"LILAC!" teriak Luna yang melihat Lilac baru saja keluar dari supermarket. Luna yang sedang berkumpul bersama teman-teman dari luar sekolah tanpa sengaja melihat Lilac yang sudah berada di dalam supermarket.
Memang supermarketnya sangat strategis untuk anak muda berkumpul. Lilac berjalan menuju Luna dan tersenyum tipis.
"Habis beli apa, Lil?" tanya Luna yang melirik papperbag Lilac. Lilac langsung mengangkat papperbagnya dan membukanya.
"Beli titipan Bunda dan beberapa cemilan," jawab Lilac. Luna melihat beberapa bahan kue serta minuman yang sering Lilac minum ketika baru memasuki kelas.
"Lu naik apa?" tanya Luna yang tidak melihat kehadiran Voscar ataupun keluarga Lilac. Lilac langsung menunjukkan aplikasi go-jeknya pada ponselnya.
"Dianter temen gua aja gimana?" tawar Luna yang langsung mendapat gelengan oleh Lilac.
"Engga usah ... Sebentar lagi juga ojeknya sampai," tolak Lilac dengan halus. Lilac tahu bahwa teman Luna sedari tadi menatapnya tanpa berkedip dan itu membuat Lilac tidak nyaman.
"Gua anter mau?" tanya teman Luna yang sejak tadi menatap Lilac tanpa berkedip.
"Eng-engga usah," tolak Lilac.
"Gua duluan ya, Lun," pamit Lilac yang sedikit menundukkan wajahnya pada Luna dan teman-temannya. Luna langsung menganggukan kepalanya sedikit ragu.
"Ayo, gua anter," ajak teman Luna sambil berdiri dari duduknya.
"Budi, engga usah dipaksa," ucap Luna yang menatap bingung temannya begitupun yang lain. Teman Luna yang dipanggil Budi menghiraukan ucapan Luna.
"Ayo," ajak Budi yang langsung memegang lengan Lilac. Lilac yang terkejut langsung melepaskan tangan Budi. Lilac mengerjapkan matanya dan menatap Budi dengan tidak suka.
"Tidak sopan!" ucap Lilac dengan datar. Budi kembali akan memegang lengan Lilac tetapi sebelumnya ada lengan lain yang menahan lengan Budi.
"Don't. Touch. Him."
Lilac mengerjapkan matanya sedangkan Luna hanya tersenyum memelas dan Budi langsung menatap sang pemilik lengan yang menahan lengannya.
"Lu siapa?" tanya Budi dengan sedikit ketakutan. Si pemilik lengan langsung tersenyum miring.
"Voscar," jawab Voscar sambil melepaskan lengan Budi dan menarik Lilac agar berdiri di belakangnya. Voscar menatap Lilac sebentar lalu tersenyum miring dan menatap Budi dengan sedikit tajam.
"Siapanya dia?" tunjuk Budi pada Lilac.
"Teman ... Hidup," datar Voscar sambil menggenggam jemari Lilac. Lilac tersenyum lebar sambil menatap punggung Voscar.
Lilac menyukai saat Voscar menunjukkan kepemilikannya. Tatapan Lilac beralih pada genggaman tangan mereka.
"Pulang!" ajak Voscar dengan datar. Voscar menarik Lilac dengan sedikit kasar membuat Lilac hampir terjatuh.
"Pelan," ucap Lilac sambil mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Voscar. Voscar tiba-tiba saja menghentikan langkahnya dan menatap Lilac dengan datar.
Voscar menarik jemari Lilac dan menatapnya dengan teliti, sedikit memerah memang. Voscar menatap mata Lilac dengan intens lalu secara tiba-tiba Voscar mencium jemari Lilac di dekat yang memerah membuat Lilac mengerjapkan matanya pelan.
"Ma'af," ucap Voscar dengan pelan lalu membuka pintu mobil dan mendorong pelan Lilac yang sejak tadi belum tersadar.
"Udah kali terpesonanya," ejek Voscar yang baru saja memasuki mobilnya.
Voscar mengendarai mobilnya dengan pelan sambil sesekali menatap Lilac yang sedang melihat keluar jendela.
"Lu marah?" tanya Voscar, Lilac menggelengkan kepalanya pelan lalu menundukkan wajahnya serta jemari yang saling meremas.
Voscar menatap Lilac bingung. "Lu pengen buang air kecil?" tanya Voscar. Seketika Lilac menggelengkan kepalanya panik dan menatap Voscar dengan mata yang melotot.
"Lu kenapa? Engga kesurupan, kan?" tanya Voscar dengan panik.
