Hari ini keluarga Mahesa dan para ajudan serta asisten rumah tangga kembali makan besar. Banyak makanan enak dan mewah tersaji di meja makan. "Pak, Bu, sering-sering aja gini, kita jadi makan enak terus," celetuk Zacky, salah satu ajudan baru Mahesa."Iya. Yuk, makan yang banyak sampai kenyang," ujar Mahesa tersenyum. Senyum khas yang mempunyai banyak makna.Mereka pun menikmati banyak makanan. Termasuk rendang daging, bakso dan tak ketinggalan menu favorit keluarga Mahesa, Coto Makassar."Wah, nikmat banget ya. Siapa yang masak ini, Bu?" tanya Zacky."Semua makanan enak ini yang masak Morry," jawab Indhira tersenyum. Tanpa mereka sadari, jika menu daging yang tersaji itu adalah daging sesama ajudan yang menghilang tanpa jejak."Wah, kalau ada Zac, dia makan banyak nih. Dia kan paling suka rendang. Eh ya, ke mana ya dia? Kenapa lama banget pulang kampungnya?" celetuk Leon."Iya ya. Aku hubungi nomornya juga nggak aktif. Ke mana ya?" timpal Romero.Sesama ajudan pun timbul sebuah per
Himawan Prasetya, seorang anggota kepolisian yang menjadi senior Mahesa. Keduanya pernah menjadi sahabat yang sangat dekat. Namun, suatu peristiwa telah mengubah semuanya.Himawan kini menjadi musuh yang menakutkan bagi seorang Mahesa. Demi membalas dendamnya, ia rela berjibaku dengan maut. Memanfaatkan Indhira -- istri Mahesa sendiri demi membalaskan semua sakit hatinya.Rencana pun sudah berjalan dengan lancar. Ikhsan telah terbunuh di tangan komandannya sendiri. Ikhsan hanya terjebak di antara pusara permusuhan dua jenderal."Dendamku masih ada. Tidak akan ada kata maaf. Nyawa harus dibayar dengan nyawa ...." batin Himawan.Apa yang sebenarnya yang melatarbelakangi permusuhan dua sahabat itu?Hari itu Himawan dan Mahesa baru saja kembali dari tugas mereka di Kalimantan. Sebuah kasus besar baru saja ditangani. Himawan dan Mahesa pun mendapat promosi jabatan.Namun, kelicikan Mahesa akhirnya membawa Himawan pada kemerosotan karirnya. Bukan hanya itu, ia harus kehilangan wanita yang s
Himawan kini mulai menjalankan balas dendamnya. Cukup sudah baginya diam. Di saat Mahesa tengah menghadapi kasus besar atas kematian sang ajudan, Himawan pun mendapatkan kesempatan emas. "Senang Mahesa, akhirnya Tuhan bisa mempertemukan kita kembali," ucap Himawan saat pertama kali berjumpa. Mahesa pun hanya tersenyum kecut."Apa mau dia?" batin Mahesa."Mau apa kau ke sini?" tanya Mahesa."Waw! Kamu masih saja arogan? Mahesa, Mahesa, ternyata kamu nggak pernah bisa berubah!" ujar Himawan. Ia pun tertawa terbahak-bahak.Mahesa pun geram. Mulai muak dengan tingkah mantan komandannya itu. Terlebih ia kini menyadari jika Himawan tergabung dalam tim khusus yang dibentuk untuk mengungkap kematian Ikhsan."Sial! Kenapa sekarang dia pindah ke sini lagi? Dan kenapa dia bisa terlibat di timsus ini? Siapa yang sudah memanggil dia kembali?" batin Mahesa.Mahesa pun saling tatap dengan musuh besarnya itu. Ia pun memilih diam dan hanya mendengarkan ocehan mangan komandannya itu."Mahesa, apa yang
Mahesa bukanlah manusia yang suci. Walau menjadi seorang yang taat menjalankan ibadahnya, ia tetaplah manusia. Dunia hitam pun juga dijalaninya.Demi memuluskan semua jalan karirnya, Mahesa pun mendatangi sebuah dukun terkenal di sebuah desa terpencil di Kalimantan. Di sanalah tinggal seorang penguasa.Nyai Ageng -- wanita berusia 55 tahun itu nampak masih segar dan awet muda bagi siapapun yang melihatnya. Namun, aslinya saat malam hari, ia bisa berubah wujud menjadi makhluk yang menyeramkan.Lewat seorang kenalannya yang juga pemakai jasa Nyai Ageng, Mahesa pun meminta bantuan Nyai untuk memuluskan karirnya. Malam itu, ia datang bersama Morry. Satu-satunya orang yang dipercayanya menyimpan semua rahasia gelapnya."Nyai, tolong saya. Saya ...." ucap Mahesa. Belum usai Mahesa berbicara, Nyai Ageng pun sudah tertawa. Tawanya yang menyeramkan itu membuat Mahesa dan Morry mulai merinding. Ditambah suasana rumah Nyai Ageng yang memiliki aroma mistis yang kental."Aku sudah tahu maksud ked
