Himawan kini mulai menjalankan balas dendamnya. Cukup sudah baginya diam. Di saat Mahesa tengah menghadapi kasus besar atas kematian sang ajudan, Himawan pun mendapatkan kesempatan emas. "Senang Mahesa, akhirnya Tuhan bisa mempertemukan kita kembali," ucap Himawan saat pertama kali berjumpa. Mahesa pun hanya tersenyum kecut."Apa mau dia?" batin Mahesa."Mau apa kau ke sini?" tanya Mahesa."Waw! Kamu masih saja arogan? Mahesa, Mahesa, ternyata kamu nggak pernah bisa berubah!" ujar Himawan. Ia pun tertawa terbahak-bahak.Mahesa pun geram. Mulai muak dengan tingkah mantan komandannya itu. Terlebih ia kini menyadari jika Himawan tergabung dalam tim khusus yang dibentuk untuk mengungkap kematian Ikhsan."Sial! Kenapa sekarang dia pindah ke sini lagi? Dan kenapa dia bisa terlibat di timsus ini? Siapa yang sudah memanggil dia kembali?" batin Mahesa.Mahesa pun saling tatap dengan musuh besarnya itu. Ia pun memilih diam dan hanya mendengarkan ocehan mangan komandannya itu."Mahesa, apa yang
Mahesa bukanlah manusia yang suci. Walau menjadi seorang yang taat menjalankan ibadahnya, ia tetaplah manusia. Dunia hitam pun juga dijalaninya.Demi memuluskan semua jalan karirnya, Mahesa pun mendatangi sebuah dukun terkenal di sebuah desa terpencil di Kalimantan. Di sanalah tinggal seorang penguasa.Nyai Ageng -- wanita berusia 55 tahun itu nampak masih segar dan awet muda bagi siapapun yang melihatnya. Namun, aslinya saat malam hari, ia bisa berubah wujud menjadi makhluk yang menyeramkan.Lewat seorang kenalannya yang juga pemakai jasa Nyai Ageng, Mahesa pun meminta bantuan Nyai untuk memuluskan karirnya. Malam itu, ia datang bersama Morry. Satu-satunya orang yang dipercayanya menyimpan semua rahasia gelapnya."Nyai, tolong saya. Saya ...." ucap Mahesa. Belum usai Mahesa berbicara, Nyai Ageng pun sudah tertawa. Tawanya yang menyeramkan itu membuat Mahesa dan Morry mulai merinding. Ditambah suasana rumah Nyai Ageng yang memiliki aroma mistis yang kental."Aku sudah tahu maksud ked
Morry pun mulai melakukan tugasnya kembali. Menghujamkan sebuah belati tepat ke jantung korbannya. Darah pun mengalir dengan derasnya. Morry langsung mengeksekusi Ferry dengan membelah dan mengambil isi dalam organ tubuh sang ajudan."Ferry, maafkan saya ...."Morry sudah sangat lama bekerja dengan Mahesa. Membunuh para musuhnya. Dan memutilasi kemudian dagingnya dibuat makanan untuk santapan satu keluarga. Tapi, kali ini hatinya bermain.Morry yang telah kehilangan kedua orang tuanya dengan cara sadis pun merasa iba. Bagaimana nasib anak Ferry? Dia harus menjadi anak yatim piatu dan itu semua karena ulahnya."Ferry, maafkan saya. Saya janji, akan menyayangi anak kamu. Saya juga akan bertanggungjawab sama dia sampai dia dewasa nanti," ucap Morry terisak ketika usai eksekusi berlangsung.Tugas Morry belum selesai. Ditangannya telah ada beberapa jenis pisau untuk kembali memotong bagian tubuh korbannya itu agar bisa lebih kecil. Hingga kini bagian dagingnya telah siapa diolah. Entah ap
Rina mulai merasakan kejanggalan. Apa yang terjadi dengan suaminya. Bahkan hingga dua Minggu berlalu, tidak ada kabar darinya. Bukan hal yang biasa dilakukan oleh Ferry.Nomor Ferry telah lama tidak aktif. Sejak sang komandan datang membawakan beberapa barang dan uang titipan Ferry. Tugas ke Papua. Tapi, mungkinkah dia tidak mendapat sinyal? Mungkinkah Ferry tinggal jauh di pelosok hingga kesulitan berkonsentrasi? Begitu banyak pertanyaan yang timbul di benak Rina. Segala cara pun akhirnya ia tempuh untuk mendapatkan informasi keberadaan sang suami. Hingga akhirnya kedatangan Lexy membuka sedikit tabir misteri itu."Assalamualaikum, Rina, Rina!" panggil Lexy. Lexy sangat lama menunggu tuan rumah membuka pintu. Tapi, kondisi rumah yang sepi akhirnya membuat Lexy berpikir jika Rina dan anaknya tidak berada di rumah. Lexy akhirnya mencoba bertanya pada tetangga sekitar rumahnya dan menurut info yang didapatkan jika Rina sedang pergi ke sawah. Membawa serta anaknya."Aku susul aja deh!