"Gua ...," gantung Lilac. Tanpa diduga, Lilac memeluk Voscar serta menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Voscar.
"Gua malu, Voscar," ungkap Lilac.
"Jangan gini, gua susah bawa mobilnya," ucap Voscar yang menggerakkan badannya agar Lilac menyingkir dari tubuhnya.
"Lagian, lu malu kenapa?" tanya Voscar.
"Gua engga tahu kenapa setiap lu berbuat romantis gitu gua suka malu," jujur Lilac yang sudah menjauh dari Voscar.
"Gua berbuat romantis engga sekali atau dua kali tapi lu masih ... Astaga," ucap Voscar yang heran dengan Lilac.
"Apa semua perempuan kaya lu?" tanya Voscar.
"Entah," jawab Lilac.
Voscar menghentikan mobilnya di depan rumah Lilac. Sebelumnya, Voscar sudah mengunci mobilnya agar Lilac tidak keluar terlebih dahulu. Voscar segera mengambil papperbag dari kursi belakang dan menyerahkannya pada Lilac.
"Malam Minggu nanti pakai!" perintah Voscar yang Lilac tahu bahwa tidak bisa dibantah sedikit pun setelahnya Voscar langsung membuka kunci pada mobilnya.
"Jangan manja," ucap Voscar yang tidak kunjung membuka pintu untuk Lilac. Lilac langsung mendelik sebal pada Voscar lalu keluar dari mobil Voscar.
"Awas aja besok gua tendang dari motornya," gerutu Lilac yang sudah memasuki rumahnya.
"Lama banget, Lil, dari supermarket," ucap bunda Lilac yang sedang memakan kue bersama papah Lilac.
"Tadi Voscar ke sini nyariin kamu," beritahu papah Voscar yang menerima suapan kue dari bunda Lilac. Lilac menghela nafas melihat keromantisan orangtua-nya.
"Aku sudah terbiasa dengan ke-bucinan ini," gumam Lilac yang mengambil tempat di tengah orangtua-nya.
"Ganggu!" kesal papah Lilac membuat Lilac dan Rahayu tertawa. Papah Lilac memang sangat manja dengan sang istri membuat Lilac sangat menginginkan pacar atau suami seperti papahnya.
"Biarin," ledek Lilac. Papah Lilac tersenyum lalu mengacak rambut Lilac dengan gemas membuat Lilac menatap papahnya dengan sebal.
"Papah, nyebelin banget," kesal Lilac yang langsung berdiri dan berjalan menuju kamarnya mengabaikan tatapan kedua orangtua-nya.
"Kamu sih," tuduh bunda Lilac. Papah Lilac hanya menghela nafas pelan dan tersenyum menatap sang istri, tiba-tiba saja papah Lilac langsung memeluk sang istri membuat Rahayu terkejut.
Lilac yang sedang duduk di atas kasur menatap sebal ke arah pintu kamarnya tetapi tidak lama langsung tersenyum tipis dan membuka papperbag pemberian Voscar.
Sebuah kotak berwarna putih yang berpita biru. Lilac membuka kotak tersebut dan tersenyum cerah. Dress berwarna cream, Lilac berjalan menuju kaca dan mencobanya.
"Bagus dan cantik," puji Lilac pada pakaiannya.
"Pemilihan Voscar tidak bisa diragukan," ucap Lilac sambil menggelengkan kepalanya. Lilac berjalan menuju kasur dan mengambil ponselnya.
"Aku suka dress-nya."
Isi pesan yang Lilac kirim pada Voscar tidak mendapat balasan dari Voscar. Iseng Lilac membuka I*******m dan mengunggah foto dirinya serta Voscar yang sedang berjalan santai di taman perumahannya.
TING!
"Malam Minggu pakai."
"Iya," balas Lilac yang langsung menutup mulutnya untuk tidak berteriak. Lilac langsung mengambil boneka kambing serta sapi yang pernah dibelikan oleh Voscar saat Voscar mengajak dirinya untuk berjalan-jalan di Ragunan.
Lilac menatap langit-langit kamarnya dengan tersenyum tipis lalu memejamkan matanya meresapi ketenangan di malam ini.
"Ya Allah, aku bersyukur menjadi hambamu dan aku bersyukur atas nikmat yang engkau berikan," batin Lilac dengan tersenyum. Hati Lilac begitu tenang serta lega saat ini. Nikmat yang Tuhan berikan terlalu memukau menurut Lilac.
Dilahirkan di keluarga yang begitu menyayanginya, sahabat yang selalu ada bahkan kekasih yang sangat menyayanginya walau jarang memanjakannya tetapi Lilac akan tetap bersyukur.
