap Voscar dan tersenyum lebar membuat Voscar bergedik takut melihat senyum Lilac."Aw, gua masih perawan," ucap Voscar yang menyilangkan tangannya di dadanya membuat Lilac tertawa keras."MANDI, LIL!" teriak Bunda Lilac."Sana mandi," ucap Voscar yang menarik lembu