POV MAHESAPERNIKAHAN INDHIRA DAN MAHESAIndhira Kusuma Putri, seorang dokter bedah yang akhirnya memutuskan berhenti dan menikah dengan seorang abdi negara bernama Danantya Mahesa.Perbedaan usia tak menyurutkan langkah Indhira untuk menikahi sang pujaan hati. Meski di awal Ibu Indhira kurang menyetujui karena perbedaan usia dan pekerjaan Mahesa yang penuh resiko, tak menyurutkan langkahnya. Akhirnya, restu sang ibu didapat Indhira dan Mahesa.Layaknya pernikahan seorang abdi negara, Indhira harus mempersiapkan segala persyaratan administrasi juga beberapa proses yang harus dijalaninya saat memutuskan menikah dengan seorang abdi negara.Tidak biasa dan cukup merepotkan baginya, tetapi demi menyandang Nyonya Mahesa, ia pun rela berjibaku dengan segala kerepotannya.Hari itu, Mahesa pun menyelesaikan proses akhir untuk menikahi sang abdi negara. Lelah, tapi senyum bahagia itu terpancar. Saat hendak pulang, Indhira mendapatkan telepon dari Nyonya Miranda, sang ibunda.[Bu, ibu tenang
Mahesa tak marah dengan sikap istrinya itu. Ia justru tertawa dan bahagia. Ya, Indhira cemburu karena mencintainya. Pernikahan mereka pun baru, sudah harus menjalani LDR.Jadi sangat wajar, jika Indhira masih manja. Mahesa yakin, berjalannya waktu Indhira akan menjadi sosok wanita yang kuat dan tangguh.[Sayang, jangan ngambeg dong. Aku di sini nggak akan macam-macam kok, kamu tenang di sana ya. Nanti setelah keadaannya aman, aku akan jemput kamu. Kita kumpul lagi di sini]Mahesa mengirim pesan melalui aplikasi chat ke nomor Indhira.Sejam dua jam berlalu. Ia tak juga mengetahui kabar dari sang istri. Ah, pasti dia masih ngambeg. Setelah hampir 5 jam, balasan itu datang.[Ok!][Gadis mungilku ternyata masih ngambeg.]Mahesa pun akhirnya memilih beristirahat. Jika diteruskan pun percuma, ia sedang marah. Lagipula, seharian ini Mahesa pun lelah dengan serangkaian kegiatan.----Pagi hari Mahesa.pun melakukan lari pagi, cukup jauh dari mess tempatnya tinggal. Sebelum kembali ke mess, Ma
Indhira kini berada dipersimpangan. Ia harus memilih. Tetap di Jakarta bersama ibunya atau ikut bersama suaminya, Mahesa.Indhira sempat ragu, apakah dengan ikut bersama suaminya, ia akan menjadi anak durhaka? Seperti yang ibunya selalu katakan.Tetapi ….Indhira yakin dan menguatkan hatinya. Ketaatan pada suami, jauh lebih utama. Apalagi sikap ibunya yang terus mendekatkan kembali ia dan Anton, lelaki pilihan ibunya dulu, membuatnya semakin yakin untuk pergi bersama sang suami.Hari ituMahesa dan Indhira bersiap berangkat ke Bandara. Semua koper sudah masuk ke bagasi mobil yang mereka sewa. Tiba-tiba, ibunya berteriak histeris, entah apa sebabnya. Hingga asisten rumah tangga yang dipekerjakan Indhira untuk menemani sang ibu berteriak."Mbak Indhira, tolong lihat ibu sebentar," teriaknya sambil berlari tergopoh-gopoh."Ada apa?" tanya Indhira."Ibu, Mbak , Ibu …." ujarnya panik.Mahesa dan Indhira akhirnya segera berlari masuk melihat kondisi ibunya yang ternyata ... Ah, hanya berpur
