Saat Nayla akan membuang pecahan gelas itu. Tiba-tiba, Nek Sami menahan lengan tangan Nayla.
Sehingga ia pun berbalik menghadap ke Nek Sami.
"Kamu harus hati-hati, Nay. Nenek enggak mau kamu kenapa-kenapa," pesan Nek Sami pada Nayla.
Nayla masih terdiam. Dengan manik matanya yang masih melihat ke Nek Sami.
"Nayla baik-baik saja kok, Nek. Nenek jangan cemas ya." Nayla berusaha membuat Nek Sami tenang.
"Firasat Nenek enggak enak, Nay! Lebih baik kamu segera menyelesaikan misteri tusuk konde itu. Seger akhiri perjanjian iblis yang mengikat di tusuk konde Kusumawardhani."
"Iya, Nek. Nayla pasti akan mengakhiri semuanya."
Braaaakkk!!!
Suara pintu belakang yang semula tertutup tiba-tiba terbuka cukup keras. Hingga membentur dinding rumah. Membuat keduanya terkejut dan menoleh ke arah pintu.
Sejenak mereka berdua terdiam. Dengan tatapan mata yang tak berkedip. Angin kencang menerobos masuk. Menerpa kulit tubuh Nek Sami da
Tatapan mata Ningrum masih menatap kepergian Nayla yang membonceng Angel. Wajahnya terlihat sangat cemas. Hingga ia tak sadar jika Nek Sami ikut memperhatikan dirinya."Nduk! Kamu kenopo?""Eh ... Ibu." Ningrum terkejut saat ditegur oleh Nek Sami."Ada apa? Kok wajahmu kayak gelisah gitu?"Ningrum menundukkan kepalanya. Kali ini ia memandang lantai rumah yang berwarna putih."Cerita sama Ibu, Nduk! Apa yang kamu pikirkan?"Ningrum menghela napasnya beberapa kali. Kemudian ia mengangkat kepalanya. Hingga manik mata keduanya saling bertatapan."Aku kepikiran sama Nayla, Bu. Enggak tau kenapa rasanya aku khawatir.""Apa yang kamu rasakan, Ibu juga merasakan yang sama.""Ibu juga khawatir sama Nayla?" Ningrum terkejut mendengar ucapan Nek Sami."Iya, Nduk. Semoga Nayla baik-baik saja dan selalu dilindungi.""Amiin. Apa ini semua ada kaitannya dengan Bapak dan Kusumawardhani dulu ya
"Seram sekali, Mbak!""Iya, Nay! Seram banget mimpi Bunda kamu!""Aku jadi ingin cepat-cepat memusnahkan perjanjian yang mengikat di tusuk konde itu. Tapi sampai sekarang kita belum mengetahui dendam Kusumawardhani." Nayla mengacak-acak rambutnya sendiri."Lebih baik Mbak ke Mbah Waci lagi dan menanyakan semuanya, Mbak. Aku yakin ini semua pasti ada maksudnya.""Iya, Do. Rencanaku memang habis jenguk kamu, kami mau ke rumah Mbah Waci. Setelah itu ke stasiun membeli tiket kereta.""Untuk apa tiket kereta, Mbak?""Aku sama Angel diterima kerja di Bank ternama di Malang. Dan lusa kami harus mengikuti training.""Malang? Jadi Mbak dan Angel akan ke Malang?""Iya. Aku ke sini sekaligus ingin berpamitan, Do. Dan sebaiknya kamu cukup membantuku sampai di sini saja.""Kenapa, Mbak?" Aldo duduk membenarkan letak bantal di punggungnya.Manik matanya menatap lekat Nayla."Dari cerita kamu, aku enggak mau k
Bergegas Angel langsung berlari menghampiri lelaki itu."Pak! To-tolong teman saya!" Napas Angel naik turun."Tenang dulu, Mbak! Temannya kenapa?"Angel mencoba mengatur napasnya."Dia terkunci di toilet!" kata Angel sambil menunjuk arah toilet.Kini Angel dan lelaki yang bernama Andi itu menghampiri Nayla.Saat Andi dan Angel sampai di depan lorong. Nayla sudah keluar dari dalam toilet."Nayla!!" seru Angel melihat temannya itu."Kamu enggak apa-apa, Nay? Kenapa kamu teriak-teriak tadi?"Tetapi Nayla tak menjawab satu pun pertanyaan Angel. Tatapan mata Nayla juga kosong. Pandangannya terus melihat ke depan.Angel yang tak terlalu memperhatikan kelakuan aneh Nayla. Hanya mengikuti langkah kaki Nayla yang terus berjalan tanpa menggubris Angel.Sementara Andi menatap Nayla dengan tatapan aneh. Baru berjalan lima langkah, Nayla berhenti lalu melirik ke arah Andi yang tengah menatapnya.