"Wake up, Putri Tidur," bisik Voscar pada telinga Lilac. Lilac hanya bergumam pelan lalu kembali melanjutkan tidurnya."Kok bisa gua mau sama cewe kaya dia?" gumam Voscar yang melihat Lilac tidak kunjung bangun. Voscar langsung saja menepuk pelan pipi Lilac, Lilac langsung mengambil jemari Voscar dan menciumnya sebentar."Kembali tidur gua tinggal sekolah," ucap Voscar membuat Lilac langsung membuka matanya dan menatap jam di dinding seketika Lilac langsung terduduk di atas kasur."BUNDA, LILAC TELAT!" teriak Lilac membuat Voscar menutup kupingnya."Berisik!" Kesal Voscar."Bukannya mandi malah teriak," ucap Voscar yang kesal terhadap Lilac. Lilac langsung menatap Voscar dan tersenyum lebar membuat Voscar bergedik takut melihat senyum Lilac."Aw, gua masih perawan," ucap Voscar yang menyilangkan tangannya di dadanya membuat Lilac tertawa keras."MANDI, LIL!" teriak Bunda Lilac."Sana mandi," ucap Voscar yang menarik lembu
"KAK LILAC!" panggil Adik kelas yang sedang berlari menuju Lilac. Lilac dan Voscar segera menghentikan langkahnya dan menatap adik kelasnya dengan bingung."Kalian kenapa?" tanya Lilac yang melihat adik kelasnya sedang mengatur nafasnya."Kak, aku pengen tanya," ucap adik kelas yang tengah. Lilac mengintip name tag adik kelasnya bernama Laura, Britney dan Jessica."Tanya apa?" heran Lilac. Voscar hanya berdiri di samping Lilac tanpa ikut campur. Voscar tahu masalahnya antara exskul paduan suara atau Basketnya."Kita akan latihan paduan suara kapan, Kak?" tanya Laura yang sudah selesai mengaturnya nafasnya begitupun dengan dua temannya yang lain.Lilac tersenyum tipis lalu berjalan mendekat Laura dengan pelan. "Voscar engga nafsu lihat yang beginian," ucap Lilac yang mengalihkan jawaban. Lilac membereskan kerah serta menjepit rambut Laura dengan rapih setelah selesai Lilac langsung menepuk pelan baju Laura."Latihan hari Sabtu," beritah
Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, namun guru fisikanya ini tidak berhenti menjelaskan rumus Newton. Lilac dan teman-temannya pun sudah menggerutu bahkan sudah tidak memperhatikan guru di depan kelas. Kepala mereka sudah panas bahkan bisa saja meledak sewaktu-waktu karena terlalu lama mendengarkan rumus-rumus hukum Newton."Pak, kita lapar!" teriak Voscar di pojok kelas dengan wajah malasnya sambil menaruh kepalanya di atas meja.Guru fisikanya pun seketika berhenti berbicara dan menatap jam tangannya. Lalu, ia pun menghela napas pelan dan tersenyum tipis setelahnya ucapan yang diberikan guru fisikanya membuat para murid di dalam kelas bersorak gembira dan tersenyum lebar bahkan ada yang menghela napas lega serta memberikan acungan jempol kepada Voscar."Baiklah. maaf sudah menyita waktu kalian selama sepuluh menit. Saya akhiri untuk hari ini, terima kasih dan sampai jumpa minggu depan," jelas Guru Fisikanya.Lilac yang sedang
Voscar yang sedang mengendarai motor maticnya harus berjalan dengan pelan karena Lilac yang sejak tadi sudah tertidur di atas motor. Rasanya ingin sekali ia turunkan di pinggir jalan ini, namun mengingat cuaca yang sangat panas sore ini membuatnya mengurungkan niatnya. Sebenarnya, waktu pulang sekolah sudah dua jam lalu namun ia harus menunggu Lilac yang rapat perihal kegiatan ekstrakurikuler. Lalu, karena hal tersebut membuat ia dipanggil seorang guru dan dimintai tolong untuk membawa beberapa buku di ruang guru ke perpustakaan, hal ini membuatnya kesal. Lagi dan lagi, kepala Lilac membentur helm yang sedang ia pakai dan membuat Lilac terbangun namun tidak lama kembali tertidur dan menaruh wajahnya di pundak kanannya. Ia pun menghembuskan napasnya lelah, merasa pegal. Voscar menghentikan motornya dan menatap samping, tepat di atas kepala Lilac. Voscar mengelus pelan rambut Lilac membuat sang empu semakin nyaman. Ia haus dan ingin minum, bo
