Kegelisahan Indhira kini terjawab sudah. Mahesa akhirnya membuat sebuah keputusan untuk mengatakan kejujuran ini. Meski pahit, meski harus berurai airmata."Mas, kamu kenapa?" tanya Indhira yang aneh melihat kegelisahan suaminya."Indi, kamu menunggu kabar ibu kan?" tanya Mahesa."Iya, Mas. Mas dikabari ibu?" tanya balik Indhira."Sabar ya, Sayang, ikhlasin semua yang sudah Allah taqdirkan….""Maksud kamu?" tanya Indhira. Perasaannya mulai tak tenang."Tadi aku dapat kabar dari keluarga Anton. Mereka mengalami kecelakaan saat di tol dan sekarang ibu kritis …." terang Mahesa."Nggak! Mas pasti bohong kan, Mas sedang ngerjain aku kan. Semua bohong kan, Mas?" teriak Indhira histeris."Indhira, tenang! Ibu dan Anton sedang di ICCU. Lebih baik, kita doakan mereka sekarang. Mereka sedang butuh doa kita." Mahesa memeluk istrinya yang sedang histeris."Ibu ...." Indhira menangis memanggil ibunya. Rasanya ia ingin datang, menemani sang ibu di detik-detik akhirnya.Telepon Mahesa pun berdering
Mahesa menatap tajam netra sang istri. Indhira pun menatap netra suaminya. Ia takut semua rahasianya terbongkar. Bagaimana jika Mahesa mengamuk pada Hakim? Hati dan otak Indhira semakin tak karuan."Pesan dari seluler?" tanya Mahesa.[I-iya, Mas.] Indhira terbata-bata."Kenapa muka kamu tegang gitu, Sayang?" Mahesa pun tertawa melihat kepanikan istrinya yang takut rahasianya terbongkar."Mas membuatku takut." Indhira tersenyum kecut.Mahesa hanya tertawa dan melanjutkan perjalanannya. Setelah menikmati malam berdua Mahesa, mereka pun pulang.----Sesampainya di rumah kontrakan mereka yang sederhana, Mahesa mengamati sekitar, netranya tak menemukan apa pun. Indhira bernafas lega.Malam itu, Indhira dan Hakim memang berjanji bertemu. Ia tak menyangka, jika Mahesa mendadak pulang. Tak seperti biasanya, ia pulang tanpa memberi kabar.Mahesa pun berusaha tidur, walau pikirannya melayang entah ke mana, berharap kekasih gelapnya itu tidak meneleponnya selama suaminya berada di rumah.Esok ha
Di rumah kontrakanLila menangis. Ia menjerit hebat. Hingga membuat beberapa tetangga berdatangan. Mengintai dari luar jendela kamar. Mereka keheranan, melihat bayi mungil itu hanya sendirian di dalam kamar. Ke mana mamanya?Hingga akhirnyaBeberapa warga yang semakin ramai berdatangan, mendobrak pintu depan agar bisa melihat kondisi bayi cantik itu. Seperti dugaannya, Indhira tidak ada. Meninggalkan Lila seorang diri."Coba cek Pak Mahesa ke mess atau kantornya. Cepat!" Pak RT meminta warganya mencari keberadaan Mahesa.Seorang warga bernama Rani mengambil Mahesa yang menangis. Ia mencoba memberi ketenangan pada bayi Mahesa dan Indhira itu."Ke mana sih mamanya? Kok tega benar ninggalin Lila sendirian di rumah?""Paling selingkuh lagi!" ujar Bu Tika yang terkenal julid."Sudah tenang, sekarang lebih baik kita tunggu sampai Pak Mahesa dan Ibu Indhira datang. Kasihan anak ini kalau dibiarkan sendirian." ujar Pak RT. Beberapa warga akhirnya pulang ke rumah masing-masing.Setelah menungg
Sesampainya di rumah sakit, Indhira ditangani dokter jaga di ruang UGD. Hakim menunggu di luar dengan cemas. Ia berharap tidak terjadi hal buruk pada wanita yang baru dinikahinya siri.Satu setengah jam berlaluDokter yang menangani Indhira, akhirnya keluar bersama beberapa perawat. Dokter Angeline mengatakan Indhira hanya syok dan tekanan psikis. Ia hanya butuh istirahat.Setengah jam kemudianIndhira akhirnya sadar. Ia bingung, kini berada di ruang rawat inap rumah sakit H kamar VIP. Ia pun membuang mukanya. Indhira enggan dan membenci Hakim. Indhira ingin kembali pada Mahesa, suami sahnya. Hakim kembali marah mendengar keinginan Indhira."Aku sudah bilang! Sekarang kamu milikku! Kita sudah menikah dan pernikahan kita sah!" pekik Hakim sambil mencengkram wajah Indhira hingga ia berteriak kesakitan."Lepaskan aku!" bentak Indhira."Hakim, aku mau pulang. Pernikahan kita nggak sah. Aku ini masih istri sah Mahesa. Aku nggak mau berzina. Paham kamu!" hardik Indhira.Indhira pun berusah