Morry pun mulai melakukan tugasnya kembali. Menghujamkan sebuah belati tepat ke jantung korbannya. Darah pun mengalir dengan derasnya. Morry langsung mengeksekusi Ferry dengan membelah dan mengambil isi dalam organ tubuh sang ajudan."Ferry, maafkan saya ...."Morry sudah sangat lama bekerja dengan Mahesa. Membunuh para musuhnya. Dan memutilasi kemudian dagingnya dibuat makanan untuk santapan satu keluarga. Tapi, kali ini hatinya bermain.Morry yang telah kehilangan kedua orang tuanya dengan cara sadis pun merasa iba. Bagaimana nasib anak Ferry? Dia harus menjadi anak yatim piatu dan itu semua karena ulahnya."Ferry, maafkan saya. Saya janji, akan menyayangi anak kamu. Saya juga akan bertanggungjawab sama dia sampai dia dewasa nanti," ucap Morry terisak ketika usai eksekusi berlangsung.Tugas Morry belum selesai. Ditangannya telah ada beberapa jenis pisau untuk kembali memotong bagian tubuh korbannya itu agar bisa lebih kecil. Hingga kini bagian dagingnya telah siapa diolah. Entah ap
Rina mulai merasakan kejanggalan. Apa yang terjadi dengan suaminya. Bahkan hingga dua Minggu berlalu, tidak ada kabar darinya. Bukan hal yang biasa dilakukan oleh Ferry.Nomor Ferry telah lama tidak aktif. Sejak sang komandan datang membawakan beberapa barang dan uang titipan Ferry. Tugas ke Papua. Tapi, mungkinkah dia tidak mendapat sinyal? Mungkinkah Ferry tinggal jauh di pelosok hingga kesulitan berkonsentrasi? Begitu banyak pertanyaan yang timbul di benak Rina. Segala cara pun akhirnya ia tempuh untuk mendapatkan informasi keberadaan sang suami. Hingga akhirnya kedatangan Lexy membuka sedikit tabir misteri itu."Assalamualaikum, Rina, Rina!" panggil Lexy. Lexy sangat lama menunggu tuan rumah membuka pintu. Tapi, kondisi rumah yang sepi akhirnya membuat Lexy berpikir jika Rina dan anaknya tidak berada di rumah. Lexy akhirnya mencoba bertanya pada tetangga sekitar rumahnya dan menurut info yang didapatkan jika Rina sedang pergi ke sawah. Membawa serta anaknya."Aku susul aja deh!
POV MAHESAPERNIKAHAN INDHIRA DAN MAHESAIndhira Kusuma Putri, seorang dokter bedah yang akhirnya memutuskan berhenti dan menikah dengan seorang abdi negara bernama Danantya Mahesa.Perbedaan usia tak menyurutkan langkah Indhira untuk menikahi sang pujaan hati. Meski di awal Ibu Indhira kurang menyetujui karena perbedaan usia dan pekerjaan Mahesa yang penuh resiko, tak menyurutkan langkahnya. Akhirnya, restu sang ibu didapat Indhira dan Mahesa.Layaknya pernikahan seorang abdi negara, Indhira harus mempersiapkan segala persyaratan administrasi juga beberapa proses yang harus dijalaninya saat memutuskan menikah dengan seorang abdi negara.Tidak biasa dan cukup merepotkan baginya, tetapi demi menyandang Nyonya Mahesa, ia pun rela berjibaku dengan segala kerepotannya.Hari itu, Mahesa pun menyelesaikan proses akhir untuk menikahi sang abdi negara. Lelah, tapi senyum bahagia itu terpancar. Saat hendak pulang, Indhira mendapatkan telepon dari Nyonya Miranda, sang ibunda.[Bu, ibu tenang
Mahesa tak marah dengan sikap istrinya itu. Ia justru tertawa dan bahagia. Ya, Indhira cemburu karena mencintainya. Pernikahan mereka pun baru, sudah harus menjalani LDR.Jadi sangat wajar, jika Indhira masih manja. Mahesa yakin, berjalannya waktu Indhira akan menjadi sosok wanita yang kuat dan tangguh.[Sayang, jangan ngambeg dong. Aku di sini nggak akan macam-macam kok, kamu tenang di sana ya. Nanti setelah keadaannya aman, aku akan jemput kamu. Kita kumpul lagi di sini]Mahesa mengirim pesan melalui aplikasi chat ke nomor Indhira.Sejam dua jam berlalu. Ia tak juga mengetahui kabar dari sang istri. Ah, pasti dia masih ngambeg. Setelah hampir 5 jam, balasan itu datang.[Ok!][Gadis mungilku ternyata masih ngambeg.]Mahesa pun akhirnya memilih beristirahat. Jika diteruskan pun percuma, ia sedang marah. Lagipula, seharian ini Mahesa pun lelah dengan serangkaian kegiatan.----Pagi hari Mahesa.pun melakukan lari pagi, cukup jauh dari mess tempatnya tinggal. Sebelum kembali ke mess, Ma