"Lilac," panggil Papah Lilac yang sedang membaca koran.Lilac yang baru saja turun dari tangga rumahnya sambil membawa sepatu sekolahnya langsung menatap Papahnya dengan senyum tipisnya. Ia pun melihat bundanya sedang mencuci buah."Sebentar lagi pernikahan Azaella di luar negri. Kita akan berangkat hari Minggu nanti dan sekalian menetap di sana sebentar karena perusahaan keluarga sedang ada masalah sedikit dan membutuhkan Papah," jelas Papah Lilac sambil menurunkan korannya dan menatap penuh pada Lilac.Lilac mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun karena semua percuma saja, Papahnya tidak pernah menyetujui apapun yang ia katakan. Jadi, ia hanya menganggukkan saja kepalanya.Ia pun menaruh sepatu sekolahnya di bawah meja dan menginjaknya santai. Lalu, dia memulai sarapannya dengan roti selai cokelat yang dibuat oleh bunda. Dia hanya fokus pada sarapannya tanpa memedulikan tatapan Papahnya yang masih menatap dirinya. Sang Papah yang merasa dirinya tidak dipedulikan oleh s
"KAK LILAC!" teriak Laura, adik kelas yang sangat menyebalkannya memasuki kelasnya sambil berteriak memanggilnya namanya.Ia dan teman-teman sekelas langsung menoleh pada Laura yang sedang berjalan ke arahnya sambil memasang wajah yang sedikit menyeramkan. Ia bingung dengan kedatangan Laura yang sangat tiba-tiba, begitu pun dengan teman-temannya yang menatap aneh pada Laura. Seingat mereka, Laura adalah sosok yang yang baik hati, polos dan lugu. Namun, lihatlah sekarang, Luara seperti sosok orang lain.Laura yang sudah berada di hadapan Lilac langsung menaruh tumpukan kertas yang sedari tadi digenggamnya. Lilac melihat serta membacanya dengan seksama, sebuah kertas yang merupakan petisi sekolah dan itu pun resmi karena ada cap sekolahnya. Lalu, ia pun membacanya sampai habis mengenai isi surat petisi tersebut. Padahal melalui website sekolah akan lebih mudah dan tidak membuang-buang kertas untuk hal sepele seperti ini.Surat petisi yang menurutnya sangat-sangat sepele dan tidak bermut
Pak Budi meminta kami—seisi kelas mengikutinya menuju lapangan outdoor. Tepat setelah menyuruh kami berganti pakaian dengan seragam yang kering. Beruntung cuaca pagi ini sedikit mendung, mungkin akan turun hujan. Pak Budi meminta kami untuk duduk lesehan di atas rumput dengan membawa alat tulis. Pak Budi pun tidak lupa menyuruh anak lelaki mengambil satu papan tulis dorong yang berada di gudang. Kami tidak ada yang berani bertanya, protes ataupun membantah, yang kami lakukan hanyalah patuh—berjalan mengikuti langkah Pak Budi."Kapan lagi kita study alam begini," celetuk Voscar begitu saja seolah tidak mengerti suasana mencekam saat ini.Dia baru datang setelah mengambil papan tulis dorong bersama teman-teman lelakinya. Ia langsung duduk tepat di depan Lilac, memasuki barisan perempuan membuat beberapa teman perempuannya tidak terima ia berada di depan karena tinggi badan yang menghalangi mereka.LIlac pun ikut memprotes keberadaan dirinya dengan mencolok-c
Lilac dan teman-teman sekelasnya tertawa melihat Voscar yang sedang di hukum oleh Pak Budi dari dalam kantin.Voscar disuruh berlari keliling lapangan outdoor yang bisa dilihat oleh semua murid dan guru, sambil memakai kertas karton yang bertuliskan "SAYA ANAK NAKAL!". Ia ingin sekali protes dan menggerutu. Tetapi, Pak Budi pun menyuruhnya sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya serta 17 Agustus secara berulang.Bulir-bulir keringat serta napas yang menderu bahkan tatapan mata Voscar sudah layu, pertanda ia sudah merasa sangat lelah. Ia sudah berlari sebanyak 10 kali di lapangan yang super luas ini. Begitu putaran ke 11 ia menjatuhkan tubuhnya di hadapan Pak Budi yang sejak tadi terus melihatnya dengan wajah datar. Pak Budi menghela napas pelan, merasa kasihan dengan anak murid bebal ini."Kamu istirahat dulu, sehabis itu temui Bapak di ruangan," ujar Pak Budi yang langsung meninggalkan Voscar begitu saja.Sedikit tersenyum tipis, setidaknya pender