Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, namun guru fisikanya ini tidak berhenti menjelaskan rumus Newton. Lilac dan teman-temannya pun sudah menggerutu bahkan sudah tidak memperhatikan guru di depan kelas. Kepala mereka sudah panas bahkan bisa saja meledak sewaktu-waktu karena terlalu lama mendengarkan rumus-rumus hukum Newton.
"Pak, kita lapar!" teriak Voscar di pojok kelas dengan wajah malasnya sambil menaruh kepalanya di atas meja.Guru fisikanya pun seketika berhenti berbicara dan menatap jam tangannya. Lalu, ia pun menghela napas pelan dan tersenyum tipis setelahnya ucapan yang diberikan guru fisikanya membuat para murid di dalam kelas bersorak gembira dan tersenyum lebar bahkan ada yang menghela napas lega serta memberikan acungan jempol kepada Voscar."Baiklah. maaf sudah menyita waktu kalian selama sepuluh menit. Saya akhiri untuk hari ini, terima kasih dan sampai jumpa minggu depan," jelas Guru Fisikanya.Lilac yang sedang merapihkan alat tulisnya sejenak menghentikan aktivitasnya dan mengingat sesuatu yang seperti terlupa. Tugas pekerjaan rumah minggu lalu perihal gaya gravitasi belum ditanyakan oleh guru fisikanya. Akhirnya, Lilac kembali memanggil guru fisiknya membuat sang guru pun menatap ke arah Lilac dengan bingung."Tugas rumah yang kemarin Bapak kasih belum diperiksa," jelas Lilac membuat teman-temannya dan kekasihnya menatap Lilac dengan mata melotot marah."Oh, Iya, kumpulkan saja sekarang di ketua kelas," jawab Guru Fisika setelah menjawab Lilac, sang guru pun langsung berjalan keluar kelas.Teman-teman sekelasnya sontak menatap sinis dirinya dan bersiap untuk menyorakinya sebelum Voscar berjalan dengan menatap dirinya tajam serta bibir yang siap meluncurkan segala ceramah yang akan keluar.Voscar mengulurkan kedua tangannya untuk memegang pipi tembam kekasihnya, Lilac. lalu mencubitnya dengan sedikit kencang membuat sang empu meringis kesakitan. Lilac pun menepuk-nepuk lengan Voscar agar melepaskan tangannya pada pipinya yang sekarang sudah memerah karena kesakitan."Lu jadi murid jangan terlalu rajin! Mau dibilang apa lu begitu?" tanya Voscar dengan kesal."Mau dibilang sok rajin?""Mau dibilang sok pintar?""Mau dapat nilai tambah di mata para guru?"Pertanyaan Voscar seolah menjadi pertanyaan seluruh teman-temannya. Ia tidak sadar sudah melakukan hal salah. Namun, ia sudah berjuang mengerjakan tugasnya kemarin lalu jika tidak diperiksa semua akan sia-sia, untuk apa ia berjuang mengerjakan tugas jika seperti itu?"Jatuhnya lu caper, Lil," lanjut Voscar.Lilac mengabaikan ucapan Voscar, dirinya lebih tertarik dengan tatapan teman-temannya yang kini sedang menatap ke arah dirinya. Menatap dengan sinis dan tidak suka, lalu ia pun menghela napas dan mengeluarkan buku tugasnya dan melemparnya pada Alina yang sejak tadi pun menatapnya dengan datar.Alina mengambil buku tugas Lilac dan memeriksa semua jawaban Lilac. Lilac tahu bahwa Alina pasti sudah mengerjakan tugas rumahnya. Setelah selesai memeriksa jawaban Lilac, Alina kembali menatap Lilac dengan raut wajah bingungnya. Lilac tanpa banyak kata langsung menyuruh teman-temannya untuk menyalin jawaban dari dirinya.Voscar yang sudah menurunkan tangannya dari pipi Lilac hanya tersenyum tipis. Setidaknya tidak ada yang menyoraki ataupun mengkritik kekasihnya secara berlebihan. Sejujurnya dirinya merasa tidak enak karena sudah berkata kasar kepada Lilac, Ia hanya bisa berdoa agar Lilac tidak ngambek karena hal ini.Tidak ada yang salah dengan Lilac hanya saja ia salah waktu untuk bertanya perihal pengumpulan tugas rumahnya. Jika saja ditanyakan sejak awal dan tidak memperlama kembali jam istirahat sudah pasti Lilac akan aman.Setelah melihat teman-temannya yang mulai menyalin jawaban tugas rumahnya, Lilac menarik tangan Voscar dan membawanya keluar kelas menuju kantin karena dirinya sudah merasakan lapar. Dan, ia pun sudah malas dengan tatapan sinis teman-temannya bahkan beberapa ada yang mencibir dirinya padahal mereka sedang menyalin jawaban miliknya.