Kegelisahan Indhira kini terjawab sudah. Mahesa akhirnya membuat sebuah keputusan untuk mengatakan kejujuran ini. Meski pahit, meski harus berurai airmata."Mas, kamu kenapa?" tanya Indhira yang aneh melihat kegelisahan suaminya."Indi, kamu menunggu kabar ibu kan?" tanya Mahesa."Iya, Mas. Mas dikabari ibu?" tanya balik Indhira."Sabar ya, Sayang, ikhlasin semua yang sudah Allah taqdirkan….""Maksud kamu?" tanya Indhira. Perasaannya mulai tak tenang."Tadi aku dapat kabar dari keluarga Anton. Mereka mengalami kecelakaan saat di tol dan sekarang ibu kritis …." terang Mahesa."Nggak! Mas pasti bohong kan, Mas sedang ngerjain aku kan. Semua bohong kan, Mas?" teriak Indhira histeris."Indhira, tenang! Ibu dan Anton sedang di ICCU. Lebih baik, kita doakan mereka sekarang. Mereka sedang butuh doa kita." Mahesa memeluk istrinya yang sedang histeris."Ibu ...." Indhira menangis memanggil ibunya. Rasanya ia ingin datang, menemani sang ibu di detik-detik akhirnya.Telepon Mahesa pun berdering
Wiranata kembali mencari jalan keluar untuk mengejar Baskara yang sudah membawa Balqis. Ibu kandungnya. Melalui Himawan, rahasia itu akhirnya dibuka kembali. Himawan yang juga kawan lama Pak Harry dan Namira yang dikenal Wira sebagai orangtua kandungnya.Di sebuah cafe malam itu Himawan akhirnya memutuskan memberitahu soal rahasia ini. Agar Wiranata tidak lagi salah melangkah ke depannya. Sudah waktunya bagi Himawan membuka misteri ini."Wira, orangtua kandungmu sebenarnya masih hidup. Dia ada di sekitarmu. Selalu memperhatikan perkembangan kamu sejak dulu," tutur Himawan membuka percakapan."Apa maksud anda?" tanya Wira yang syok. Ia pun tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan Himawan."Ya, namanya Balqis Soraya. Dia adalah sahabat baik Namira dan Harry. Sahabatku juga. Ceritanya panjang, sampai akhirnya dia menitipkan kamu dengan Harry dan Namira. Yang jelas, itu dilakukannya demi menyelenggarakan nyawamu!" tegas Him."Menyelamatkan nyawa saya?" tanya Wira. Kali ini ia lebih be
Baskara pun terdesak. Kini ia dikelilingi para polisi yang pistolnya telah tertuju padanya. Dalam hitungan detik, mungkin peluru-peluru itu telah tembus ke dadanya."Lepaskan dia!" teriak Wiranata."Diam! Jangan ada yang bergerak. Jika ingin wanita ini selamat, biarkan aku pergi. Aku tidak mau dipenjara. Jika kalian nekat, perempuan tua ini akan mati!" hardik Baskara. Pria itu menodongkan pistolnya tepat di kepalanya.Wiranata pun tidak mau mengambil resiko. Ia pun meminta anak buahnya itu menjatuhkan senjatanya. Wira pun memberi jalan pada Baskara untuk meninggalkan tempat itu. "Komandan, kenapa kita lepaskan dia? Padahal kita sudah kerja keras untuk mencari keberadaannya?" ujar Leon. Anak buah Wira yang juga ikut menangani kasus pembunuhan Ikhsan."Jika wanita itu ibumu, apa kau akan tetap bersikap seperti ini Leon? Apa kau tidak ingin menyelamatkan nyawa ibumu?" tutur Wira lirih.Leon tertundukBaskoro yang selama ini tertawan akhirnya berhasil dievakuasi. Tubuhnya yang sudah rent
Balqis berjalan perlahan meninggalkan pemakaman itu. Hatinya sudah tidak sanggup lagi berdekatan dengan Wiranata. Anak yang sudah sangat dirindukannya itu.Memasuki mobilnya, Balqis pun langsung meminta supirnya itu segera meninggalkan area pemakaman dan. pulang ke rumah megah itu. Rumah yang sudah belasan tahun ia tinggalkan.Akhirnya, rumah ini ia jejaki kembali. Ada rasa cemas,takut. Trauma itu malah melekat erat di ingatannya. Entah apa yang terjadi, ia berharap bayangan itu tidak lagi