Mahesa hancur. Bukan karena perselingkuhan Indhira. Ia terpuruk karena permintaan cerai Indhira. Mahesa merasa gagal, sebagai suami tak mampu menjaga istrinya. Tak mampu mempertahankan rumah tangganya. Terlebih, ia gagal memberikan keluarga yang utuh bagi anak semata wayang mereka, Lila Trisya.Sejak pertemuannya dengan Indhira, Mahesa tak lagi pernah bisa berkomunikasi lagi. Tiap kali ia mencoba menghubungi, selalu tanpa respon. Pernah sekali ia membawa Lila putra semata wayang mereka. Namun, Indhira tidak berada di rumah.Hingga beberapa bulan kemudianMahesa mendapat kabar kalau Indhira kini bekerja di sebuah club malam. Salah seorang temannya memberitahu ia bertemu Indhira saat penggerebekan di sebuah club malam dalam oerasi gabungan. Di club itu terdapat beberapa temuan narkoba dan dalam tas Indhira ditemukan obat penenang."Sekarang dia di mana?"Adiyasa menanyakan keberadaan Indhira saat temannya menghubungi Mahesa. Mahesa pun segera meluncur menemui Indhira. Kali ini, ia memba
Mahesa akhirnya berangkat ke Papua. Hatinya sungguh pilu, meninggalkan Lila bersama keluarga Amran. Mereka bisa dipercaya tetapi sebagai orangtua tunggal, ia sedih harus meninggalkan Lila seorang diri.Namun, sumpahnya sebagai seorang anggota yang harus mengutamakan tugas, disitulah ia harus memilih. Dan pilihan menjadi anggota sejati, membuatnya yakin jika Lila akan menjadi anak yang membanggakan saat ia dewasa.Di dalam pesawat, ia termenung. Tak sadar mata Mahesa mengalir, ia pun berusaha menyeka. Mahesa harus menguatkan hatinya, agar Lila pun kuat berpisah sementara waktu.Tanpa sadar, seorang kawan seperjuangannya melihat sang komandan menyeka air matanya."Ini pasti berat, tetapi saya yakin komandan sanggup melewati semua ini." Anak buah Mahesa itu memberinya semangat."Thanks!" ucapnya getir, berusaha tersenyum.Mahesa akhirnya menatap masa depannya berusaha tersenyum. Ia yakin, suatu saat nanti kebahagiaan itu bisa diraihnya kembali.----Akhirnya ....Mahesa dan rombongan sam
YakuhimoMahesa mulai membaik. Kondisi fisiknya perlahan sembuh. Namun, ingatannya belum juga pulih setelah beberapa bulan mengalami amnesia. Kini, ia bekerja di kebun membantu kepala suku, Pak Jo.Mahesa kini mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Bersyukur, Mahesa diterima dengan sangat baik di sana. Hingga suatu malam, ia merasakan sakit kepala yang hebat. Ia mencoba mengingat sebuah bayangan yang berkecamuk."Siapa dia? Anak siapa itu?" teriak Mahesa menahan sakitnya.Pak Jo yang mendengar teriakan itu akhirnya bergegas menemui Lucky. Ia bingung, sakit apa yang tengah dirasakan anggota polri itu."Hei, kau kenapa?" tanya Pak Jo."Sak-it, Pak," teriak Mahesa.Pak Jo yang panik akhirnya membawa Mahesa ke rumah Pak Brano. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Lucky —nama pemberian Pak Jo.Sesampainya di rumah Pak Brano, Lucky alias Mahesa segera ditangani. Sejenak ia pun beristirahat. Baru beberapa menit, ia kembali mengigau, hingga Mahesa pun dibangunkan."Nak, kenapa denganmu?" ta
Amran akhirnya memesan dua buah tiket dewasa untuk dirinya dan Mahesa. Ia juga akan membawa Lila berangkat menuju Batam. Demi memenuhi permintaan sahabatnya itu, Amran pun setuju. Ia ingin Lila mengenal sosok mama yang telah melahirkannya.Hari keberangkatanSiang ini, Mahesa dan Amran menuju bandara. Mereka akan berangkat menuju Batam. Saat pesawat datang dan para penumpang menaiki pesawat, Lila mengatakan sesuatu yang sungguh miris. Ah, seorang Amran yang keras pun terenyuh. Lelaki bertubuh tinggi besar dan perawakan tegas seperti orang Medan pada umumnya, menahan tangisnya. Ia tak ingin Lila menjadi lelaki lemah."Papi, kenapa Mama Indhira tidak mengajakku tinggal di Batam? Kenapa aku harus tinggal dengan Mami Ranti?" tanya Lila polos."Mama Indhira harus bekerja di sana." Mahesa berusaha memberikan nilai baik pada sang putri."Tapi dia sayang sama aku?" tanya Lila."Sayang banget sama Lila!""Kalau sayang, kenapa ninggalin aku sama Mami?" cecar Lila.Mahesa dan Amran terdiam, hany