***Di kantin pun ia melihat seluruh meja penuh dengan siswa atau siswi yang sedang makan bahkan berbincang dengan teman-temannya membuat dirinya sedikit kesal. Meja kantin tidak cukup untuk menampung seluruh murid di sekolahnya dan seharusnya mereka sadar diri untuk segera pergi jika sudah selesai makan.Voscar meninggalkan Lilac begitu saja. Ia berjalan menuju tempat roti bakar dan salad buah. Setelahnya ia mencari keberadaan Lilac yang sudah duduk di kursi tengah-tengah kantin dengan wajah yang terlihat marah. Voscar langsung saja berjalan menuju Lilac dengan salad buah dan roti bakar selai blueberry di tangannya. setibanya di tempat Lilac ia langsung saja menaruh makanan tersebut di atas meja dan mengambil ponsel Lilac, melihat layar hitam yang tidak menampilkan apapun membuatnya malas.Berbeda dengan Lilac yang sedang memakan roti bakar miliknya. Tanpa mempedulikan apapun lagi Lilac melahap dengan rakus roti bakar tersebut. Voscar memelototkan matanya, menahan kekesalannya melihat Lilac yang memakan roti bakar miliknya."Gua beliin lu salad buah, Lil!" kesal Voscar dengan menggeser kotak salad buah ke hadapan Lilac.Lilac yang melihatnya langsung tersenyum paksa, merasa bersalah. Ia membuka kotak salah buah tersebut dan memakannya pelan. Voscar yang melihat langsung duduk di kursi hadapan Lilac sambil menghembuskan napasnya malas. Matanya menatap malas Lilac dan berdecak tidak suka membuat kekasihnya itu tertawa pelan."Gua cuman minta sedikit, Voscar," ucap Lilac yang telah memakan semua roti bakarnya."Gua cimin minti sedikit, Voscar," ledek Voscar dengan meniru ucapan Lilac.Tanpa mempedulikan wajah cemberut dan kesalnya Voscar, Lilac mengambil bungkus salad buah dan memakannya tanpa rasa bersalah, kembali membuat Voscar tidak percaya pada penglihatan di hadapannya. Lilac tidak takut untuk menjadi gendut."Makanan ini enggak akan buat gua gendut, Voscar!" ketus Lilac yang tahu arti tatapan Voscar.Tadi pagi memang ia sudah sarapan namun dirinya lapar kembali akibat pelajaran Fisika yang menguras otaknya. Lagi pula memakan roti bakar dan salad buah saja tidak akan membuatnya gemuk, Voscar ini terlalu berlebihan!Namun, ia tahu alasan Voscar menatapnya seperti itu. Karena, dirinya akan mengeluh gendut jika berat badan naik 5 kilogram atau pun 2 kilogram. Mengeluh pagi, siang dan malam sampai berat badannya turun kembali. Bahkan, dulu saja ia pernah diajak olahraga lari pagi dan sore karena Voscar sudah bosan dengan keluhannya terhadap berat badannya yang naik.Lilac pun mengambil sepotong anggur dan mengarahkan garpu plastik ke hadapan mulut Voscar. Awalnya ia menatap bingung pada garpu tersebut namun begitu melihat senyum tipis Lilac yang seolah menyuruhnya untuk memakan sepotong anggur, mau tidak mau ia harus memakannya. Bukan takut, hanya saja ia malas dengan ocehannya nanti.Sebenarnya yang sedang ia rasakan adalah perasaan senang, malu dan hangat bercampur menjadi satu. Sifat perhatiannya yang membuat ia tidak bisa menjauh dari kekasihnya ini. Namun, tetap saja ada hal yang terkadang ingin rasanya ia buang ke jurang paling terdalam karena kesabarannya selalu teruji.Voscar yang sedang mengendarai motor maticnya harus berjalan dengan pelan karena Lilac yang sejak tadi sudah tertidur di atas motor. Rasanya ingin sekali ia turunkan di pinggir jalan ini, namun mengingat cuaca yang sangat panas sore ini membuatnya mengurungkan niatnya. Sebenarnya, waktu pulang sekolah sudah dua jam lalu namun ia harus menunggu