muncul di benaknya."Rumah ini masih seperti yang dulu. Apa aku harus tinggal di sini lagi?" ucap Balqis. Rasanya masih berat ia langkahkan kakinya memasuki pintu utama."Selamat datang kembali, Nyonya. Senang bisa melihat anda kembali." Sashihara, asisten kepercayaan Baskoro itu akhirnya muncul. Menyambut kedatangannya."Terimakasih, Sashi. Apa kabarmu?" tanya balik Balqis."Seperti yang nyonya lihat. Saya masih sehat dan baik-baik saja. Oh ya, saya sudah siapkan hidangan makan malam yang lezat bua
POV BALQIS Malam itu perempuan berusia 27 tahun itu berlari ditengah hujan yang deras. Petir saling bersahutan. Tubuhnya telah basah, ia pun mulai menggigil kedinginan. Namun, satu tujuannya. Ia harus menyelamatkan anak yang baru dilahirkannya."Ya Allah, tolong hamba. Selamatkan hamba dan anak hamba dari perbuatan jahat mereka ...." ucap Balqis lirih.Balqis Soraya. Wanita yang telah dipersunting sepupunya sendiri itu baru saja melahirkan dalam hitungan jam. Namun, ia harus menguatkan dirinya demi menyelamatkan sang putra yang akan dibunuh oleh suaminya sendiri."Anakku laki-laki lagi? Gila! Aku butuh anak perempuan!" hardik Baskoro, suami Balqis yang dikenal sebagai mafia yang sangat ditakuti."Sudah 3 anak dan semuanya laki-laki. Aku ingin anak perempuan, Balqis! Ah, kau ini hanya bawa sial dalam hidupku. Lebih baik kuhabisi saja nyawa kalian!!!" hardiknya.Balqis yang baru melahirkan, bahkan tenaganya yang sudah terkuras banyak pun belum pulih. Tidak ada makanan yang masuk, tapi
"Ingat baik-baik ya, Nak. Balaskan dendam kematian orangtuamu dan adikmu. Nyawa harus dibayar dengan nyawa ...."Pesan itu masih terngiang jelas dibenak Wiranata. Nyonya Miranti sebelum kematiannya menitipkan sebuah pesan. Pesan mendalam itu ditinggalkannya karena hatinya yang belum ikhlas atas kematian anak mantu dan cucunya."Tapi apa yang harus kulakukan, Nek?" tanya Wiranata. Saat itu usianya baru menginjak 20 tahunan. Wira pun bingung harus berbuat apa. Tidak ada sanak keluarga yang akan membantunya. Hanya nenek lah satu-satunya keluarganya yang tersisa dan sedang dalam kondisi kritis.Namun, itu beberapa tahun silam. Berkat kegigihannya, kerja kerasnya. Ia berhasil masuk ke instansi tempat si pembunuh itu bekerja. Ya, pembunuh itu adalah seorang penegak hukum, sama seperti kedua orangtuanya.Beberapa tahun lalu, pihak kepolisian berhasil mengungkap penyebab kematian kedua orangtuanya. Awalnya diduga kecelakaan, tapi nyatanya bukan kecelakaan murni. Ada sabotase di sana. Hingga
Perjalanan ini mulai mendekati titik akhir. Setelah menjalani proses persidangan yang panjang. Berbelit-belit dan penuh intrik drama, akhirnya hari ini jadi titik akhir perjalanan panjang itu. Hari ini sidang keputusan final atas kasus kematian Ikhsan. Para terdakwa akan diputus hari ini. Apakah bisa terbebas ataukah harus menjalani hukuman sesuai perbuatan mereka."Gimana, Jos, sudah siap?" tanya Martin, pengacaranya saat bertemu di ruang tunggu. "Saya pasrah om. Semoga hasilnya tidak memberatkan saya," jawab Joshua.Satu persatu memasuki ruang sidang. Giliran pertama adalah pembacaan keputusan untuk Mahesa. Si tokoh utama yang juga menjerat banyak anggota instansinya karena ikut terlibat menutupi kasus yang tengah berjalan." .... menjatuhi saudara Danantya Mahesa dengan hukuman MATI ...."Suara riuh yang ada di ruang persidangan pun membuat ricuh. Hingga palu hakim harus terdengar agar suasana tetap aman terkendali.Bukan hanya keluarga korban yang saat itu ikut hadir yang sangat