Sesekali kedua matanya memicing untuk mempertajamkan penglihatannya.Ketika itu, Angel mengenali salah satu dari orang tersebut. Yang ternyata adalah temannya sambil membawa gunting rumput.Buru-buru Angel berlari menuju ke arah pohon beringin. Dari kejauhan terlihat keangkuhan pohon itu. Terlihat rindang ketika berada di bawahnya. Tetapi seperti menyimpan suatu misteri.Ketika jarak Angel sekitar lima meter dari pohon beringin itu, Angel dapat melihat jelas. Di tangan Nayla terdapat sebuah gunting rumput berukuran sedang.Kedua mata Angel melotot melihat tangan kanan Nayla yang membawa gunting rumput mula mengangkat tinggi.Dengan cepat Angel berlari ke arah temannya itu.Cruuuut!!"Aaaaaaaahhh!" teriak Angel kencang. Andi yang melihat kejadian tersebut menjadi terkejut.Darah langsung muncrat membasahi rumput yang dipijak Angel dan Nayla. Terlihat pula cipratan darah di wajah Nayla.Sa
Aldo langsung turun dari ranjangnya. Tampak Andi membantu membawa infus Aldo."Antarkan saya ke UGD, Pak!"Dengan sabar Andi membantu Aldo. Ia menunjukkan jalan menuju ke UGD dimana Angel dan Nayla di rawat.Tak lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di depan UGD. Tetapi pintu UGD masih tertutup rapat."Kita tunggu sambil duduk di sini, Mas!" ajak Andi pada Aldo yang cemas.Aldo pun menurut yang dikatakan Andi. Mereka duduk di sebuah bangku besi."Pak, kok Bapak bisa tahu kedua gadis itu teman saya?" tanya Aldo dengan tatapan yang penuh tanya.Andi mengalihkan pandangan mata ke arah depan.Ia menarik napasnya lalu menghembuskannya lagi."Karna salah satu teman kamu diikuti sosok sinden berkebaya merah seperti yang mengikuti kamu."Aldo tercekat. Ia menalan ludahnya sendiri. Kelopak matanya hanya bisa berkedip."Kamu dan teman kamu harus hati-hati. Dia sepertinya ingin merasu
Hanya beberapa menit, mereka bertiga sampai di meja resepsionis. Pandangan mata mereka mengedar mencari Nayla."Di mana Nayla?" tanya Angel sambil menoleh kiri kanan. Sama halnya dengan Aldo."Memangnya benar di sini, Pak kalau menebus obat?""Iya, Mas. Benar!"Andi juga ikut mencari sosok Nayla.Sampai akhirnya, kedua mata Angel melihat seorang perempuan yang mirip dengan temannya. Namun perempuan itu membelakangi dirinya.Angel yang penasaran berjalan mendekati perempuan yang berjongkok di sudut tembok."Nay-la!" panggil Angel terbata karna takut salah orang.Perempuan itu menoleh ke belakang. Memperlihatkan separuh wajahnya yang tertutupi rambut."Nayla! Kamu ngapain?!"Angel terkejut dan tak sadar suaranya meninggi. Membuat Aldo dan Andi mendekati keduanya.Tampak jari-jari dan mulut Nayla belepotan darah. Angel, Aldo, dan Pak Andi ikut kaget melihatnya."Nay! Apa ada yang luka?
"Sepertinya sosok sinden itu juga dendam dengan laki-laki itu, Mas!""Siapa yaa?" desis Angel."Pasti itu kakek Mbak Nayla!" sahut Aldo. Kedua mata Angel membulat sambil mengangguk. Seolah membenarkan apa yang dibilang Aldo."Kenapa kalian enggak coba cari tahu tentang masa lalunya? Siapa tahu kalian akan dapat petunjuk?" usul Andi."Apa bisa, Pak? Kejadian itu sudah sangat lama sekali. Beberapa tahun yang lalu.""Pasti sinden ini memliki keluarga atau saudara. Kenapa kalian enggak mencari tahu dari mereka?"Seketika kedua mata Angel dan Aldo membulat. Apa yang dikatakan Andi memang benar. Kenapa selama ini tak terpikirkan oleh mereka."Pak Andi benar!!" seru Aldo senang."Satu hal lagi! Apa kalian juga tahu tentang sosok sinden yang mirip dengan sosok sinden merah. Hanya sinden ini tiap menampakkan dirinya selalu memakai selendang hijau?""Iya kami sudah tahu, Pak. Sosok itu adalah sintrennya," jawab Aldo se
Angel dan Nayla saling berpandangan. Lalu menganggukkan kepala tanda setuju."Ya sudah, aku siap-siap. Nanti aku ke rumah Mbah Waci naik taksi aja. Tunggu di depan gang ya, Mbak!""Oke. Kita jalan dulu ya."Akhirnya mereka bertiga berpisah. Aldo berjalan cepat menuju kamarnya. Sedangkan Nayla dan Angel menuju meja resepsionis.Sepuluh menit kemudian, Nayla dan Angel sudah berada di halaman parkir rumah sakit.Terlihat Angel membonceng Nayla.Motor matic itu melaju memecah kemacematan kota siang hari itu. Sengatan sinar matahari yang panas seakan menembus jaket tebal yang mereka kenakan.Tak sampai satu jam, motor itu berhenti di depan sebuah gang. Angel mematikan mesin motor dan menstandarkan motor milik Nayla."Udah di mana dia?" tanya Angel sembari menoleh pada Nayla."Katanya dia sebentar lagi sampai."Lima menit berlalu, terlihat sebuah mobil berwarna biru muda ke arah mereka."Itu mun