Lilac yang rapat perihal kegiatan ekstrakurikuler. Lalu, karena hal tersebut membuat ia dipanggil seorang guru dan dimintai tolong untuk membawa beberapa buku di ruang guru ke perpustakaan, hal ini membuatnya kesal. Lagi dan lagi, kepala Lilac membentur helm yang sedang ia pakai dan membuat Lilac terbangun namun tidak lama kembali tertidur dan menaruh wajahnya di pundak kanannya. Ia pun menghembuskan napasnya lelah, merasa pegal. Voscar menghentikan motornya dan menatap samping, tepat di atas kepala Lilac. Voscar mengelus pelan rambut Lilac membuat sang empu semakin nyaman. Ia haus dan ingin minum, bo
"Lilac," panggil Papah Lilac yang sedang membaca koran.Lilac yang baru saja turun dari tangga rumahnya sambil membawa sepatu sekolahnya langsung menatap Papahnya dengan senyum tipisnya. Ia pun melihat bundanya sedang mencuci buah."Sebentar lagi pernikahan Azaella di luar negri. Kita akan berangkat hari Minggu nanti dan sekalian menetap di sana sebentar karena perusahaan keluarga sedang ada masalah sedikit dan membutuhkan Papah," jelas Papah Lilac sambil menurunkan korannya dan menatap penuh pada Lilac.Lilac mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun karena semua percuma saja, Papahnya tidak pernah menyetujui apapun yang ia katakan. Jadi, ia hanya menganggukkan saja kepalanya.Ia pun menaruh sepatu sekolahnya di bawah meja dan menginjaknya santai. Lalu, dia memulai sarapannya dengan roti selai cokelat yang dibuat oleh bunda. Dia hanya fokus pada sarapannya tanpa memedulikan tatapan Papahnya yang masih menatap dirinya. Sang Papah yang merasa dirinya tidak dipedulikan oleh s
"KAK LILAC!" teriak Laura, adik kelas yang sangat menyebalkannya memasuki kelasnya sambil berteriak memanggilnya namanya.Ia dan teman-teman sekelas langsung menoleh pada Laura yang sedang berjalan ke arahnya sambil memasang wajah yang sedikit menyeramkan. Ia bingung dengan kedatangan Laura yang sangat tiba-tiba, begitu pun dengan teman-temannya yang menatap aneh pada Laura. Seingat mereka, Laura adalah sosok yang yang baik hati, polos dan lugu. Namun, lihatlah sekarang, Luara seperti sosok orang lain.Laura yang sudah berada di hadapan Lilac langsung menaruh tumpukan kertas yang sedari tadi digenggamnya. Lilac melihat serta membacanya dengan seksama, sebuah kertas yang merupakan petisi sekolah dan itu pun resmi karena ada cap sekolahnya. Lalu, ia pun membacanya sampai habis mengenai isi surat petisi tersebut. Padahal melalui website sekolah akan lebih mudah dan tidak membuang-buang kertas untuk hal sepele seperti ini.Surat petisi yang menurutnya sangat-sangat sepele dan tidak bermut
Pak Budi meminta kami—seisi kelas mengikutinya menuju lapangan outdoor. Tepat setelah menyuruh kami berganti pakaian dengan seragam yang kering. Beruntung cuaca pagi ini sedikit mendung, mungkin akan turun hujan. Pak Budi meminta kami untuk duduk lesehan di atas rumput dengan membawa alat tulis. Pak Budi pun tidak lupa menyuruh anak lelaki mengambil satu papan tulis dorong yang berada di gudang. Kami tidak ada yang berani bertanya, protes ataupun membantah, yang kami lakukan hanyalah patuh—berjalan mengikuti langkah Pak Budi."Kapan lagi kita study alam begini," celetuk Voscar begitu saja seolah tidak mengerti suasana mencekam saat ini.Dia baru datang setelah mengambil papan tulis dorong bersama teman-teman lelakinya. Ia langsung duduk tepat di depan Lilac, memasuki barisan perempuan membuat beberapa teman perempuannya tidak terima ia berada di depan karena tinggi badan yang menghalangi mereka.LIlac pun ikut memprotes keberadaan dirinya dengan mencolok-c