Satu persatu aib kejahatannya di masalalu mulai terbongkar. Mahesa pun kesulitan untuk membantahnya. Bahkan Himawan sudah mempunyai semua bukti yang bahkan tidak diduganya sama sekali."Saudara Mahesa, apa keterangan saksi ada yang salah? Salah semua atau benar semua?" tanya hakim Iman. Hakim ketua itu beberapa kali mulai menekan Mahesa dengan pertanyaan yang sulit dijawabnya."Ada yang salah yang mulia," jawab Mahesa. Him pun tertawa kecil mendengar jawaban Mahesa itu."Saya tidak pernah menerima suap seperti yang dikatakan saksi. Semuanya tidak benar dan saya juga tidak tahu darimana saksi mendapatkan semua bukti itu!" ucap Mahesa lantang."Anda yakin dengan jawaban anda saudara Mahesa?" tanya hakim Morgan."Yakin yang mulia."Para hakim itupun kembali saling pandang. Sungguh tidak masuk diakal mereka, bukti yang semua sudah jelas di depan mata masih sanggup dibantahnya."Baiklah. Nanti biar kami yang akan menilai. Apakah saudara Mahesa yang berbohong atau saksi. Ada yang mau bertan
Wajah Mahesa tiba-tiba memerah padam. Entah darimana tim Joshua mengetahui keberadaannya. Apa mungkin, ini kerja Wiranata???Indhira menatap ke arah Himawan. Ia panik, takut, cemas, jika semua aib-aibnya akan terbongkar. Apalagi jika Mahesa tahu kalau ia pernah bekerjasama dengan Himawan untuk menghancurkannya.Wajah Kivan dan Farraz pun sama-sama menatap wajah Himawan. Pria mantan rival sekaligus mantan sahabat Mahesa itu dikenal sangat tegas dan lantang untuk membela kebenaran dan membasmi semua hal tentang kejahatan. "Bisa habis aku sama Pak Him?" batin Farraz.Para saksi pun dipersiapkan. Dihadirkan di muka persidangan. Namun, ada sedikit yang berbeda. Himawan ingin tampil lebih dulu dan berbicara dengan Mahesa di muka persidangan."Baiklah, silakan, kami beri waktu anda 10 menit," ucap hakim Morgan."Terimakasih yang mulia."Himawan pun mengambil mic-nya. Belum saja Himawan berbicara, sejak tadi Mahesa terlihat beberapa kali duduk tidak tenang."Halo, Tuan Mahesa. Lama kita tida
Suara keributan kembali terjadi. Joshua dan Farraz tetap dengan jawabannya masing-masing. Joshua bahkan berani mengucapkan sesuatu yang tidak pernah dia ungkapkan sebelumnya."Pak hakim, saya jadi curiga. Jangan-jangan Farraz juga ikut terlihat dalam kematian Bang Ikhsan. Karena saya pernah melihat mereka bertengkar. Dia bahkan mengancam akan bilang sama bapak!" ungkap Joshua.Semua mata terbelalak. Begitupun tim pengacaranya. Hakim, jaksa hingga Farraz yang langsung emosi dan menantang Joshua bertengkar kali itu. Ia meradang karena jawaban Joshua dapat memberatkan hukumannya."Joshua, jangan kurang ajar kamu!!!" hardiknya. Farraz bahkan sempat menarik tangan Joshua, hingga akhirnya beberapa anggota kepolisian memisahkan mereka."Kalian tenang! Saudara Farraz, kamu bersikap tenang jika tidak maka bisa memberatkan hukumanmu!" tegas YM hakim Iman."Baik, yang mulia."Sidang kembali dilanjutkan. Banyak pertanyaan yang akhirnya membuat Farraz tersudutkan. Ia mulai merasa tegang, wajahnya