Lilac dan teman-teman sekelasnya tertawa melihat Voscar yang sedang di hukum oleh Pak Budi dari dalam kantin.Voscar disuruh berlari keliling lapangan outdoor yang bisa dilihat oleh semua murid dan guru, sambil memakai kertas karton yang bertuliskan "SAYA ANAK NAKAL!". Ia ingin sekali protes dan menggerutu. Tetapi, Pak Budi pun menyuruhnya sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya serta 17 Agustus secara berulang.Bulir-bulir keringat serta napas yang menderu bahkan tatapan mata Voscar sudah layu, pertanda ia sudah merasa sangat lelah. Ia sudah berlari sebanyak 10 kali di lapangan yang super luas ini. Begitu putaran ke 11 ia menjatuhkan tubuhnya di hadapan Pak Budi yang sejak tadi terus melihatnya dengan wajah datar. Pak Budi menghela napas pelan, merasa kasihan dengan anak murid bebal ini."Kamu istirahat dulu, sehabis itu temui Bapak di ruangan," ujar Pak Budi yang langsung meninggalkan Voscar begitu saja.Sedikit tersenyum tipis, setidaknya pender
Tangan yang terkepal erat serta wajah yang tersenyum tipis namun mata yang memancar kemarahan menjadi tanda Lilac sangat kesal bahkan amat sangat marah. Ternyata Laura adalah pengkhianat. Ia selalu berpikir jika Laura akan sangat cocok untuk menjadi penerusnya, kapten basket putri. Membantu Alina selama dirinya pergi nanti. Hancur sudah rencana yang ia persiapkan kemarin-kemarin.Lilac menggigit jari kuku jempol sambil menahan amarahnya. Rasanya ingin sekali ia pergi dari dalam kelas menuju Laura yang pastinya masih berada di tangga. Berani sekali adik kelasnya ini mencoba mengambil miliknya. Ia tidak akan membiarkannya begitu saja.Menit berlalu menjadi jam dan sekarang adalah waktunya istirahat ke dua, istirahat di siang hari. Sejujurnya, istirahat ini hanya bisa dipakai untuk ibadah shalat saja bagi umat muslim dan yang tidak berhalangan. Lilac yang merupakan seorang muslim baru saja melipat mukena pink parasut miliknya. Mukena yang selalu ia simpan di masjid se
Lilac menutup pintu mobil depan dengan sedikit kencang membuat orang yang sedang makan kentang goreng menggerutu kesal karena terkejut—tidak menyangka Lilac akan menutup pintu dengan kencang. Lilac hanya tertawa kecil tanpa rasa bersalah lalu mencomot kentang goreng dan memakannya begitu saja. Lagi dan lagi mendapat tatapan sinis serta tajam dari Voscar. Menutup pintu mobil kencang serta mengambil makanannya tanpa izin sedikit membuatnya kesal, sebenarnya itu tidak membuatnya marah, hanya kesal sedikit, sedikit sekali, hanya seujung kuku tapi kuku yang panjang."Maaf, maaf, nanti di jalan mampir dulu ke restoran biasa," ucap Lilac namun masih dengan tawa kecilnya. Seperti benar-benar tidak ada rasa bersalah."Enggak usah, udah malas," ketua Voscar sambil melajukan mobilnya, meninggalkan halte sekolah.Menyusuri jalan raya yang padat oleh kendaraan-kendaraan bermotor ataupun bermobil. Terhenti sejenak di depan lampu merah, melihat kanan-kiri, mencari tukang dagang asongan yang biasa be
"VOSCAR! LILAC!" teriak seorang guru yang melihat sepasang kekasih baru saja turun dari mobil."Gua bilang apa ... kita akan kena lagi!" kesal Lilac yang memakai tas-nya asal. Lilac menghembuskan nafasnya kasar dan menatap Voscar dengan kesal."Maaf, gua lagi mau pamer kekayaan gua," ucap Voscar dengan gaya sombongnya.BUGH!"Sakit, Maemunah!" keluh Voscar sambil mengusap bahunya yang baru saja dipukul tas oleh Lilac."Bodo amat!" kesal Lilac yang langsung pergi meninggalkan Voscar."Gara-gara mau dihukum jadi nyebelin gitu ya?" heran Voscar yang langsung mengikuti Lilac.Lilac langsung menghadap sang guru diikuti oleh Voscar. Lilac kembali menatap Voscar dengan sebal sedangkan yang ditatap hanya mengangkat sebelah alisnya bingung."Engga guna lu jadi pacar!" sarkas Lilac yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Voscar."Bilang apa lu barusan?" tanya Voscar dengan datar."A-a-anu, itu, ehmm," gugup Lilac sambi